Aromaterapi atau Polusi? Menelusuri Jejak Lilin yang Sering Terlupakan!

oleh -21 kali dilihat
aromatherapy candles
Ilustrasi lilin - Foto: Unsplash

Klikhijau.com – Setelah seharian penuh tekanan, banyak dari kita mencari cara untuk meredakan stres. Beberapa memilih secangkir teh hangat, yang lain mendengarkan musik lembut, dan tak sedikit yang memilih menyalakan lilin aromaterapi.

Di tengah dunia yang serba cepat dan penuh distraksi, lilin aromaterapi telah menjadi simbol ketenangan dan gaya hidup mindful. Kini, lilin dengan aroma lavender, vanila, hingga kayu manis tak hanya menghiasi ruang rumah, tapi juga ruang kerja dan studio yoga.

Kehadirannya bukan sekadar pemanis ruangan, melainkan bagian dari ritual harian untuk memeluk ketenangan dan memulihkan energi.

Namun, di balik pesonanya yang menenangkan, ada sisi lain yang jarang dibicarakan. Banyak lilin aromaterapi yang beredar di pasaran terbuat dari parafin—sejenis lilin hasil sampingan dari proses penyulingan minyak bumi.

Ketika lilin ini dibakar, ia tidak hanya memancarkan cahaya lembut, tetapi juga melepaskan senyawa kimia berbahaya ke udara seperti formaldehida, toluena, dan benzena. Paparan jangka panjang terhadap senyawa ini telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, mulai dari gangguan pernapasan, iritasi mata dan hidung, hingga peningkatan risiko kanker.

Ancaman bahaya

Penelitian dari South Carolina State University pada tahun 2009 menunjukkan bahwa lilin parafin yang dibakar dalam ruangan tertutup menghasilkan jelaga (soot) dan partikel ultrafine yang bisa membahayakan paru-paru.

KLIK INI:  Perihal Polusi Nutrisi, Sumber, Dampak, dan Upaya mengatasinya

Penelitian lanjutan dari University of California (2013) bahkan menyebutkan bahwa tingkat polusi udara yang ditimbulkan oleh lilin parafin dalam jangka waktu tertentu bisa setara dengan polusi dari kendaraan bermotor. Fakta ini menjadi sangat mengkhawatirkan mengingat bahwa udara dalam ruangan sering kali lebih terkonsentrasi dan lebih berbahaya dibandingkan udara luar.

Lilin aromaterapi yang tampak indah ini juga menyimpan dampak lingkungan yang tidak kecil. Produksi parafin berasal dari bahan bakar fosil yang tidak terbarukan. Proses ekstraksi dan penyulingannya menyumbang emisi gas rumah kaca yang memperburuk krisis iklim.

Selain itu, limbah dari lilin—mulai dari sisa parafin, wadah plastik, hingga pewarna dan pewangi sintetis—menambah beban pencemaran lingkungan. Menurut laporan Environmental Protection Agency (EPA), sisa produk lilin berbahan parafin termasuk dalam jenis limbah rumah tangga yang berkontribusi terhadap polusi mikroplastik di lautan, mengancam kehidupan laut dan rantai makanan secara global.

Tapi kabar baiknya, kesadaran akan dampak ini mulai tumbuh. Masyarakat kini mulai mencari alternatif yang lebih ramah lingkungan, seperti lilin dari bahan dasar nabati—misalnya lilin kedelai, lilin kelapa, atau lilin lebah. Lilin alami ini tidak hanya menghasilkan lebih sedikit jelaga saat dibakar, tapi juga tidak mengandung bahan kimia berbahaya.

Mereka terbuat dari bahan yang bisa diperbaharui dan lebih mudah terurai di alam. Lilin kedelai, misalnya, berasal dari tanaman yang bisa dipanen setiap tahun. Menurut The Soybean Alliance (2023), lilin kedelai lebih efisien, lebih bersih, dan memiliki jejak karbon yang lebih rendah dibandingkan lilin parafin.

Memilih lilin ramah lingkungan memang memerlukan sedikit usaha dan biaya tambahan, namun hal ini sebanding dengan manfaat jangka panjangnya. Kita tidak hanya menjaga kesehatan tubuh, tetapi juga membantu bumi bernapas lebih lega.

Kita bisa memulai dari hal sederhana—seperti membaca komposisi bahan sebelum membeli, memilih produk lokal dari pengrajin yang peduli lingkungan, atau bahkan mencoba membuat lilin sendiri sebagai aktivitas yang menyenangkan dan penuh makna.

Lilin aromaterapi seharusnya menjadi simbol kenyamanan yang utuh—yang tidak hanya menenangkan tubuh dan pikiran, tetapi juga membawa kedamaian bagi lingkungan. Kenyamanan sejati adalah soal keseimbangan: antara merawat diri dan menjaga bumi. Setiap lilin yang kita nyalakan memiliki jejak. Jejak itu tertinggal dalam udara yang kita hirup, di tanah tempat kita berpijak, dan pada masa depan yang sedang kita bentuk bersama.

Mungkin kita tidak bisa langsung mengubah dunia. Tapi dengan pilihan kecil yang kita buat—seperti memilih lilin yang lebih aman—kita sedang menyalakan cahaya baru. Cahaya yang tidak hanya menerangi ruangan, tetapi juga menerangi jalan menuju masa depan yang lebih bersih, lebih sehat, dan lebih bertanggung jawab.

KLIK INI:  Pohon dalam Lukisan