Klikhijau.com – Gelombang krisis iklim yang menggulung, lanskap Sulawesi Selatan seperti terhimpit dalam deru badai ekologi yang tak kunjung reda.
Dari dataran rendah yang dipenuhi polusi, pegunungan yang mulai merontokkan kulit bumi, hingga pesisir dan pulau-pulau kecil yang tenggelam dalam dampak bencana ekologis—semua menyisakan jejak luka yang mendalam.
Di setiap sudut negeri ini, kita saksikan tanah yang loyo, air yang keruh, serta langit yang kelabu, menjadi saksi bisu betapa alam yang seharusnya menjadi penyokong hidup kini berubah menjadi ancaman.
Dalam cemasnya rintih bumi ini, suara rakyat pun semakin terdengar bimbang, bertanya-tanya, siapa yang akan membimbing mereka keluar dari kegelapan krisis ini?
Catatan Kritis Walhi Sulsel
Penting untuk kita melihat keseriusan calon pemimpin dalam menghadapi situasi krisis ekologi dan menyelamatkan kehidupan rakyat Sulsel. Bagaimana mereka akan merajut kembali keseimbangan alam yang telah terputus?.
Calon pemimpin diharapkan mampu menunjukkan bukan hanya janji, namun aksi nyata untuk menjaga dan memulihkan ekosistem yang kini seakan tergerus oleh waktu.
Kita tak hanya membutuhkan seorang pemimpin yang pandai membaca peta politik, tetapi seorang penjaga bumi yang mampu merangkai kebijakan-kebijakan untuk mencegah bencana ekologis lebih lanjut.
Keberpihakan Cagub Terhadap Perlindungan Lingkungan Hidup
Dalam arus deras perubahan iklim, calon pemimpin harus menjadi jangkar yang mampu menahan perahu kehidupan masyarakat Sulsel agar tidak terseret ke dalam samudra kerusakan yang semakin mendalam.
Danny Pomanto dan Azhar Arsyad
Pasangan calon gubernur Sulawesi Selatan nomor urut satu, mengusung visi “Sulsel Global Food Hub yang Sombere’, Macca, dan Resilient untuk Semua.”
Dalam dokumen visi-misi yang mereka ajukan, sekitar 55% dari 27 misi dan program yang dijanjikan menyentuh isu lingkungan hidup.
Namun, laporan WALHI Sulsel menyatakan kekhawatiran mereka terkait ketulusan serta kejelasan strategi pasangan ini dalam melindungi lingkungan hidup di Sulsel.
Restrukturisasi Spasial dan Ekologi yang Sombere’ dan Resilient
Walhi menekankan pentingnya restrukturisasi spasial dan ekologi yang komprehensif, mengingat degradasi lingkungan di Sulsel telah mencapai level kritis.
Dengan tutupan hutan yang tersisa hanya 29% dari luas provinsi, dan penurunan luas hutan pada beberapa daerah aliran sungai (DAS) seperti DAS Saddang, DAS Bila Wallanae, dan DAS Jeneberang, ancaman kerusakan semakin nyata.
Di sisi lain, degradasi lingkungan di kawasan pertambangan nikel dan emas di Luwu, Luwu Utara, dan Luwu Timur menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem dan kehidupan masyarakat lokal. Sayangnya, dokumen visi-misi pasangan ini tidak menguraikan strategi jelas untuk menangani permasalahan tersebut.
Ekosistem Produksi Pangan Hulu-Hilir yang Berkeadilan
Pasangan calon ini juga berjanji membangun ekosistem pangan yang kuat, mulai dari hulu hingga hilir.
Namun, tantangan utama yang dihadapi para petani seperti distribusi pupuk yang tidak merata dan jaringan pemasaran yang sering kali dikuasai oleh segelintir pihak tidak terjawab dalam dokumen tersebut.
Menurut Catatan Walhi, visi “Global Food Hub” harus mencakup jaminan akses ke pasar yang adil dan terbuka bagi petani kecil untuk meningkatkan kesejahteraan mereka tanpa menghadapi monopoli.
Standar Mitigasi dan Adaptasi di Wilayah Pesisir dan Pegunungan
Tantangan besar terkait perubahan iklim yang melanda wilayah pesisir dan pegunungan menuntut standar mitigasi yang berbasis pada pengetahuan lokal.
Namun, pasangan Danny-Azhar tidak menyebutkan peta jalan atau langkah-langkah khusus dalam implementasi adaptasi berbasis komunitas di daerah-daerah yang rentan bencana seperti ini.
