Polusi Plastik Menyeret Burung Laut ke Lubang Bahaya yang Mengerikan

oleh -8 kali dilihat
Indonesia Butuh Lebih Banyak Penelitian tentang Dampak Plastik di Laut
Dampak sampah plastik di laut/Foto-tempo.co

Klikhijau.com – Hujan deras meluapkan kali yang mengaliri sawah. Luapan itu tidak hanya membawa air, tetapi juga sampah, khususnya sampah plastik.

sampah itu, sebagian mampir ke sawah. Sebagiannya lagi terus ke sungai lalu menuju laut. Di laut, sampah plastik tidak hanya datang dari kali yang mengaliri sawah, tapi dari segala arah.

Sampah-sampah itu berkumpul—menjadikan laut sebagai “rumah”. Karenanya, tak mengherankan  jika sebuah penelitian baru mengungkap jika sampah plastik tidak hanya memberi bahaya secara fisik, tetapi juga ancaman biologis yang lebih dalam.

Studi baru yang dipublikasikan dalam jurnal Environmental Pollution menunjukkan bahwa plastik yang tertelan dapat melepaskan zat kimia pengubah hormon pada fulmar utara, spesies burung laut yang menghuni Atlantik Utara dan Pasifik Utara.

KLIK INI:  Hilangnya Keanekaragaman Hayati Jadi Penyebab Wabah Penyakit Menular?

Para peneliti dari UC Santa Cruz dan San Diego Zoo Wildlife Alliance melakukan penelitian Tersebut. Temuan mereka menunjukkan bahwa plastik dapat mengganggu sistem hormonal burung secara kimiawi.

Ancaman tersebut jika ditelisik lebih dalam, dampaknya lebih mengerikan, sebab dapat memengaruhi kelangsungan hidup, reproduksi, dan perilaku burung.

Plastik mungkin terlihat tidak aktif, tetapi di dalam perut burung, plastik menjadi bahan kimia berbahaya.

Studi tersebut mengungkap bagaimana polusi laut diam-diam mengubah biologi spesies laut melalui satu per satu serpihan yang ditelan.

KLIK INI:  Perihal Tapir, Satwa Aneh yang Memiliki Hari Istimewa Tersendiri

“Kita sudah lama mengetahui bahwa konsumsi plastik dapat menyebabkan bahaya fisik pada burung laut, tetapi penelitian ini menunjukkan bahwa hal itu mungkin juga memiliki efek biologis tersembunyi,” kata penulis utama  studi tersebut, Liesbeth Van Hassel

Hassel juga mengungkapkan bahwa hal yang paling mengkhawatirkan adalah zat kimia, karena tidak hanya lewat begitu saja, tetapi berinteraksi dengan reseptor hormon utama dalam tubuh.

 Menggunakan burung fulmar

Para peneliti menganalisis aktivitas reseptor estrogen (ER) di fulmar utara. ER sangat penting untuk reproduksi dan perkembangan. Banyak bahan kimia yang terkait dengan plastik meniru atau memblokir estrogen, bertindak sebagai xenoestrogen.

Untuk menyelidiki hal ini, para ilmuwan membandingkan respons ER manusia dan fulmar menggunakan uji reporter luciferase.

KLIK INI:  6 Hal yang Bisa Dilakukan Merayakan Hari Bumi di Tengah Pandemi

ER kedua spesies tersebut diaktifkan oleh bahan tambahan plastik umum seperti bisphenol A (BPA), bisphenol S (BPS), 4-octylphenol (4-OP), dan benzyl butyl phthalate (BBP). Mereka dihambat oleh racun yang diketahui seperti tetrabromobisphenol A (TBBPA) dan polychlorinated biphenyls (PCBs).

Kesamaan dalam respons ini menimbulkan kekhawatiran tentang dampak pada seluruh ekosistem. Zat kimia yang keluar dari plastik tidak hanya melewati hewan, tetapi juga mengikat reseptor utama yang mengendalikan sistem biologis.

Dalam penelitian tersebut, plastik yang diambil dari perut 27 burung fulmar direndam dalam pelarut. Cairan yang keluar diuji pada reseptor hormon burung fulmar yang diklon. Tiga belas burung memiliki plastik yang mengaktifkan atau memblokir reseptor hormon pada hari pertama.

Sembilan di antaranya masih menunjukkan gangguan setelah lima dan empat belas hari, yang memperlihatkan ancaman berkepanjangan.

KLIK INI:  Polusi Plastik dan Pemanasan Global Berada dalam Lingkaran Setan

Burung fulmar utara sering digunakan sebagai indikator polusi plastik laut. Kebiasaan makan di permukaan membuat mereka terpapar mikroplastik, dan perut mereka dapat menahannya selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Penahanan yang lama ini meningkatkan kemungkinan penyerapan bahan kimia.

Antara fulmar dan manusia

Penelitian ini juga menganalisis polimer dalam plastik yang tertelan. Dengan menggunakan spektroskopi inframerah, mereka mengidentifikasi polietilena (60%), polipropilena (35%), polietilena tereftalat (3%), dan 2% bahan yang tidak dapat diidentifikasi.

Namun, jenis plastik tidak memprediksi respons hormonal. Hal ini menunjukkan bahwa zat aditif – bukan bahan dasarnya – yang menyebabkan kerusakan.

“Beberapa plastik ini terus mengeluarkan bahan kimia aktif selama dua minggu,” kata Christopher Tubbs, rekan penulis dan Direktur Asosiasi Ilmu Reproduksi di San Diego Zoo Wildlife Alliance.

KLIK INI:  Antisipasi Lonjakan Timbulan Sampah Saat Idul Fitri, Ini yang Dilakukan KLHK

“Hal ini menunjukkan bahwa burung laut tidak hanya menelan bahan-bahan berbahaya — mereka mungkin juga menerima dosis berkelanjutan dari bahan kimia pengubah hormon,” tambahnya.

Sementara itu, antara fulmar dan manusia menunjukkan reaksi serupa terhadap bahan kimia tertentu, sensitivitasnya bervariasi berdasarkan zat dan konsentrasi.

Misalnya, ER manusia merespons lebih kuat terhadap BPA dan BPS, sementara ER fulmar lebih sensitif terhadap 4-OP. Perbedaan ini menyoroti pentingnya pengujian sistem hormon khusus spesies daripada hanya mengandalkan model manusia.

Studi tim ini menawarkan data pertama yang menunjukkan bahwa reseptor estrogen burung laut dapat terganggu oleh bahan kimia yang dilepaskan dari plastik asli yang didaur ulang di laut.

KLIK INI:  6 Gaya Hidup yang Mesti Diubah untuk Membantu Atasi Krisis Iklim

Ini memberikan contoh peringatan tentang bagaimana plastik membahayakan satwa liar tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara kimia dan hormonal.

Tujuan dari studi tersebut adalah untuk mengungkap risiko tersembunyi bagi spesies dan menerapkan pengetahuan ini dalam ilmu konservasi. Temuan studi tersebut menyoroti perlunya mengurangi limbah plastik dan membatasi penggunaan bahan tambahan berbahaya.

KLIK INI:  Ratusan Plastik di Perut Antarkan Seekor Penyu pada Kematian

Sumber: Earth