Walhi Sulsel Kecam Aktivitas Tambang Marmer di Hulu Sungai Walanae Kabupaten Bone

oleh -393 kali dilihat
Walhi Sulsel Kecam Aktivitas Tambang Marmer Di Hulu Sungai Walanae Kabupaten Bone
Gambar posisi tambang - Foto/WALHI Sulsel

Klikhijau.com – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel mengecam aktivitas tambang marmer yang berada di Kecamatan Bontocani Kabupaten Bone. Kecaman ini disampaikan Walhi disaat momentum hari jadi Kabupaten Bone yang ke-691.

Penolakan aktivitas tambang yang diiniasi Walhi Sulsel bersama masyarakat setempat bermula ketika perusahaan tambang PT Emporium Bukit Marmer telah mengantongi surat izin eksplorasi tambang marmer dengan luas 126,5 Ha di Desa Bontojai dan Bulusirua.

Menurut informasi dari hasil investigasi Walhi, lokasi tambang berada tepat di sekitar Hulu DAS Walanae. Aktivitas tambang ini dianggap akan berdampak buruk bagi ekosistem sungai, yang tengah dalam kondisi kritisnya.

Selama ini, Sungai Walanae mengambil peran penting bagi masyarakat dan mahluk yang menetap di sekitar sungai. Sungai Walanae telah menjadi sumber mata air untuk rumah tangga maupun irigasi pertanian warga. Untuk itu, kerusakan hulu sungai akan berdampak bagi kehidupan sekitarnya.

Slamet Riadi selaku Staf Walhi Sulsel menjelaskan, “Hasil investigasi kami di lapangan menunjukkan bahwa pembukaan lahan secara massif untuk aktivitas pertambangan dan pembukaan jalan jelas akan berdampak buruk pada jasa lingkungan hulu DAS Walanae sebagai sumber mata air dan saluran irigasi masyarakat,” tutur Slamet.

KLIK INI:  DAS Jeneberang Kritis, Begini Masukan Walhi Sulsel

Penolakan masyarakat juga diperkuat setelah beberapa kali terjadi longsor di sekitar wilayah Bontocani. Masyarakat menganggap daerah Bontocani merupakan kawasan rawan longsor. Hal ini disampaikan salah seorang perwakilan aliansi Tolak Tambang Bontocani.

“Longsor sangat sering terjadi di Bontocani ini karena memang dipengaruhi oleh sifat tanahnya. Makanya kami tegas menolak pertambangan marmer Bontocani untuk melindungi kampung halaman kami dari bahaya dan bencana,” jelasnya.

Di sekitar wilayah tambang, terdapat beberapa leang diantaranya Leang Biccu dan Leang Ondungan, yang memiliki nilai sejarah yang kaya akan kekhasan budaya setempat. Gua ini menjadi monumen sejarah bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Karena itu, Walhi Sulsel menganggap sebaiknya pemerintah setempat melakukan upaya perlindungan kawasan budaya tersebut. Aktivitas tambang, selain merusak ekologis juga dianggap menghilangkan nilai budaya masyarakat setempat.

“Baik di lokasi maupun sekitar pertambangan terdapat banyak gua yang menyimpan catatan sejarah dan budaya yang sangat penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Seharusnya kawasan ini dijaga serta dilindungi dan tidak untuk ditambang. Apalagi Bone ini terkenal dengan adat dan budayanya,” lanjut Kordinator Kajian dan Advokasi Walhi Sulsel ini, sambung Slamet.

KLIK INI:  Perihal Permen LHK tentang Food Estate, WALHI: Membuka Kran Deforestasi Akut!
Dinilai cacat prosedural
tambang marmer
Lokasi tambang – Foto/ WALHI Sulsel

Aktivitas tambang di sekitar hulu sungai Walanae dianggap cacat prosedural. Hal ini ditegaskan Aliansi menyusul keluarnya surat pemberitahuan dari pihak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang yang bertugas di Wilayah Sungai Walanae-Cenranae, kepada Aliansi Tolak Tambang Bontocani.

Dalam suratnya, BBWS menegaskan bahwa mereka belum pernah mengeluarkan surat izin pertambangan di sekitar wilayah Hulu DAS Sungai Walanae.

Slamet menambahkan, “Melalui surat balasan dalam bentuk pemberitahuan dari BBWS Pompengan-Jeneberang maka kami menduga kuat penerbitan izin usaha pertambangan Marmer di Desa Bontojai dan Bulusirua cacat prosedural dan juga membahayakan masyarakat serta lingkungan di Bontocani,” jelas Staf Kajian dan Advokasi Walhi Sulsel.

Untuk itu, Walhi Sulsel mendesak agar pihak pemerintah setempat, khususnya Pemprov Sulsel untuk segera menghentikan aktivitas pertambangan di wilayah Bontocani. Slamet juga berharap Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan mengeluarkan rekomdendasi penghentian aktivitas tambang yang akan mengancam kelestarian ekologi dan budaya masyarakat setempat.

“Olehnya itu kami mendesak Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan untuk menerbitkan rekomendasi penghentian tambang yang akan mengancam eksistensi gua pra-sejarah di Bontocani dan kepada pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk segera mencabut izin pertambangan PT Emporium Bukit Marmer di Desa Bontojai dan Bulusirua,” tegas Slamet.

KLIK INI:  Reklamasi Makassar New Port Dinilai Menyusahkan Nelayan Kodingareng