Titik Nalar dan Imajinasi Seorang Rimbawan

oleh -806 kali dilihat
Titik Nalar dan Imajinasi Seorang Rimbawan
Sampul Buku Klaster-16 (Menghubungkan Titik-Titik Hutan Lestari Untuk Kesejahteraan Rakyat)

Judul: Klaster 16
(Menghubungkan Titik-Titik Hutan Lestari Untuk Kesejahteraan Rakyat)
Penulis: Doni Nugroho
Penerbit: IPB Press, Bogor 2019
ISBN : 978-602-440-630-1

Awalnya saya mengira, ini buku serius yang dalam sekejap membuat kening saya bekernyit. Begitulah saya, sejak dahulu saat berjumpa dengan buku-buku dengan tema ‘kehutanan’ dan semacamnya. Kali ini tidak rupanya.

Jujur saya terkeco oleh penulisnya, Doni Nugroho. Buku berjudul “Klaster 16 (Menghubungkan Titik-Titik Hutan Lestari untuk Kesejahteraan Rakyat), rupanya sangat prosais.

Lalu, saya terkejut sebab saya tahu, Doni Nugroho adalah seorang pegawai/ birokrat di salah satu unit kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Bagaimana mungkin ada seorang birokrat, lebih tepatnya seorang perimba, demikian mahir bertutur metaforik? Mungkin saja! Buku ini menjawab segala keraguan saya itu. Tetapi, di sisi lain justru semakin meyankinkan saya bahwa alam bebas adalah arena paling strategis bagi siapa saja untuk bisa menulis prosa.

Pendeknya, alam semesta adalah ruang yang merangsang nalar imajinatif dengan liar. Doni Nugroho melakukannya!

Menariknya, Doni Nugroho tidak sekadar berprosa dengan tendensi membius pembacanya dengan keindahan kata-kata. Doni rupanya meminjam metodologi prosa itu untuk ia bisa bercakap secara lantang dan bebas tentang dunianya.

Dunia Doni tak lain adalah perihal hutan dan segala masalah yang tak berkesudahan di dalamnya.

KLIK INI:  Reforma Agraria dan Isu Pergeseran Lahan Pertanian di Indonesia

Doni bicara banyak hal dalam buku setebal 170 halaman ini. Ia memulai dengan menampilkan dua tokoh fiktif, Damar dan Leda. Dua nama yang ternyata nama pohon endemik di Indonesia.

Di bagian prolog bukunya, Doni menulis tentang Damar dan Leda—dia perimba muda yang bermimpi mewujudkan hutan lestari untuk kesejahteraan rakyat.

Damar berbadan besar, adalah seorang pekerja keras yang optimis dan disiplin dalam bertugas. Seorang anak muda yang bertekad memecahkan teka-teki sang ayah tentang nilai-nilai kebaikan dalam mendukung pengelolaan hutan.

Nilai-nilai tersebut tertulis dalam surat yang diletakkan ayahnya di lokasi klaster Enumerasi TSP/PSP tahun 1992 silam.

Sementara, Leda adalah seorang perempuan berkacamata. Kutu buku yang selalu berhati-hati dan teliti dalam bekerja, meski kadang terlalu kaku dalam bekerja. Namun, Leda memiliki karakter kuat yakni kreatif dan visioner.

Mereka berdua disatukan oleh komitmen yang sama untuk menjaga kelestarian sumber daya alam dan keberlanjutannya.

Mereka berusaha menghubungkan titik-titik pengelolaan hutan yang telah ada agar kian bermakna dalam mendukung perbaikan tata kelola kehutanan bumi nusantara. Bagi Doni, dalam catatan prolognya itu, masa depan hutan dan keberlanjutannya ada pada perimba.

Dua tokoh fiktif dalam buku ini melambangkan espektasi besar Doni Nugroho, betapa harus ada perimba yang harus terus melakukan tugas terbaiknya bagi hutan, silih berganti dan bersinambung antar generasi.

KLIK INI:  Tentang Jejak Hidup Sukses dari Filosofi Air Mengalir

Begitulah buku yang membahas isu serius ini bermula dari kisah Damar dan Leda. Doni Nugroho menulis apik dan renyah selayaknya novelis kawakan. Tapi, ia tampil beda dengan penulis kebanyakan.

Doni menulis seperti rimbawan yang pustakawan. Ia subjektif sebagai penulis bergaya prosais, tetapi ia objektif di satu sisi seperti seorang periset.

Doni menampakkan wawasan dan kedalaman literasinya dengan memunculkan pelbagai sumber bacaan relevan dengan pikirannya. Selain Al-Quran sebagai sumber nilai tertinggi, Doni juga mengutip novel dan petikan sejumlah filsuf.

Di balik itu semua, Doni sesungguhnya mengkritisi masalah kehutanan diantaranya: masalah inventarisasi hutan, KPH dan teori perencanaan, konflik tenurial dan reforma agraria dan lainnya.

Tema yang rumit, tetapi Doni berhasil mengemasnya dengan lembut dan menggoda.

Maka, buku ini menjebak kita memahami masalah kehutanan dari prosa dengan metafora yang dalam. Layak dibaca, selain mencerahkan karena merefleksi pengalaman Doni selama bekerja di Palu (Periode 2012-2018)—juga mengasyikkan dengan narasinya yang sastrawi. (ak)

KLIK INI:  KLHK Luncurkan Buku Status Hutan dan Kehutanan Indonesia 2018 Edisi Bahasa Indonesia