Klikhijau.com – Ajang ‘Think Climate Indonesia (TCI) Forum Dialogue #2 pada pertemuan Kamis (25/8/2022) di Jakarta menguatkan pesan akademis untuk menanggulangi dampak perubahan iklim di Indonesia.
Peran berbagai pihak harus mendasarkan pertimbangannya pada penelitian.
Hal itu sangat dibutuhkan dalam upaya menerjemahkan isu perubahan iklim atau kebijakan-kebijakan pemerintah yang sudah ditetapkan.
Termasuk kebijakan riset yang ada, sehingga dapat dipahami sebab aksi-aksi yang konkrit dan nyata justru ada di tingkat bawah.
Riset dalam bidang perubahan iklim yang bersinggungan langsung dengan masyarakat perlu mempertimbangkan keberterimaan sosial budaya di tingkat tapak.
Sebagaimana dilansir dari Antaranews, dialog multipihak kali ini mengusung tema “Mendukung Upaya Pembaruan NDC Indonesia guna Mengurangi Dampak Perubahan Iklim”.
Kebijakan dan implementasi Nationally Determined Contribution (NDC) oleh Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) I Wayan Susi Darmawan menguatkan isu pada sektor penelitian.
“Riset perubahan iklim perlu mempertimbangkan beberapa aspek termasuk memperhatikan kondisi yang terjadi di masyarakat,” jelas Wayan Susi.
Peneliti pada Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan BRIN ini menguraikan, untuk menanggulangi dampak perubahan iklim di Indonesia, berbagai pihak harus mendasarkan pertimbangannya pada penelitian.
Karena bagi Wayan Susi, bahwa riset termasuk yang terkait perubahan iklim dapat menghasilkan teknologi, pengembangan aksi, dan program.
Forum dialog untuk mendorong aksi iklim yang nyata dan efektif berbasis pengetahuan, keahlian, dan riset ini, ditayangkan juga secara langsung melalui kanal Youtube PATTIRO.
Lewat tayangan tersebut, Wayan menguraikan penelitian yang dilakukan. Menurutnya ada lima (5) tantangan yang Indonesia hadapi dalam upaya menurunkan emisi.
Pertama, sektor energi Indonesia masih bergantung pada sumber karbon.
Kedua, tingginya pertumbuhan jumlah kendaraan di sektor transportasi.
Ketiga, jumlah penduduk Indonesia yang menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun.
Keempat, aspek tata kelola belum berjalan secara maksimal, dan kelima, belum optimalnya pembiayaan perubahan iklim dari sumber dalam negeri.
Menanti dukungan akademis
Dalam bentuk dan isu yang sama, sejumlah perwakilan perguruan tinggi di seluruh Indonesia hadir dalam forum publik saat acara Konferensi Iklim Universitas se-Indonesia (Indonesia Universities Climate Conference/IUCC), Rabu (30/3/2020), di Jakarta. Kehadiran sejumlah perwakilan lembaga perguruan tinggi dari seluruh Indonesia kali ini dalam rangka menyusun sejumlah hal yang dapat diprioritaskan oleh semua pihak, dalam penanggulangan perubahan iklim.
Kegiatan yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dengan Kedutaan Besar Inggris ini menjadi forum perwakilan bagi perguruan tinggi dalam upaya prioritas perbaikan hingga penguatan di sektor lingkungan.
Forum IUCC di penghujung bulan Maret lalu dikemas dalam skala, “Dukungan Sektor Akademis untuk Pemulihan Hijau dan Komitmen Iklim Indonesia”
Forum publik ini menjadi puncak rangkaian acara IUCC, FPCI dan Kedutaan Inggris di Indonesia yang dihadiri oleh Dr. Suharso Monoarfa, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN) / Kepala Bappenas Indonesia.
Sehari sebelumnya (29/3), FPCI memaparkan policy paper berisi solusi adaptasi, mitigasi, dan pendanaan iklim Indonesia. Sebagai hasil rumusan lebih dari 55 delegasi universitas dari seluruh Indonesia, selama perhelatan IUCC yang diadakan pada tanggal 29-30 Maret 2022.