Pihak Walhi menilai, tanpa adanya kebijakan yang mendukung kearifan lokal dalam mitigasi bencana, pendekatan mereka berisiko mengabaikan kebutuhan masyarakat pesisir dan pedalaman yang rentan.
Ketahanan Air dan Energi
Visi pasangan ini untuk membangun ketahanan air dan energi mendapat kritik keras. Salah satu tantangan utama terkait distribusi air bersih, terutama di Kota Makassar yang memiliki angka ketimpangan distribusi air cukup tinggi, menunjukkan ketidakmampuan pemerintahan sebelumnya dalam menyelesaikan masalah ini.
Walhi menilai dalam catatannya, gagasan ketahanan air harus lebih dari sekadar slogan dan harus mampu memberikan solusi konkrit atas persoalan akses air bersih di kota-kota seperti Makassar.
Dekarbonisasi dan Pariwisata Hijau
Dalam sektor energi, Danny Pomanto sebelumnya mencanangkan proyek Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) di Makassar.
Namun, Walhi mengkritik pendekatan ini, yang dinilai belum berorientasi pada dekarbonisasi sejati. Proses pembakaran sampah justru menghasilkan emisi karbon dioksida dan zat beracun lainnya, berlawanan dengan prinsip dekarbonisasi.
Begitu juga dengan program “Pariwisata Hijau,” yang memerlukan komitmen pada ekowisata berkelanjutan tanpa merampas ruang hidup masyarakat lokal, seperti yang terjadi pada proyek reklamasi di Pulau Lae-Lae.
Ekonomi Biru dan Green Technology yang Sekadar Retorika
WALHI Sulsel mencatat bahwa konsep ekonomi biru dan teknologi hijau dalam visi Danny-Azhar masih sebatas slogan.
Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa pasangan ini lebih berorientasi pada proyek infrastruktur besar yang berpotensi merugikan lingkungan, ketimbang pada upaya nyata menuju pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan.
Narasi biru dan hijau yang mereka sampaikan perlu diperkuat dengan rencana konkret untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada ekosistem Sulsel.
Secara keseluruhan, Walhi Sulawesi Selatan menilai dokumen visi-misi pasangan Danny Pomanto – Azhar Arsyad lebih banyak berisi retorika daripada strategi konkret untuk perlindungan lingkungan hidup.
Kehadiran misi dan program yang mengandung kata-kata “resilient” dan “Sombere’” tidak disertai dengan rencana tindakan yang spesifik, sementara jejak rekam Danny Pomanto di Kota Makassar justru menunjukkan kebijakan yang kurang berpihak pada lingkungan.
Untuk memastikan komitmen lingkungan dalam kampanye mereka, pasangan calon ini diharapkan menyampaikan strategi yang lebih mendalam, transparan, dan bisa diterapkan secara langsung.
Andi Sudirman Sulaiman dan Fatmawati Rusdi
Pasangan calon nomor urut 02 hadir dengan 59 misi dan program. Dari seluruh misi yang diajukan, WALHI Sulsel menyoroti bahwa hanya 35% di antaranya yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan isu lingkungan.
WALHI mengungkapkan bahwa visi pasangan ini kurang detail dalam mengimplementasikan kebijakan lingkungan, khususnya terkait ekonomi hijau dan ekonomi biru, dua konsep yang mendukung pembangunan berkelanjutan.
Hilirisasi Pertanian: Visi Tanpa Rencana Konkret
Pasangan nomor 02 mengedepankan “Melanjutkan Hilirisasi Pertanian” sebagai program untuk mencapai swasembada pangan berbasis ekonomi hijau.
Namun, WALHI mengkritik program ini sebagai misi yang “terlalu mengawang-ngawang.” Tidak ada kejelasan mengenai bagaimana hilirisasi ini akan dilakukan, jenis pertanian apa yang akan dikembangkan, serta bagaimana model ekonomi hijau ini dapat berdampak pada kesejahteraan petani.
Pengembangan teknologi pertanian yang dicanangkan lebih berfokus pada produksi, sementara pengembangan produk turunan yang dapat menguntungkan petani lokal tampaknya terabaikan.
Ekonomi Biru yang Hanya Tersisa Nama
Pasangan calon 02 juga mencantumkan ekonomi biru dalam visi mereka dengan fokus pada kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.
