- Hari Bumi 2024: Ford Foundation Dukung BRWA Kelola Registrasi Wilayah Adat di Tapanuli Utara dan Lutra - 23/04/2024
- Begini Cara SDNBorong dan SDN Parinring Makassar Rayakan Hari Bumi 2024 - 22/04/2024
- Cerita Baru Kasus Perdagangan Satwa Dilindungi Lintas Provinsi diMakassar, Tersangka Siap Disidangkan - 22/04/2024
Klikhijau.com – Jala kini memiliki rumah baru di Kalimantan Barat. Tepatnya di Taman Nasional Gunung Palung atau jika disingkat menjadi Tanagupa.
TN ini telah menjadi kawasan konservasi di daerah Kalimantan Barat. Dengan menyandang status sebagai Kawasan Suaka Alam melalui Keputusan Het Zelfbestuur Van Het Landschap Simpang Nomor: 4/13.ZB/1937 tanggal 4 Februari 1937.
Keputusan tersebut disahkan pada tanggal 29 April 1937 oleh De Resident Der Westerafdeling Van Borneo di Pontianak.
Pengesahan itu kemudian dipertegas kembali pada tahun 1939 dengan fungsi sebagai Cagar Alam yang memiliki luas areal 30.000 hektare.
Pada tahun 1978, tepatnya tanggal tanggal 2 Januari. Tanagupa kemudian ditata batas definitifnya dengan luas 37.750 hektare. Penataan itu dilakukan oleh Bina Program Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian.
Lalu pada tahun 1981 status Gunung Palung diubah menjadi Suaka Margasatwa. Perubahan status tersebut ditandai dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 1014/Kpts/Um/12/81 tanggal 10 Desember 1981.
Perubahan status itu pula mengubah luas Tanagupa menjadi 90.000 hektare karena mendapat penambahan luas dari kelompok hutan Gunung Seberuang, Gunung Pekayang, dan sekitarnya seluas 60.000 hektare.
Maka pada tahun 1982 status Tanagupa ditegaskan kembali sebagai Suaka Margasatwa seluas 90.000 hektare. Penegasan itu tertuang melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 757/Kpts/Um/10/1982 tanggal 12 Oktober 1982,
Tidak berhenti di situ saja. Tanagupa terus dibenahi. Pelaksanaan kegiatan tata batas secara definitif pun dilakukan oleh Balai Planologi II Palembang dengan luas 90.000 hekater pada tahun 1983.
Dan yang menandatangani berita acara tata batasnya adalah Panitia Tata Batas Kabupaten Ketapang pada tahun 1983. Setahun kemudian, pada tanggal 29 Oktober 1984 disahkan oleh Menteri Kehutanan.
Lalu pada tanggal 24 Maret 1990, dengan berpedoman pada perubahan pandangan tentang konservasi. Maka pada puncak acara Pekan Konservasi Alam Nasional III, kawasan Suaka Margasatwa Gunung Palung dinyatakan sebagai taman nasional dengan nama Taman Nasional Gunung Palung (TNGP).
Rumah baru Jala
Kawasan seluas itu, kini menjadi rumah bagi bagi Jala. Jala adalah seekor orangutan jantan liar dewasa.
Jala diselamatkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang, Yayasan Palung dan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Penjalaan, Tim Wildlife Rescue Unit (WRU), dan Yayasan IAR Indonesia.
Penyelamatan dan translokasi tersebut bisa terlaksana karena adanya laporan dari masyarakat tentang keberadaan orangutan. Desa Penjalaan, Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat.
Jala terjebak di kebun warga. Setelah mendapat laporan, prtugas kemudian menyelamatkan Jala lalu ditranslokasi atau dipindahkan ke kawasan hutan Tanagupa.
Translokas itu berada tepat di wilayah Resort Batu Barat, Desa Batu Barat, Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara.
Dipilihkan kawasan tersebut karena dianggap memiliki tingkat keamanan yang tinggi, memiliki tumbuhan pakan yang melimpah, kerapatan individu orangutan yang masih rendah, dan jauh dari pemukiman.
Translokasi yang kedua
Keputusan tersebut diambil setelah diadakan survei dan kajian kelayakan habitat. M. Ari Wibawanto selaku Kepala Balai Tanagupa mengatakan, kegiatan translokasi orangutan ke Tanagupa pada tahun 2021 ini merupakan upaya yang kedua kalinya.
Sebelum Jala ditranslokasi ke rumah barunya. Pada bulan April 2021 lalu telah dilakukan juga translokasi seekor orangutan jantan liar dewasa ke lokasi serupa.
“Kami akan tetap memonitor pergerakan orangutan tersebut selama berada di kawasan Gunung Palung dan memastikan dapat hidup aman, baik dan sehat” ujar Ari belum lama ini.
Sementara itu, Indra Exploitasia selaku Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyampaikan, upaya-upaya yang terbaik telah dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin keberlangsungan hidup orangutan.
Ia menambahkan bahwa saat ini pemerintah telah menetapkan beberapa areal di luar kawasan hutan sebagai kantong-kantong baru bagi habitat orangutan.
“Dengan adanya kantong kantong baru tersebut dapat menjaga keberlangsungan hidup dan keberadaan satwa endemik Indonesia ini,” harap Indra.
Penyelamatan orangutan memang perlu. Apalagi orangutan merupakan satwa endemik Indonesia. Tentu kita tidak ingin satwa ini hanya menjadi dongeng bagi generasi mendatang.
Orangutan adalah bukti kekayaan keanekaragam hayati Indonesia yang patut dijaga, dilestarikan dan menjadi kebanggaan bangsa tercinta ini.