Klikhijau.com – Dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025, Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim mengajak generasi muda untuk turun langsung ke gelanggang: menjadi pahlawan bumi masa kini.
Melalui acara ini, para pelajar diajak untuk beraksi. Mulai dari menanam pohon, mengurangi ketergantungan pada energi fosil dengan meningkatkan transportasi umum, hingga menerapkan gaya hidup minimal sampah dengan prinsip 3R: Reduce, Reuse, Recycle. Tidak kalah penting: stop pakai barang sekali pakai yang cuma menambah sampah plastik.
Bertempat di Jakarta International Convention Center (JICC), Senin, 23 Juni 2025, acara ini jadi ajang keren untuk menggugah semangat kolaborasi lintas generasi. Fokusnya? Menjadikan anak muda sebagai agen perubahan dalam menghadapi “Triple Planetary Crisis“—tiga masalah global yang saling terkait: perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
“Perubahan iklim bukan hanya soal suhu naik atau cuaca semakin aneh. Ini isu besar yang bisa memicu konflik, kelaparan, bahkan membuat jutaan orang kehilangan tempat tinggal,” kata Irawan Asaad, Direktur Mobilisasi Sumber Daya. “Masa depan bumi tergantung dari pilihan kita hari ini.”
Acara ini bukan sekadar seremonial, tapi jadi momen penting untuk menyadarkan bahwa generasi muda bukan hanya pewaris bumi—mereka juga penjaganya. Karena menyelamatkan bumi, berarti menyelamatkan masa depan kita semua.
“Adik-adik sekalian adalah agen perubahan. Kalian punya semangat, kecerdasan, dan teknologi di tangan kalian. Jangan mengingat aksi kecil. Dari situlah perubahan besar dimulai,” tegas Irawan, menyemangati peserta.
Data dari United Nations Development Programme (UNDP) pun menampilkan kenyataan yang tak bisa diabaikan: 99% populasi dunia menghirup udara yang tidak sehat, emisi gas rumah kaca meroket, dan kekeringan berpotensi memaksa 700 juta orang mengungsi pada tahun 2030. Dan jangan lupakan hutan dunia yang terus menyusut—10 juta hektar hilang setiap tahun!
Selalu ada harapan
Indonesia telah menunjukkan langkah nyata. Sejak meratifikasi Protokol Montreal tahun 1992 dan Amandemen Kigali pada tahun 2022, negeri ini secara konsisten mengurangi penggunaan bahan kimia perusak ozon. Bahkan penggunaan HCFC berhasil ditekan 55% pada tahun 2023.
Bukan hanya itu. Target rehabilitasi 600.000 hektar mangrove hingga 2024 sedang dikejar. Mengapa mangrove? Karena tanaman ini jago sangat menyerap karbon—bahkan lebih efisien dari hutan tropis biasa. Di kancah global, Indonesia juga berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 43,2% pada tahun 2030 melalui dokumen Nationally Determined Contribution (NDC). *