Temuan JPIK, Illegal Logging Semakin Marak di Kawasan Hutan

oleh -1,240 kali dilihat
Temuan JPIK, Illegal Logging Semakin Marak di Kawasan Hutan
Ilustrasi kayu ilegal/foto-Beritajambi.co

Klikhijau.com – Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) mengungkap praktik Illegal logging di sejumlah kawasan hutan makin marak. Indikasi pelanggaran hukum tersebut kerap dilakukan oleh perusahaan pemegang Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK) maupun perusahaan yang belum bersertifikat.

Pada periode Oktober 2019 sampai Juni 2020, JPIK menguji pelaksanan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) melalui serangkaian analisis rantai pasok bahan baku industri primer dan pemantauan di kawasan hutan pada 8 provinsi.

Faktanya, sejumlah peredaran kayu ilegal masih dijumpai. JPIK mendesak agar kredibilitas SVLK lebih diperkuat lagi.

Hasil penelusuran JPIK

Berikut hasil pantauan JPIK:

  • Kayu-kayu ilegal yang berasal dari Suaka Margasatwa Rimbang Baling di Provinsi Riau dengan mudah beredar. Diangkut untuk memenuhi suplai bahan baku beberapa industri primer yang perizinannya diragukan yang berada di Simpang Kambing (Teratak Buluh) dan Lubuk Siam, Kabupaten Kampar.
KLIK INI:  Indonesia-Norwegia Bahas Implementasi Pendanaan Tahap ke-4 Atas Kerjasama Kedua Kegara
  • Kasus serupa ditemukan di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Lalan Mangsang Mendis, di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Ditemukan kayu berbentuk balok dengan panjang ± 4 meter di Dusun Tujuh, Desa Muara Medak, yang diduga kuat hasil illegal logging yang dihanyutkan melalui Sungai Medak dan Sungai Merang. Kayu-kayu tersebut diangkut ke beberapa industri yang berada di Sumatera Selatan dan Jambi.
  • Perusahaan berkedok Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) CV Marantika, tanpa mengantongi S-LK diduga kuat melakukan pemanenan kayu hasil land clearing perkebunan sawit PT Citra Sawit Hijau Subur di Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. CV Marantika juga diduga kuat melakukan pemanenan kayu di luar lokasi izin, yaitu di dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Kedurang seluas ± 58 Ha.

Pada tahun 2019 perusahaan ini belum melakukan pemenuhan kewajiban pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) kepada Negara. Padahal pada tahun tersebut ditemukan adanya aktivitas pengangkutan kayu hasil tebangan.

Sementara itu, di tingkat hilir, perusahaan pengekspor produk kehutanan yang telah ber S-LK ditemukan menggunakan produk kayu yang bersumber dari perusahaan yang tidak bersertifikat, sehingga diragukan legalitasnya.

Beberapa perusahaan yang terindikasi melakukan praktik ini adalah CV Indo Pratama Expres dan CV Manggalih, di Provinsi Jawa Timur.

KLIK INI:  Lagi dan Lagi, illegal logging Kembali Terjadi

Selain itu, teridentifikasi adanya modus tidak mencantumkan jenis kayu pada dokumen yang menerangkan sahnya hasil hutan oleh oknum pemilik izin industri, memungkinkan terjadinya praktik kecurangan pemanfaatan kayu yang masuk dalam daftar CITES Appendix II, tanpa memiliki izin edar dan dokumen khusus.

Sisa proses produksi dan limbah yang belum dikelola dengan baik masih juga ditemukan. Padahal aspek ini menyangkut keberlanjutan ekologi dan kehidupan masyarakat maupun pekerja yang tinggal di sekitar industri.

Seiring dengan hal tersebut, penerapan standar K3 (Keamanan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja) belum dijalankan secara penuh sebagaimana diatur dalam standar penilaian/verifikasi.

Penguatan penegakan hukum

Deden Pramudiana, peneliti JPIK menyatakan “Illegal logging yang terjadi di sejumlah wilayah, terutama di Rimbang Baling masih terus berlangsung meski pandemi COVID-19 sedang melanda,” ungkap Deden.

KLIK INI:  JPIK Menyoal Pernyataan Ditjen PKTL KLHK Atas Penurunan Deforestasi

Pengangkutan kayu ilegal pun tidak berhenti, kata Deden, meskipun Kepolisian Daerah (Polda) Riau melakukan operasi dan menangkap satu unit truk tronton berisi kayu hutan alam hasil pembalakan liar di Suaka Margasatwa Rimbang Baling pada bulan Mei 2020.

“Selain itu, kelalaian CV Marantika dalam melakukan pembayaran PSDH dan DR berpotensi menimbulkan kerugian negara dalam bentuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan indikasi korupsi Sumber Daya Alam (SDA) dalam penerbitan izin pemanfaatan hasil hutan kayu,” jelas Deden.

Juru kampanye JPIK, Muhammad Ichwan menegaskan, pengawasan dan penegakan hukum perlu ditingkatkan dan diperkuat, sehingga bisa meminimalisir kerugian negara atas hilangnya daya dukung lingkungan (ekosistem), sumber daya hutan, serta habitat satwa liar yang dilindungi.

“Penguatan dan penegakan aturan, serta peningkatan integritas seluruh pihak yang terkait dengan pelaksanaan SVLK harus digalakkan demi menjaga dan mempertahankan kepercayaan publik di dalam negeri dan di dunia internasional,” tegas Ichwan.

Menurut Ichwan, fungsi-fungsi layanan sertifikasi, terutama penyediaan data dan informasi untuk kepentingan pemantauan independen harus mudah diakses, cepat dan tepat waktu agar pemantauan berjalan efektif.

KLIK INI:  Berkas Perkara Dua Pemilik Kayu Ilegal Asal Enrekang Dilimpahkan ke Kejaksaan