Klikhijau.com – Bongkudai Baru, Kecamatan Moat, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), dari desa inilah salah satu akses pendakian menuju puncak Cagar Alam Gunung Ambang dimulai.
Dimulai dari titik ini puluhan bahkan ratusan pendaki yang bersiap untuk melakukan perjalanan menuju puncak gunung yang berada di Propinsi Sulawesi Utara (Sulut) ini.
Sebelum melakukan pendakian, sudah menjadi kebiasaan dari dulunya para pendaki melakukan registrasi di rumah Kepala Desa setempat sebelum melanjutkan perjalanan menuju puncak setinggi 1975 meter dari permukaan laut tersebut.
Dataran tinggi daerah itu memang dikenal sebagai daerah ketinggian yang memiliki banyak destinasi wisata menarik yang menjadi menjadi primadona pengunjung di kalangan para pendaki, pecinta alam, dan petualang dari dalam dan berbagai luar kota besar khususnya di Sulut.
Biasanya di akhir pekan, atau hari-hari besar Nasional umumnya, akan nampak ramai pendaki yang rela menghabiskan waktunya melakukan pendakian Gunung Ambang yang tepat berada di perbatasan Kabupaten Boltim dan Minsel ini.
Pendakian ke puncak Gunung Ambang
Selain jalur ini, sebenarnya ada jalur lain untuk melakukan pendakian ke Puncak Cagar Alam Gunung Ambang, namun meski cukup menantang dengan kontur menanjak hampir tanpa jeda, dijalur ini pendaki akan disuguhkan dengan pesona Air Terjun yang terletak di Desa Purwerejo.
Gunung bеrарі tеrѕеbut mеmіlіkі bеbеrара kаwаh dengan diameter sekitar 400 m dаn lіmа bіdаng solfatara. Terdapat pula dua buah dаnаu уаng mеndаmріngі gunung ini, letaknya реrѕіѕ bеrаdа di bаwаh kaki Cagar Alam Gunung Ambang, yakni, Danau Mооаt dаn Danau Tondok.
Selain pemandangan dari Puncak Gunung Ambang yang terbentang di 3 wilayah kabupaten, yakni Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Minahasa Selatan dan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, pendaki biasanya akan bertemu dengan binatang langka dilindungi.
Namun sayangnya, sudah jarang binatang Yaki (Macaca Nigra), serta binatang liar lainnya yang dapat dijumpai. Adapun jejaknya hanya berupa suara-suara dari kejauhan.
Terlebih lagi binatang Anoa yang dilindungi, meskipun hanya pernah terdengar dari cerita ke cerita, sejak awal Pewarta mulai melakukan pendakian dari semua jalur sedari tahun 2019, meskipun pernah mengetahui keberadaanya lewat tanda adanya aktivitas, untuk saat ini tidak ada lagi.
Kalaupun ada binatang Anoa yang menetap di Cagar Alam Gunung Ambang, itu hanya terdengar dari cerita orang saat binatang langka dilindungi tersebut terjerat oleh perangkap warga.
Pada Tahun 2006 saat saya masih duduk di bangku kuliah pernah mengikuti penelitian milik teman asal Kota Ternate Kasman Nurdin, yang bersama -sama mengambil S1 Fakultas Kehutanan UDK di Kotamobagu, dengan judul ‘Pemanfaatan Ruang oleh Marga Ninox’ dengan menggunakan Metode Line Transek dengan alat dukung Binocullar, GPS,Radio Recording. Ditemui hasil pengolahan data yang didapat di lapangan sebaran populasinya sudah jauh dengan keberadaanya saat ini.
Pengawasan kawasan
Kepala Desa Bongkudai Baru Jerol Kamu, saat di wawancarai Klikhijau.com di rumahnya mengaku keinginan dirinya selaku pemerintah desa setempat untuk tetap berpartisipasi dalam mempertahankan keutuhan Cagar Alam Gunung Ambang mengaku terkendala dengan kondisi dan jarak tempuh ke Lokasi Puncak Gunung tersebut.
Saat ini dirinya hanya bisa memonitor dan menghimbau warganya untuk tetap melestarikan Kawasan penyanggah itu. Terlebih terdapat beberapa jenis satwa endemik yang dilindungi, meski diketahui bahwa hal yang tak bisa dipungkiri kondisi sosial ekonomi masyarakat yang umumnya lebih menggantungkan kehidupanya berkebun di sekitar kawasan Cagar Alam Gunung Ambang.
Pun katanya jika ada pembukaan kebun baru, dirinya lansung menegur warga, itupun hingga saat ini berdasarkan pengetahuanya belum ada indikasi.
Jerol Juga mengaku sangat kagum dengan kawasan wisata Gunung Bromo yang pernah dikunjunginya, dan berharap dapat menjadikan Gunung Ambang menjadi seperti itu.
“Jika saja akses jalan bisa sampai ke Kawasan Puncak, maka pengunjung dari segala usia bisa menikmati keindahannya. Selain itu kita bisa dengan cepat merespon laporan jika nanti ada tindakan kejahatan lingkungan dan kehutanan yang terjadi di lokasi tersebut,” ujarnya.
Namun sayang kata Jerol, hal itu masih dalam pikiranya saja, tetapi bakal akan ia lakukan dengan perlahan mempelajari regulasi yang ada jika tak salah menggunakan Anggaran Dana Desa demi kebutuhan pembangunan akses jalan Pariwisata Cagar Alam Gunung Ambang.
“Akan banyak keuntungan untuk desa khususnya dan Pemkab Boltim Umumnya, terlebih bisa meransang para turis lokal maupun mancanegara yang berkunjung ke gunung ambang dan yang pastinya akan mendatangkan devisa yang banyak,” katanya.
Sayangnya berdasarkan keterangan sejumlah sumber resmi yang didapat media ini, keterlibatan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut dalam melakukan monitoring Cagar Alam Gunung Ambang, bisa dibilang tergolong minim.
Sampai berita ini tayang, BKSDA Sulut belum bisa memberi tanggapan lebih, meski sudah menyurat resmi lewat Email aktif berdasarkan arahan Admin Akun Resmi BKSDA Sulut.
“Luas cagar alam gunung ambang sesuai SK.29/menlhk/setjen/PLA.2/1/2017 tanggal 24 januari 2017 15.003,49 ha,” tulis Admin BKSDA Sulut.