Tyas, Perempuan yang Bertarung Menyelamatkan Hutan di Sumatera dan Kalimantan

oleh -414 kali dilihat
Tyas, perempuan penyelamat hutan
Tyas, perempuan penyelamat hutan/detik.com
Irhyl R Makkatutu

Klikhijau.com – Setelah membaca artikel Seruan “Selamatkan Rimba Terakhir” Menggema di Forum Diskusi WALHI Sulsel. Saya tertari mencari tahu tentang rimba. Rasa tertarik itu mempertemukan saya dengan Siswaningtyas Tri Nugraheni yang akrab di sapa Tyas. Saya bertemu dengan Tyas melalui tulisan Chaidir Anwar Tanjung di detik.com, Senin 23 April 2018

Tyas adalah tokoh yang diceritakan, dan saya sebagai pembaca dari kisahnya. Saya pikir, pembaca dan tokoh yang dituliskan seseorang dalam tulisannya saling menemukan, karenanya saya mengatakan saja bertemu dengan Tyas. Tulisan Chaidir Anwar Tanjung mengenai Tyas sangat panjag, seribu kata lebih. Berikut cerita lengkapnya.

Kaki wanita ini melangkah di pedalaman hutan memberikan advokasi Orang Rimba di Jambi di kawasan hutan belantara di Sumatera. Sukses di pulau Andalas, Siswaningtyas Tri Nugraheni (37) kini mengadvokasi suku Dayak di Kalimantan Timur dalam penyelamatan hutan.

KLIK INI:  26 Profesor Bertemu Menteri LHK Bahas Penataan Pemukiman Masyarakat di Kawasan Hutan

Tyas adalah aktivis kaum Kartini yang bergabung di Komunitas Konservasi Indonesia WARSI yang berpusat di Jambi. Sejak tahun 2008, dia menghabiskan waktunya untuk melakukan pendampingan di Suku Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) di Provinsi Jambi.

Pendampingan yang dia lakukan di Orang Rimba, dalam hal menjaga wilayah hutan dari perambahan pelaku ilegal logging. Kawasan TBND dikelilingi 23 desa, di dalam taman dihuni suku Rimba.

Desa dengan kawasan TNBD saling berdampingan. Tyas waktu itu mendapat pendampingan di bagian selatan. Wilayah selatan ini ada desa yang langsung berbatasan dengan taman.

Karakter orang desa dengan orang Rimba berbeda. Budayanya juga jauh berbeda. Di sinilah, tugasnya Tyas bagaimana kedua kultur yang berbeda itu saling dijaga agar tidak terjadi konflik.

Di dalam taman nasional, Tyas memberikan edukasi bagaimana masyarakat yang hidup di dalam hutan ini diberikan pertanian karet. Mereka diharapkan tidak lagi pola hidup yang nomaden.

“Jadi kita memberikan pengertian mencoba mereka mengajak mengola lahan yang sudah ada dengan menanam karet. Ini paling cocok buat mereka, dengan harapan mereka tak lagi berpindah-pindah dalam mencari ekonomi,” kata Tyas dalam perbincangan dengan detikcom, Senin 23 April 2018.

Tyas menjadi jembatan antara Orang Rimba dengan masyarakat desa. Karena keduanya memiliki perbedaan budaya yang cukup berbeda. Satu sisi, mereka hidup dalam satu kawasan yang sama.

Dalam budaya Orang Rimba, hasil hutan, semisal petai, jengkol getah jernang (getah rotan) menjadi milik bersama. Siapa duluan yang melihat, boleh mengambil hasilnya di dalam kawasan taman.

Tapi, hal itu akan menjadi masalah, bila budaya Orang Rimba itu mereka terapkan di desa. Karena bagi orang desa mengambil yang bukan di lahannya sendiri tentu dianggap sebagai pencuri.

Kondisi perbedaan budaya inilah yang kadang harus dijembatani antara keduanya. Sebab, ketika Orang Rimba keluar dari kawasan taman nasional, mereka melintas di desa dan melihat ada hasil pertanian seperti buah-buahan, petai, rotan akan mereka ambil.

Orang Rimba merasa mengambil yang demikian menjadi hal yang biasa karena prinsipnya siapa duluan yang melihat dia berhak untuk menguasainya.