Meninjau Ulang Omnibus Law untuk Dunia Lingkungan Hidup

oleh -328 kali dilihat
Meninjau Ulang Omnibus Law untuk Dunia Lingkungan Hidup. Ilustrasi foto: hukumonline.com
Anis Kurniawan

Klikhijau – Bencana alam akhir-akhir kerap terjadi di Indonesia, dari banjir, tanah longsor, hingga kekeringan. Seperti yang baru-baru terjadi adalah banjir yang menimpa DKI Jakarta. Apakah perlu meninjau ulang omnibus law untuk lingkungan hidup?

Bencana ini tak lepas dari pola perilaku masyarakat dalam menjaga alam. Di mana manusia telah banyak melawan alam dan keseimbangan alam menjadi terganggu.

Atas nama pembangungan yang tengah berlangsung saat ini, perilaku masyarakat dan kebijakan yang dibuat lebih banyak memakmurkan manusia dibandingkan dengan alam itu sendiri.

Seakan-akan lingkungan menjadi elemen yang sedikit mendapat perhatian, malah ada pula yang tak memperhatikannya sama sekali. Hak asasi alam seolah tak lebih penting daripada kesejahteraan manusia.

KLIK INI:  Pemuda dan Nelayan di Galesong Unjuk Rasa Tolak Tambang Pasir

Miskin perhatian ini terlebih terlihat ketika banyak instrumen hukum yang lemah melindungi hak alam, miskin substansi, dan rapuh dalam implementasi. Semisal adanya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan hukum terkait lingkungan hidup lainnya masih sangat melempem dan terkesan transaksional.

Sebab itulah diperlukan suatu sistem khusus untuk menjaga alam, yang tenar sekarang ini yaitu terkait omnibus law.

Omnibus untuk lingkungan

Ahmad Redi pengajar Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara dalam artikelnya di Kontan menulis, omnibus law merupakan menyatukan berbagai norma hukum ke dalam satu Undang-Undang.

Omnibus law secara otomatis akan mencabut hukum-hukum lain menjadi satu peraturan besar dengan tema sama, yang terdiri dari banyak pasal dan multisektor. Ketika banyak peraturan yang tumpang tindih, omnibus law dapat menjadi alternatif.

Bagi Redi, terdapat beberapa alasan mengapa omnibus law penting untuk diterapkan. Dari masalah pembentukan aturan yang urgen dalam menjamin kepastian hukum. Termasuk implementasi yang kurang efektif dari peraturan saat ini, dan adanya masalah interpretasi Undang-Undang yang susah dipahami.

KLIK INI:  Indonesia Loloskan 5 Resolusi di Sidang UNEA-4, Begini Uraiannya!

Hal tersebut terjadi pada beberapa kasus Undang-Undang. Seperti UU No 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Hidup (UU PPLH) ketika bersanding dengan Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Ibu Kota Negara.

Atau ketika UU PPLH bersanding dengan UU Perkebunan terkait larangan pembakaran lahan. Ada hal-hal yang bertabrakan di sana yang sekiranya bisa dijembatani dengan diterapkannya omnibus law.

Omnibus law secara umum memang memberikan gebrakan terutama dalam memangkas birokrasi. Bahkan Presiden Jokowi dalam rangka meningkatkan investasi meminta DPR untuk segera menggodoknya dalam waktu beberapa bulan saja.

Seperti diketahui bersama jika banyaknya izin yang berkaitan dengan lingkungan tentu sangat menghambat investasi para pemodal besar.

Ada hal yang perlu dipertimbangan terkait omnibus law tersebut, seperti yang ditulis oleh dosen Manajemen Lingkungan Universitas Diponegoro Sudharto P Hadi dalam tulisannya di Suara Merdeka yang menulis, pemangkasan izin lingkungan berpotensi memangkas prosedur Amdal yang ada, seperti yang tercantum dalam UU PPLH. Di sisi lain, omnibus berpotensi pula menyederhanakan Amdal.

Padahal, omnibus seharusnya mampu menyeimbangkan berbagai kepentingan. Terutama dalam hal ekologi dan investasi.

Hal yang sangat tidak diharapkan yaitu, ketika keuntungan investasi yang didapatkan ternyata tidak sepadan dengan kerugian ekologi yang terjadi dan justru malah merusak lingkungan, yang secara otomatis membuat manusia mengalami kerugian besar.

KLIK INI:  Daftar Hari-Hari Lingkungan Hidup dan Kehutanan Terlengkap