Dari forum yang dilakukan secara hybrid, Ketua dan juga Founder FPCI, Dr Dino Patti Djalal mengatakan, pemerintah Indonesia perlu menggaet banyak sektor dalam memperbaiki kondisi iklim nasional maupun global, bahwa dalam G20 salah satu prioritas nasional saat ini adalah transisi hijau untuk memperbaiki kondisi iklim nasional maupun global.
“Perubahan nasional Indonesia tidak bisa hanya dilakukan secara individu, namun harus menggaet banyak sektor termasuk sektor pendidikan. Perubahan iklim adalah supra-issue yang dimana semua masalah-masalah lainnya mengikuti perubahan iklim,” kata Dino.
Dalam kesempatan yang sama, Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste, HE Owen Jenkins dalam sambutannya mengungkapkan apresiasi atas terselenggaranya IUCC.
Menurutnya, perguruan tinggi turut berperan penting dalam memberikan solusi, inspirasi, dan juga menjadi moda pembelajaran melalui riset teknologi.
Apa itu forum IUCC?
Terselenggaranya Forum IUCC tahun ini, menjadi perhelatan pertama yang mempertemukan perwakilan dari puluhan universitas di Indonesia.
Guna membahas hasil-hasil dari COP-26 (UN Climate Change Conference in Glasgow) dan Glasgow Climate Pact. Sebuah dokumen kesepakatan negara-negara dalam mencegah kenaikan temperatur global melebihi 1.5 derajat dan meminimalisir dampak dari krisis iklim.
IUCC bertujuan untuk menggerakan sektor akademis (termasuk universitas dan institusi riset) untuk membahas solusi-solusi adaptasi, mitigasi, dan pendanaan iklim Indonesia.
Harapan perhelatan ini dapat menunjukkan dukungan sektor akademis dalam peningkatan ambisi iklim Indonesia, sebagaimana Indonesia diketahui menjadi pemegang Kepresidenan G20 tahun ini.
Kegiatan ini juga menjadi ajang bagi Indonesia untuk menunjukan partisipasinya tampil menjadi garda terdepan dalam isu perubahan iklim.
Hasil diskusi dari masing-masing IUCC COP26 Working Groups akan dipresentasikan dan didiskusikan dengan semua delegasi, yang kemudian akan dijadikan satu policy paper singkat yang berisi observasi dan analisis delegasi universitas terhadap komitmen Indonesia pada COP-26 & Glasgow Climate Pact.
Policy paper ini akan diberikan kepada Pemerintah Indonesia sebagai rekomendasi untuk meningkatkan komitmen iklim Indonesia.
Pesan utama dari forum IUCC
IUCC dibentuk menjadi wadah perwakilan 60 lembaga perguruan tinggidari seluruh Indonesia.
Dengan berbagai latar belakang keilmuan yang bersifat lintas sektor dan disiplin ilmu dan menganut komposisi demografi yang lintas generasi. Bekerja di situasi sosio-budaya, ekonomi, dan kondisi alam yang beragam. Namun disatukan oleh kepedulian terhadap isu perubahan iklim.
Meski menjadi perwakilan Lembaga perguruan tinggi, IUCC juga menggaris bawahi beberapa pesan-pesan utama yang perlu disampaikan kepada pemerintah.
Antara lain, pertama, Krisis iklim adalah nyata. Tidak ada pilihan selain menghadapi dan mencegah dampak yang lebih besar.
Kedua, di saat yang sama, komitmen politik mutlak diperlukan di semua tingkatan global, nasional, daerah, dan harus dapat bertahan meski terjadi perubahan rezim politik.
Ketiga, pembangunan rendah karbon perlu diarusutamakan dalam dokumen perencanaan, alokasi anggaran, kegiatan baik di tingkat nasional dan daerah.
Keempat, sementara itu, transisi hijau melalui upaya dekarbonisasi merupakan peluang ekonomi yang besar bagi Indonesia.
Maka, kelima, kebijakan perlu diwujudkan dalam bentuk nyata dan manfaat dirasakan masyarakat.
Keenam, dengan mendorong, Partisipasi semua pihak diperlukan untuk memastikan komitmen terealisasi. Ketujuh, patut dipahamkan, Aksi perubahan iklim masih bersifat elitis, eksklusif– komunikasi perlu mempertimbangkan latarbelakang sosial, ekonomi, budaya, agama.