P3E Suma KLHK dan Klikhijau Membersamai Festival Palik-palik Komunitas Tobonga

oleh -231 kali dilihat
P3E Suma KLHK dan Klikhijau Membersamai Festival Palik-palik Komunitas Tobonga
Abidin Wakur, Pendiri Komunitas Tobonga sesaat setelah pementasan dengan anak-anak - Foto:Ist

Klikhijau.com – Festival Palik-palik sukses digelar oleh Komunitas Tobonga di Desa Bonto Salama Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten  Sinjai, Sabtu dan Minggu (3-4/09/2022).

Kegiatan ini terselenggara atas dukungan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sulawesi dan Maluku Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (P3E Suma KLHK) dan Klikhijau.

Festival Palik-palik merupakan satu event yang digelar untuk membangkitkan kembali satu kearifan lokal petani yang saat ini mulai pudar dalam masyarakat.

“Festival ini digelar untuk merawat kearifan lokal petani yang punya tradisi membuat palik-palik sebagai pengusir hama padi. Namun, bukan sekadar kreativitas biasa, palik-palik dibuat dengan sentuhan seni tinggi,” kata Abidin Wakur pendiri Komunitas Tobonga.

Menurut Abidin, palik-palik memerlukan teknik tinggi dalam pembuatannya. Jadi, tidak hanya bagaimana membuatnya berputar saat diterpa angin, lantunan suara yang dihasilkan juga menjadi aspek penting.

“Suara yang dihasilkan, dalam bahasa lokal disebut mummung, mewakili kualitas palik-palik. Kalau suaranya buruk, maka karya yang dihasilkan dianggap kurang berhasil,” jelas seniman ini.

KLIK INI:  Kisah Ambo Dalle di Sinjai, Meraup Untung Selama Pandemi dengan Berburu Madu Hutan

Ajang silaturahmi

Palik-palik memiliki multi manfaat, kata Abidin, karya seni ini juga berfungsi sebagai pemersatu warga. Jadi, saat musim kemarau tiba, warga dari lintas desa akan bertemu satu sama lain untuk saling adu karya.

“Pada momen itulah, palik-palik akan menjadi media silaturrahmi antar warga. Selain itu, palik-palik juga dianggap sebagai mantra oleh petani dalam mengusir hal-hal negatif dalam pertaniannya,” katanya.

Sejatinya, festival palik-palik digelar persis ketika puncak kemarau di musim panen tiba. Sayangnya, kondisi cuaca yang tidak menentu membuat perhelatan festival palik-palik yang pertama kali digelar diterpa cuaca tak bersahabat.

Meski cuaca kurang bersahabat oleh hujan deras dan listrik yang padam di malam hari sehingga pementasan terpaksa ditunda keesokan harinya, antusias penonton tidak surut.

Dari daftar hadir penyelenggara, ada sekira 130-an peserta yang telah mendaftar di malam harinya untuk menonton pementasan. Mereka terpaksa harus pulang kecewa karena listrik baru menyala padaa pukul 23.00 waktu setempat.

Ketua Panitia Penyelenggara, Irmalasari S mengatakan, setiap pagelaran di Komunitas Tobonga memang selalu ramai penonton. Ini menunjukkan adanya antusias warga dalam berpartisipasi pada setiap pementasan.

“Tahun lalu penontonnya bahkan menembus angka 700-an peserta. Mohon maaf, kali ini tidak maksimal akibat cuaca yang kurang bersahabat,” katanya.

KLIK INI:  Lima Hal Istimewa di Desa Kunyi yang Membuatnya Layak Berlabel ProKlim

Persiapan jadi festival tahunan

Hamzah Kadang, Koordinator Umum, Humas dan Kepegawaian P3E Suma KLHK mengapresi terselenggaranya festival palik-palik dan Komunitas Tobonga.

“Festival ini penting untuk mengembalikan ingatan masyarakat pada kearifan lokal yang dulu pernah berkembang. Semoga dengan festival ini, tradisi membuat palik-palik dapat dihidupkan kembali,” katanya.

Hal senada dikatakan Anis Kurniawan, Direktur Klikhijau yang ikut memberi sambutan sebelum pementasan teater.

Palik-palik sejatinya bisa dikembangkan lagi sebagai sebuah kearifan lokal dengan nilai seni tinggi. Generasi saat ini perlu tahu tidak hanya dalam proses pembuatannya, tetapi juga menyingkap makna-makna filosofis di dalamnya,” katanya.

Anis berharap pagelaran festival palik-palik tahun depannya bisa dibuat lebih meriah lagi dan dijadikan even tahunan.

“Selamat kepada Komunitas Tobonga atas penyelenggaraan festival palik-palik tahun ini. Tahun depan, kita siap mendukung pagelaran ini dengan persiapan yang lebih baik lagi. Ini adalah bagian dari gerakan menumbuhkan kesadaran ekologi berbasis kearifan lokal yang perlu dijaga,” pungkasnya.

KLIK INI:  Pinisi Diving Club, Lahir Tak Hanya untuk Menyelam