- Perihal Buncis dan Pengalaman Pertama Memanennya - 28/03/2024
- Bongo’, Meski Dibenci Tetap Memberi Banyak Manfaat - 26/03/2024
- Mikroplastik di Dada Ibu - 10/03/2024
Klikhijau.com – Ancaman polusi udara semakin nyata dan sulit dihindari. Setiap hari kita menghirupnya sehingga membuka gerbang penyakit menyusup ke dalam tubuh, yang bisa berakibat fatal. Ini dibuktikan sebuah penelitian yang menyatakan polusi udara kini membunuh lebih banyak daripada rokok.
Pencemaran udara diketahui dapat memengaruhi jantung dan sirkulasi darah dalam berbagai cara, terutama dengan merusak dinding pembuluh darah dan membuatnya menjadi lebih sempit. Pada akhirnya, itu akan mengganggu fungsi elektrik jantung dan penyumbatan darah.
Sebuah penelitian baru yang dipimpin ilmuwan dari Max Planck Institute for Chemistry ini dan dipublikasikan pada European Heart Journal menemukan hasil mencengangkan bahwa pencemaran udara bertanggung jawab atas sembilan juta kelahiran prematur setiap tahunnya. Angka ini meningkat dua kali lipat dari yang diperkirakan.
Sebuah data menunjukkan pencemaran udara menjadi penyebab 8,8 juta kematian. Di Eropa sendiri, diyakini ada sekitar 790 ribu orang yang mengalami kematian dini akibat udara buruk.
“Dengan ini, artinya polusi udara menyebabkan lebih banyak kematian ekstra dalam setahun dibanding rokok yang memicu 7,2 kematian pada 2015,” papar Profesor Thomar Munzel, peneliti dari Department of Cardiology at the University Medical Centre Mainz seperti yang ditayangkan Nationalgeographic.co.id, Senin, 18 Maret 2019 lalu.
Munzel juga mengungkapkan bahwa bahaya polusi udara karena tidak bisa dihindari. Ia bisa diemukan di mana-mana dengan tingkat kefatalan yang lebih tinggi bagi kesehatan dibandingkan rokok
“Merokok bisa dihindari, tapi polusi tidak,” ujarnya.
Di Eropa kematian yang berkaitan dengan polusi, sekitar 40 ningga 80%-nya disebabkan oleh penyakit kardiovaskular, seperti serangan jantung dan stroke.
Sementara itu, Profesor Jos Lelieveld, dari Max Planck Institute for Chemistry mengingatkan pentingnya menggunakan energi yang lebih bersih dan terbarukan, sebab bisa mengurangi angka kematian yang disebabkan polusi udara.
“Ketika menggunakan energi yang lebih bersih dan terbarukan, kita tidak hanya memenuhi Perjanjian Paris untuk mengurangi dampak perubahan iklim, tapi juga bisa mengurangi tingkat kematian terkait polusi udara di Eropa hingga 55%,” tegasnya.
Penelitian ini secara khusus meneliti dampak PM2.5, yakni partikel kecil (berukuran tidak lebih dari 2,5 mikrometer atau 0,0025 milimeter) yang dapat menembus ke dalam paru-paru dan sistem pernapasan. Partikel berbahaya ini kebanyakan berasal dari knalpot kendaraan, pembakaran kayu, produksi industri, dan bahan bakar fosil.
“Karena sebagian besar partikel dan polutan udara lainnya berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, kita perlu beralih ke sumber lain untuk menghasilkan energi,” ujar Profesor Jos Lelieveld.
Metode yang digunakan pada penelitian ini termasuk baru, yaitu dengan mengambil banyak pandangan, termasuk dari tingkat polusi udara di berbagai negara, dampak negatif polusi, serta faktor penyebab pencemaran seperti kepadatan populasi, usia, dan kualitas fasilitas kesehatan.
Dengan adanya penelitian terbaru ini, tim ilmuwan meminta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengubah batas kadar PM2.5 yang ditetapkan selama ini demi kelangsungan hidup yang lebih nyaman dan lama*