Tyas, Perempuan yang Bertarung Menyelamatkan Hutan di Sumatera dan Kalimantan

oleh -414 kali dilihat
Tyas, perempuan penyelamat hutan
Tyas, perempuan penyelamat hutan/detik.com
Irhyl R Makkatutu

Kesuksesannya di kominitas Orang Rimba dalam melakukan advokasi, kini Tyas dipercayakan kembali untuk mendampingi suku Dayak di Kalimantan Timur (Kaltim). Tantangan baru ini membuatnya ingin mengimplementasikan apa yang sudah dia pernah kerjakan di Jambi.

Tahun 2015 lalu, awal pertama bagi ‘Kartini’ masa kini menapak kaki di komunitas suku Dayak. Ini dilakukan setelah WARSI berkolaborasi dengan Kawal Borneo Community Foundation (KBCF) untuk melakukan advokasi perlindungan hutan dan pendampingan masyarakat di sekitar hutan dengan skema Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM).

Tentu bukan hal yang mudah bagi perempuan yang pernah mengikuti Sekolah Filsafat Yayasan Yasna Polyana, Purwokerto tahun 2006/2007 untuk bisa diterima masyarakat Dayak. Butuh ketekunan dan kesabaran, walau dia pernah mendampingi komunitas Orang Rimba di Jambi.

“Karakter masyarakatnya pasti beda antara Orang Rimba dan Dayak. Perbedaan ini pula yang menjadi motivasi bersama kawan-kawan untuk melakukan pendampingan dalam pengelolaan hutan alam yang tetap menjunjung tinggi adat istiadat dan regulasi yang sudah ada,” kata Tyas.

KLIK INI:  BBKSDA Sulsel Peringati Hari Hutan dan Air dengan Kampanye Konservasi dan Tanam Pohon Bersama

Tantangan yang tak kalah pentingnya lagi, kehadiran WARSI awalnya belum mendapat hati di masyarakat setempat. Karena memang selama ini WARSI lebih populer di kawasan hutan belantara di Sumatera. Tantangan itu menjadi penyemangat untuk bisa memberikan pendampingan ke suku Dayak.

Untuk melakukan pendekatan terhadap masyarakat setempat, Tyas pun harus belajar dengan ragam budaya dari berbagai suku-suku Dayak yang ada di sana. Komunitas masyarakat yang akan didampingi berada di kawasan Hulu Mahakam di Kab Kutai Barat. Untuk mendapat akses ke suku Dayak itu, dia keluar masuk kawasan dengan menerobos sungai di kawasan hutan belantara. Sungai dengan jeram yang terjal, menjadi santapan sehari-hari dalam menempuh perjalanan. Pun demikian, Tyas dan aktivis lainnya tetap semangat.

Di sana, wanita ini melakukan advokasi keberbagai suku Dayak. Ada suku Dayak Tunjung, Dayak Bahau, Dayak Kenyah, Dayak Punan, Dayak Oheng. Tyas ditantang bagaimana hutan-hutan alam yang selama ini didiami masyarakat Dayak bisa tetap dipertahankan dari maraknya penguasaan lahan oleh investor.

Tyas bersama timnya punya tugas sangat penting. Mereka mengajak masyarakat Dayak untuk tidak lagi memberikan hutannya diekspolitasi perusahaan pertambangan dan perkebunan sawit. Masuknya perusahaan raksasa di sana, membuat masyarakat Dayak hidupnya cenderung konsumtif ingin memperoleh hasil lebih cepat. Mereka rela hutannya diambil untuk dijadikan pertambangan atau kebun sawit sepanjang menghasilkan uang. Pola pikir inilah yang harus dihempang Tyas agar hutan bisa terselamatkan.