Waspada, Mengejar Kebahagiaan Dapat Membuat Kita Merasa Lebih Buruk

oleh -9 kali dilihat
Survey Global Walls, Persepsi Kebahagiaan Berubah di Masa Pandemi
Ilustrasi Kebahagiaan - Foto/MajalahCSR

Klikhijau.com – Terlalu berfokus pada kebahagiaan dapat membuat orang merasa hampa. Demikian temuan studi yang dipublikasikan dalam Psikologi Terapan: Kesehatan dan Kesejahteraan

Kenapa bisa demikian? Sebab mengejar kebahagian akan berujung pada kelelahan mental. Akibatnya, menurut  studi yang dipimpin oleh Profesor Sam Maglio dari Universitas Toronto Scarborough merasa ingin bahagia dapat menguras tekad da energi kita.

Kelelahan mental dapat menguras kendali diri yang dibutuhkan untuk mempertahankan kebiasaan baik. Hal ini juga meningkatkan kemungkinan menyerah pada godaan yang menggerogoti kesejahteraan.

Kita kerap membayangkan semakin banyak kebahagiaan berarti semakin sedikit masalah, namun memaksakan pandangan tersebut dapat menguras pikiran.

KLIK INI:  ISF Targetkan Kesepakatan Energi Berkelanjutan di Penutupan Forum 2024

Padahal membiarkan diri kita mengalami pasang surut dapat membuat momen-momen indah itu terasa lebih autentik. Menghindari perburuan perasaan positif yang tiada henti membuat pengendalian diri lebih kuat saat godaan muncul.

Orang yang membiarkan kebahagiaan tumbuh secara alami sering kali menyimpan cukup banyak kekuatan mental untuk mengejar tujuan jangka panjang. Pendekatan yang mantap ini membuahkan hasil saat tantangan tak terduga muncul.

Studi  tersebut menyodorkan bukti dari ratusan peserta yang menunjukkan bahwa upaya untuk meningkatkan kebahagiaan membutuhkan energi mental yang serius. Satu tes menggunakan dorongan “kebahagiaan” yang halus dan kemudian mengukur seberapa sering orang menikmati makanan lezat.

KLIK INI:  Kupu-kupu Terancam Punah, Piramida yang Lain Juga Ikut Hancur Termasuk Manusia

Kelompok yang terpapar isyarat tersebut makan lebih banyak camilan daripada mereka yang tidak terpengaruh. Pola ini menunjukkan bahwa pengaturan diri mereka terganggu saat kebahagiaan menjadi prioritas.

Mengejar kondisi emosional yang menyenangkan dapat berarti mengabaikan tugas-tugas lain yang membutuhkan disiplin. Alih-alih berfokus pada tanggung jawab sehari-hari, beberapa orang terjebak dalam siklus pencarian kegembiraan yang konstan.

Menguras sumber daya mental

Mengejar kebahagiaan dapat menguras sumber daya mental yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang seimbang. Seiring waktu, hal ini menyebabkan lebih banyak frustrasi ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai harapan.

KLIK INI:  Ini Alasannya, Kenapa Tidur yang Cukup Penting Bagi Remaja?

Menggambarkan kebahagiaan seperti komoditas yang tak terbatas memberi tekanan pada orang untuk mendapatkannya dengan cara apa pun. Ketika pengejaran itu terjerat dengan identitas pribadi, hal itu dapat terasa seperti kegagalan jika setiap hari tidak dipenuhi dengan kegembiraan.

Energi emosional tidaklah tak terbatas. Memprioritaskan kegembiraan setiap saat berarti berkurangnya daya pikir untuk menahan dorongan hati, memecahkan masalah, atau mengelola stres.

“Tenang saja. Jangan berusaha untuk selalu merasa sangat bahagia,” kata Maglio, yang turut menulis penelitian tersebut bersama Aekyoung Kim dari Universitas Sydney.

Profesor Maglio menekankan perlunya menerima momen-momen baik yang datang secara alami tanpa memaksakannya.

Penelitian yang didukung oleh Dewan Riset Ilmu Sosial dan Humaniora Kanada , menambah bukti lain bahwa kebahagiaan sulit diatur. Alih-alih melihatnya sebagai sesuatu yang harus ditimbun, para ahli menyarankan pandangan yang lebih seimbang.

KLIK INI:  Temuan Baru Manfaat Kulit Daun Lidah Buaya, Dapat Sejahterakan Petani

Mendengarkan hal-hal yang memicu rasa puas yang tulus sering kali lebih baik daripada terlalu berfokus pada setiap gelombang emosi. Kesenangan kecil, hubungan yang bermakna, dan relaksasi yang penuh perhatian dapat meningkatkan kesehatan mental tanpa menguras kemampuan kita dalam mengatasi masalah.

Sedikit penerimaan bisa sangat bermanfaat. Penelitian menunjukkan bahwa bersikap baik kepada diri sendiri meningkatkan ketahanan, bahkan jika hari itu tidak tampak sempurna.

Berhenti mengejar kebahagiaan

Kepuasan hidup sehari-hari dapat diwujudkan dengan menikmati rutinitas sederhana, merangkul teman-teman yang suportif, dan merayakan kemenangan-kemenangan kecil. Mencari kondisi bahagia di setiap kesempatan mungkin hanya akan membuat rasa lelah lebih minim.

KLIK INI:  Bahagia itu Sederhana, Cukup Berbuat Baik, Ini Alasannya!

Memilih kegiatan yang bermakna daripada mengejar kebahagiaan dengan senyum yang dipaksakan dapat memperkuat pengaturan diri. Merasa rileks tentang kebahagiaan membantu kita terhindar dari jebakan mental.

Mengambil jeda dari dorongan untuk menjadi lebih bahagia dapat membebaskan energi vital. Mengambil jeda mengurangi beban emosional dan mendukung perspektif yang lebih jelas.

Belajar mengenali bahwa kebahagiaan tidak selalu dapat terwujud dengan sendirinya dapat mengurangi stres. Menerima suasana hati yang buruk sesekali dapat meningkatkan kapasitas kita untuk menangani tugas sehari-hari.

Melepaskan gagasan bahwa mengejar kebahagiaan berarti kegembiraan yang konstan memberi ruang bagi perubahan suasana hati yang alami. Ketika pengendalian diri tetap utuh, lebih mudah untuk menolak perbaikan cepat yang merusak kesejahteraan.

KLIK INI:  Benarkah Kesepian Bisa Sebabkan Kematian Dini?

Orang yang menghindari mengaitkan harga diri mereka dengan keceriaan yang terus-menerus mungkin menemukan cara yang lebih sederhana untuk tetap seimbang. Mereka mungkin lebih menikmati pengalaman sehari-hari ketika mereka berhenti mengawasi setiap momen demi kesempurnaan.

Pada akhirnya, penelitian menunjukkan bahwa berusaha terlalu keras untuk mencapai kebahagiaan dapat menguras energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan kebiasaan sehat, yang menyebabkan ketidakpuasan yang lebih besar seiring berjalannya waktu.

KLIK INI:  Menyorot 3 Peran Bambu bagi Kemerdekaan Indonesia

Dari: Earth