Namun, WALHI menilai bahwa visi ini kurang menunjukkan pemahaman terhadap konsep ekonomi biru yang komprehensif. Tidak ada indikasi program nyata untuk melindungi sumber daya laut atau mencegah degradasi lingkungan pesisir.
WALHI menggarisbawahi bahwa di daerah lain, kebijakan ekonomi biru justru menimbulkan konflik, seperti ekspansi “shrimp estate” yang merusak mangrove serta pembangunan kawasan wisata yang merampas ruang hidup masyarakat pesisir.
Pengembangan Daerah 3T: Mengatasi Ketertinggalan atau Mengabaikan?
Misi pasangan nomor 02 untuk mengembangkan ekonomi di daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Termiskin) juga dinilai belum memiliki arah yang jelas. WALHI mengungkapkan kekhawatiran terkait rekam jejak Andi Sudirman di wilayah pedesaan, terutama di daerah seperti Seko-Rampi dan pesisir Sulawesi Selatan, yang tidak menunjukkan peningkatan kesejahteraan warga lokal.
Proyek hilirisasi nikel di Luwu Timur dan Bantaeng, misalnya, tidak berdampak positif bagi masyarakat setempat. WALHI menilai pendekatan ini lebih menguntungkan investor besar daripada memperbaiki taraf hidup masyarakat desa yang bergantung pada alam.
Investasi Berwawasan Lingkungan: Cermin Komitmen atau Ekonomi Semu?
Meski pasangan calon nomor 02 menjanjikan investasi yang berwawasan lingkungan, WALHI mempertanyakan kejelasan komitmen mereka dalam hal ini.
Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa meski ada peningkatan investasi, dampaknya terhadap lingkungan belum terlihat.
Misalnya, proyek reklamasi Pulau Lae-Lae yang dikembangkan di bawah pemerintahan Andi Sudirman justru memicu konflik sosial dan mengancam keberlanjutan ekosistem laut, mengabaikan aspek-aspek sosial dan lingkungan yang krusial.
Infrastruktur dan Ketahanan Bencana: Risiko atau Perlindungan?
Misi untuk memperkuat layanan transportasi dan infrastruktur dalam konteks ketahanan bencana tampak ambisius namun memerlukan pendekatan yang lebih menyeluruh.
WALHI menekankan bahwa pembangunan infrastruktur harus mencakup daerah rentan bencana, tidak hanya berfokus pada wilayah perkotaan atau pariwisata. Selain itu, pendekatan yang adil dan menyeluruh dalam ketahanan bencana penting untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di seluruh Sulawesi Selatan.
Program Penghijauan: Solusi Permukaan?
Pasangan calon 02 juga berkomitmen untuk melanjutkan program penghijauan di wilayah kritis seperti pesisir dan lereng gunung. WALHI memandang langkah ini hanya sebagai solusi permukaan, tanpa menangani akar masalah seperti deforestasi, alih fungsi lahan, dan abrasi pesisir yang sering kali terjadi akibat kebijakan yang mengutamakan kepentingan bisnis di atas lingkungan.
WALHI menekankan bahwa jika pemerintah tidak serius dalam mengawasi perusahaan yang diberi izin, penghijauan ini tidak lebih dari langkah sementara yang tidak menyelesaikan akar persoalan lingkungan.
Mitigasi dan Adaptasi Bencana: Kurangnya Perencanaan untuk Krisis Iklim
Meski pasangan calon 02 mencantumkan mitigasi bencana dalam program mereka, WALHI mengkritik kurangnya perhatian terhadap krisis iklim yang nyata di Sulawesi Selatan.
Pengembangan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) di Pangkep yang diusung sebagai solusi sampah, menurut WALHI, justru menciptakan polutan berbahaya bagi kesehatan. Solusi semu seperti ini, kata WALHI dalam catatannya , hanya memperparah masalah iklim tanpa menawarkan langkah nyata untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Menyoal Komitmen Nyata Paslon 02 dalam Perlindungan Lingkungan
Keseluruhan misi pasangan nomor urut 02 untuk lingkungan masih perlu dirincikan secara konkret, terutama terkait ekonomi hijau dan biru serta bagaimana kebijakan investasi yang berwawasan lingkungan akan diterapkan.
WALHI Sulsel menilai bahwa komitmen terhadap lingkungan tidak hanya memerlukan janji politik, tetapi juga kebijakan yang terukur dan dampaknya langsung bagi masyarakat lokal.