Tolong, Jangan Panggil Saya “Kamu Bau!”

oleh -473 kali dilihat
Tolong, Jangan Panggil Saya "Kamu Bau!"
Ilustrasi tempat sampah/ foto-radarbangka.co.id

Klikhijau.com – Suatu waktu di Lebanon, negeri itu nyaris tenggelam karena sampahnya sendiri. Akibatnya, sekelompok orang melakukan demonstrasi di kantor pemerintahan Lebanon, meneriakkan satu frase menggelikan “kamu bau!”

Seperti dikutip BBC Indonesia, Lebanon dikepung sampah sejak 2015. Masyarakat di sana seolah tak kuasa menghadapi situasi kritis, onggokan sampah di mana-mana dan bau-nya yang menyengat.

Lautnya jorok dan dipenuhi sampah plastik. Bahkan di pantainya, tak jarang dijumpai ada limbah medis. Seperti dilaporkan BBC Indonesia, di Lebanon, sampah langsung dibuang ke laut dan TPA di pesisir. Ini memicu bencana bagi ekosistem garis pantai dan kesehatan masyarakat.

Frase “kamu bau!” seolah menjadi luapan emosi banyak orang di Lebanon. Subjek “kamu” dalam narasi itu tentu bukan tunggal atau personal. “Kamu” dalam pengertian yang plural dan massif.

Bisa tertuju pada semua orang, terutama pada “perilaku” orang dan juga bisa mengarah pada institusi (pemerintah) yang dinilai gagal melahirkan policy efektif meredam luapan sampah.

Bagi banyak orang, di banyak negara, sampah memang acapkali dianggap sepeleh. Secara personal, orang sering berasumsi bahwa sampah yang mereka hasilkan akan diurus oleh petugas kebersihan. Atau sampah yang mereka buang di suatu tempat tidak akan berdampak langsung pada dirinya.

KLIK INI:  Ternyata Gowa Dikepung Tempat Sampah Siluman

Semua akan tersadar bila dampak akibat sampah terjadi semisal banjir, penyakit, atau seperti di Lebanon–sampah hampir menenggelamkan warganya.

Bayangkan, kalau ada 10 orang lalai dengan membuang sampahnya sembarangan sebanyak tiga kali sehari, maka akan ada 30 titik sampah bergentayangan.

Bagaimana bila ada seribu, seratus ribu atau jutaan orang bersikap buruk demikian? Dalam sebulan saja, kita akan terbiasa melihat sampah serampangan di mana-mana. Bayangkan bila ini mendarah daging selama puluhan tahun?

Tanpa sadar, perilaku buruk warga dalam hal membuang sampah juga telah menjadi budaya. Budaya yang diakui sebagai perilaku biasa. Tak jarang, seorang pengendara mobil melemparkan botol minuman dari atas mobilnya di jalanan. Di mana-mana, puntung rokok berseliweran.

Di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Jakarta mulai diberlakukan sanksi tegas bagi pembuang sampah sembarangan. Selain denda puluhan juta juga ancaman pidana, tetapi apakah ini telah memberi efek jerah?

Memang Masih sulit mengukur dampaknya. Faktanya, ada pula sejumlah daerah yang mengeluarkan Perda larangan buang sampah, tetapi aksi buang sampah pun tetap saja merajalela.

KLIK INI:  Pemerintah Inisiasi Gerakan Indonesia Bersih dan Sehat, Begini Penjelasannya

Saya sendiri belum pernah menjumpai ada seseorang yang melaporkan orang lain karena kasus membuang sampah sembarangan. Belum pernah juga ada kejadian, ada orang yang ditangkap warga lantaran kedapatan buang sampah.

Faktanya, perilaku buang sampah sembarangan masih dianggap perilaku yang tak membahayakan.

Padahal, kalau kita telaah akan bahaya sampah terhadap manusia dan lingkungan, maka pelaku pembuang sampah bisa disejajarkan dengan teroris, pembunuh, atau aksi kriminal keras lainnya. Itu karena dampak dari perbuatan membuang sampah sangat laten dan massif.

Apa perlu kita memberi label pada pembuang sampah sembarangan dengan frase “kamu bau!” Atau menempeli rumahnya dengan tulisan “kamu bau!” Saya kira siapa saja tak sudi dipanggil “kamu bau!” Ini sebuah nada penghinaan paling fundamental.

Tetapi, rasanya bolehlah dicoba. Siapa tahu dengan sematan “kamu bau” tak ada lagi sampah di antara kita. Setidaknya membuktikan pernyataan subcomandante marcos bahwa kata adalah senjata (our word is our weapon).

Hingga suatu waktu orang-orang berseru memohon: “tolong jangan panggil saya “kamu bau” sebab saya buang sampah di tempatnya!”

KLIK INI:  Musim Salju Tak Selamanya Indah, Ia Juga Menyimpan Kecemasan