- Perihal Buncis dan Pengalaman Pertama Memanennya - 28/03/2024
- Bongo’, Meski Dibenci Tetap Memberi Banyak Manfaat - 26/03/2024
- Mikroplastik di Dada Ibu - 10/03/2024
Klikhijau.com – Banteng jawa yang dikembangbiakkan di eksitu mencatatkan sejarah baru. Dengan menjadi banteng pertama yang dikembalikan ke habitat alaminya.
Peristiwa itu bukan hanya menjadi kabar gembira, tapi juga menjadi bukti jika bidang konservasi banteng jawa (Bos javanicus) Indonesia bisa berhasil.
Ada dua ekor banteng jawa hasil perkembangbiakan eksitu yang dikembaikan ke habitat alaminya. Keduanya adalah Tekad yang lahir 9 Juli 2014 dan Patih yang lahir 23 Mei 2016.
Keduanya dikembalikan ke habitat alaminya di Taman Nasional Baluran, Banyuwangi, Jawa Timur pada hari Kamis, 3 September 2020 lalu. Keduanya merupakan hasil perkembangbiakan secara eksitu di Suaka Satwa Banteng (SSB) Taman Nasional Baluran.
Lokasi itu memang dibangun untuk mendukung program perkembanganbiakan hewan yang mirip dengan sapi itu agar mempercepat pemulihan populasi spesiesnya yang terancam punah.
Selain itu, juga untuk memperkaya keragaman genetiknya yang ada di Taman Nasional Baluran. Pelepasliaran tersebut dilakukan oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Wiratno.
“Saat ini hanya tersisa kurang dari 5000 ekor banteng jawa di alam ini, namun populasi banteng liar di Baluran sendiri, selama 5 tahun terakhir menunjukkan tren peningkatan populasi yang menggembirakan,” ujarnya.
Dari estimasi 44 – 51 individu di tahun 2015, meningkat menjadi 124 – 140 individu di tahun 2019. Estimasi populasi tersebut didapatkan dari analisa data kamera trap yang dilakukan setiap tahun.
Saat ini kantong populasi utamanya di Pulau Jawa hanya tersisa di Taman Nasional Baluran, Taman Nasional Alas Purwo, Taman Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional Ujung Kulon.
Namun, keempat habitat alami tersebut sudah terisolasi oleh area pemukiman dan budidaya, yang tidak memungkinkan bagi mereka untuk saling terhubung yang dalam jangka panjang.
Hal ini menjadi salah satu penyebab yang mengakibatkan turunnya kualitas genetik dan berdampak pada berbagai hal, seperti penyakit genetik hingga potensi satwa ini menjadi kerdil.
Melalui proses panjang
Karenanya, kehadiran SSB merupakan salah satu strategi untuk mengintervensi faktor alam yang sudah sulit terjadi.
SSB dijadikan sebagai “gene pool” yang berfungsi untuk menampung banteng dari berbagai kantong populasi. Tujuannya untuk dikembangbiakan agar menghasilkan individu dengan variasi genetik yang lebih beragam.
“Anakan dari suaka satwa banteng inilah yang nantinya dilepasliarkan ke alam sebagai “fresh blood” untuk menjaga variasi genetik populasi di alam tetap terjaga,” imbuhnya.
Pelepasliaran dua banteng tersebut memakan waktu yang lama. Hal ini dikarena keduanya lahir di fasilitas eksitu sehingga metode yang dijalankan adalah soft release, yaitu satwa telah melalui proses panjang untuk siap baik secara perilaku maupun kemampuan bertahan hidup sebelum dilepaskan ke habitat alaminya.
Kedua banteng tersebut telah menjalani proses habituasi selama 8 bulan sebelum dilepasliarkan.
Setelah dilepasliarkan keduanya tidak serta merta bebas begitu saja. Keduanya akan terus dipantau. Cara memantaunya dengan menggunakan GPS Collar bantuan dari Copehangen Zoo.
Jadi, pergerakan keduanya akan terus dipantau secara digital, selain itu pemantauan juga dilakukan secara manual dengan mengikuti pergerakannya dan mencatat mencatat perilaku banteng selama 3 bulan.
Saat ini Taman Nasional Baluran terus melakukan upaya pemulihan populasi banteng jawa di alam. Salah satu upayanya, yaitu dengan menurunkan ancaman kelestariannya.Misalnya menindak pelaku perburuan liar dan juga penanganan terhadap spesies invasif Acacia nilotica seluas 6000 hektar yang telah mengganggu habitatnya di Taman Nasional Baluran.
“Dengan kemampuan reproduksi yang relatif cepat, di mana hampir setiap tahun banteng mampu bereproduksi. Optimisme populasinya dapat pulih di Taman Nasional Baluran sangat tinggi. Di samping juga upaya untuk menyiapkan habitat ideal bagi banteng,” pungkas Wiratno.