- Minum Kopi di Awan - 18/10/2025
- Matamu dan Sampah di Kepalaku - 05/10/2025
- Rina dan Tawaran Mengadopsi Palem Sikas - 06/09/2025
Klikhijau.com – Dari jauh tatapan saya telah mengarah ke tumbuhan liar itu. Warnanya ungu, tumbuh liar begitu saja.
Ketika dekat, ternyata coraknya berpadu antara merah muda dengan ungu kehitaman, warna itu menyita perhatian saya.
“Ini apa namanya?” tanya saya kepada Ibu
“Itu Ralle, dulu orang biasa menjadikannya tinta,” jawab Ibu santai.
Sontak saja saya kaget ketika Ibu mengatakannya demikian. Pikiran saya melayang jauh. Memikirkan banyak hal tentang ralle itu—yang entah apa bahasa Indonesianya.
Ralle’ memiliki corak daun yang eksotik, jika daunnya telah menua akan terlihat ungu kehitaman, namun jika masih muda akan menampakkan dua warna dominan
Warna pertama terlihat ungu kehitaman dan warna terlihat merah mudah. Warna kedua ini mengikuti urat pada daunnya. Sedangkan batangnya terlihat dominan merah muda.
Tumbuhan liar ini tumbuh di area yang berair, semisal pinggir sungai atau rawa-rawa. Tumbuh dengan cara merambat, menyukai rawa yang berbatu.
“Saya dulu biasa memeras daunnya untuk dijadikan tinta,” kata saudara Ibu, Abdul Rahman.
Tumbuhan ini saya temukan di kebun, di Dusun Gamaccayya, Desa Kahayya, Bulukumba. Di kampung tersebut ada yang datang meneliti secara ilmiah mengenai kandunga daun ralle’ sehingga bisa menjadi tinta.
Tapi, tanpa penelitian ilmiah sekalipun sudah terbukti jika ralle’ berpotensi menjadi tinta yang ramah lingkungan.
Cepat kering di kertas
Pengalaman orang-orang terdahulu tentang fungsi ralle’ sebagai tinta telah jadi bukti jika tumbuhan liar ini bisa dimanfaatkan menjadi tinta tanpa bahan pengawet dari zat kimia.
Puang Belo, saudara laki-laki ibu yang telah lama berpulang ke sisi Tuhan, menurut Ibu ketika Puang Belo bersekolah di Cilallang, Sinjai di tahun 1960-an ketika pulang kampung ke Gamaccayya akan menyempatkan diri memeras daun ralle’ untuk dijadikan tinta
“Ia akan mengisi penuh botol kecilnya,” kata Ibu.
Cara membuat tinta dari tumbuhan ralle’ memang simple, cukup petik daunnya, remas lalu peras. Air perasannya jika terlihat sekilas tampak hitam pekat, namun sebenarnya ia berwarna ungu muda.
Saya mencoba mempraktikkan apa yang dikatakan Ibu, saya mengambil beberapa helai daun ralle’, meremas lalu memerasnya.
Air perasan itu saya coba goreskan ke buku kecil yang selalu setia saya bawa ke mana saja. Saya menulis menggunakan ranting kayu.
Ranting kayu saya celupkan ke perasan air daun ralle’, lalu menuliskannya. Hasilnya begitu tinta ralle’ menyentuh kertas ia akan mengering sehingga sulit lagi terhapus.
Warna yang dihasilkan di kertas tampak keunguan—cukup romantis untuk digunakan menulis surat cinta…hmmm.

Tentang tinta
Penemuan terpenting dalam sejarah umat manusia, salah satunya adalah tinta. Siapa yang pertama menemukannya masih bisa bisa dibincangkan.
Sebab bisa saja orang pertama menemukannya adalah orang Sulawesi Selatan. Itu dibuktikan dengan penemuan lukisan di Leang Bulu’ Sipong 4, Kabupaten Maros yang diperkirakan telah berusia lebih dari empat puluh ribu tahun. Lukisan yang mengalahkan usia lukisan di spanyol.
Sedangkan China telah tahu tinta pada abad ke-23 sebelum masehi (SM). Tinta yang dihasilkan berasal dari tanaman, hewan, dan mineral.
Tentang tinta terbaik, China menemukannya pada getah pinus yang berasal dari pohon berusia 50 hingga 100 tahun.
Sementara di India tinta telah dibuat sejak abad ke-4 SM, India menyebutnya masi. Terbuat dari tulang yang dibakar, karbon cair, semacam lem hewan. Lalu kemudian beralih ke biji merkuri dibanding menggunakan karbon.
Tinta yang digunakan sekarang ini merupakan sebuah media yang sangat kompleks, berisikan pelarut, pigmen, celupan, resin dan pelumas, sollubilizer, surfaktan, materi-materi partikuler, pemijar, dan material-material lainnya.
Komponen-komponen tinta tersebut menjalankan banyak fungsi, yakni pembawa tinta, pewarna, dan dan bahan-bahan aditif lainnya digunakan untuk mengatur aliran, ketebalan dan rupa tinta ketika kering.
Kembali ke ralle’
Selain bisa berfungsi sebagai tinta, ralle’ juga bisa menjadi tanaman hias. Ia mudah tumbuh, dan begitu tumbuh akan sulit untuk punah.
“Daunnya pun bisa tumbuh,” jelas Enre, salah seorang warga Gamaccayya. Enre masih terhitung sepupu satu kali dengan saya.
“Jangan ditanam, susah mati,” larang Ramlia, istri Enre.
“Susah mati, itu lebih bagus,” jawab saya bercanda sambil memetik daunnya untuk dibawa pulang ke rumah.
“Saya akan buat tinta,” lanjut saya.
“Memang bagus itu dijadikan tinta, juga bisa dibuat pewarna kain,” balas Ramlia. Jawaban itu semakin menebalkan kesimpulan saya jika ralle’ memang memiliki potensi besar untuk menjadi tinta—tinta alami yang ramah lingkungan.








