Topan Higibis dan Pengalaman Istimewa Melihat Jepang Hadapi Bencana

oleh -133 kali dilihat
Topan Higibis dan Pengalaman Istimewa Melihat Jepang Hadapi Bencana
Nur Rahma/foto-Ist
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com – Beberapa waktu yang lalu Jepang dilanda badai topan Higibis. Badai topan yang disebut-sebut sebagai badai terkuat sejak tahun 1958.

Dan memang seperti itulah kenyataannya. Saat badai itu terjadi kebetulan saya sedang berada di Jepang, tepatnya di dalam sebuah kampus di Kota Kanazawa, Ishikawa. Saya kebetulan mendapat kesempatan untuk merasakan atmosfer pendidikan dan riset di Jepang.

Meski bukan berada pada titik bencana yaitu negara Tokyo, namun dampak Topan Higibis pun dapat dirasakan di kota ini. Kanazawa mungkin agak sedikit beruntung dibandingkan Tokyo sebab tidak sampai mengalami tanah longsor dan banjir.

Topan Higibis yang begitu kencang hingga atap apartemen pun berguncang dengan hebat, kaca-kaca jendela berbunyi dengan kencang, sampai pula berdampak pada transportasi yang menjadi lumpuh.

KLIK INI:  Indonesia-Jepang Jajaki Kerjasama Penanganan Sampah Elektronik

Tapi inilah Jepang dengan kesigapan pemerintahnya dalam menghadapi bencana. Mulai dari menyediakan akses wifi gratis ketika listrik padam, hingga membuka swalayan lebih lama dari biasanya agar dapat memastikan bahwa seluruh penduduknya telah menyiapkan kebutuhan yang cukup saat badai tersebut datang.

Satu hal yang tak bisa terlupakan adalah saat anak-anak dari Topan higibis datang menyapa Kanazawa. Saat itu karena alasan pekerjaan di Laboratorium mengharuskan diri untuk tetap ke kampus.

Ya, memaksakan diri keluar rumah tanpa kendaraan pribadi dan saat berpapasan dengan anak-anak dari Topan Higibis membuat hati ini menjadi getar getir.

Mulai dari berpikir akan dibawa terbang bersama anak-anak Topan Higibis, hingga terpaksa harus berjalan kaki dari kampus yang letaknya cukup jauh dari apartemen.

KLIK INI:  Tradisi yang Kontroversional; Halal Kembali Memburu Paus di Jepang

Tentu saja karena informasi yang beredar bahwa kemungkinan tidak ada transportasi umum yang beroperasi hari itu. Dengan berbagai macam pemikiran aneh yang memenuhi di kepala ini, tetap saja tak menyurutkan langkah kaki untuk tetap berjalan keluar apartemen.

Keteladanan dari Jepang

Hari itu langit begitu pucat dan menampakkan kesedihannya. Seperti menyiratkan pesan bahwa anak-anak Topan Higibis akan datang menyapa. Beberapa kali, kaki ini rasanya ingin berjalan mundur, namun kembali teringat akan pepatah khas suku Bugis “sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai”.

Maka tak terasa tampaklah halte dari kejauhan. 15 menit menunggu, tak satu pun bus yang nampak, namun anak-anak Topan Higibis sepertinya mulai memberikan salam dengan teratur satu persatu.

KLIK INI:  Belantara Foundation Promosi 'Forest Restoration Project', di Pameran EcoPro 2022, Jepang

30 menit berlalu tak satu pun bus yang datang dan terpikir bahwa sepertinya penantian ini adalah sia-sia. Bahkan pula tak ada satupun warga Jepang yang nampak berlalu Lalang di dekat halte bus tersebut.

Sepertinya perjuangan untuk meninggalkan rumah, melawan dinginnya udara saat itu dan kencangnya sapaan anak-anak Topan Higibis akan menjadi sia-sia. Mulailah badan ini berbalik arah dan sedikit demi sedikit hendak berjalan mundur. Namun, sebelum hitungan langkah kedua, nampak warna merah dari kejauhan.

Ya, bus yang ditunggu dengan hati yang getar getir pun datang. Saat itu muncullah rasa kagum kepada negara Jepang. Begitu profesionalnya mereka dalam menjalankan profesi mereka, sehingga walaupun mereka tahu bahwa pada hari itu akan disapa oleh anak-anak topan Higibis, tetap saja tak menghalangi langkah mereka untuk menjalankan kewajiban mereka.

Kewajiban mengantarkan para penumpangnya ke tempat tujuan adalah suatu hal yang lebih penting bagi mereka dibandingkan ketakutan mereka terhadap bencana Topan Higibis yang datang begitu kencangnya. Tentu saja dengan berbagai risiko buruk yang akan mereka terima.

Maka sekali lagi, Jepang membuat saya semakin terpesona. Terpesona bukan hanya karena keindahan pemandangan negaranya, namun juga keteladanan yang mereka tampakkan dalam situasi buruk sekalipun.

KLIK INI:  Paradigma Keberlanjutan di Mata Para Pengusaha Muda ASEAN