TB dan Kawali Kolaborasi Mengawal Potensi Kopi Desa Kindang

oleh -19 kali dilihat
Suasana NGOPI (Ngobrol Petani Kopi) di TB -foto/Ist

Klikhijau.com – Kopi telah menjadi komoditi yang diburu. Peminatnya bertumbuh setiap hari. Pun mulai diolah tidak sebatas minuman saja.

Perburuan kopi, khususnya sebagai minuman kadang terbentur pada stok yang terbatas dan kualitas yang kurang memadai. Dua kendala ini, coba diurai oleh TB (tandabaca) dan Kawali dengan melaksanakan kegiatan bincang santai perihal kopi yang akan berlangsung sekali sepekan.

Bincang santai yang dikemas dengan nama NGOPI akronim dari Ngobrol Petani Kopi itu perdana dilakukan pada, Jumat, 24 Oktober 2025 malam di TB Desa Kindang.

Pemantiknya Andi Abdillah dan Rahmat Saleh. Keduanya merupakan pengelola usaha pemasaran dan pengelolaan kopi Kawali.

KLIK INI:  Perjalanan 5 Tahun Program USAID Bangun Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia Timur

Dilla, demikian sapaan akrab Andi Abdillah yang menjadi pemantik pertama. Ia  mengantar petani kopi Desa Kindang bagaimana harusnya memperlakukan tanaman kopi, tidak sekadar tanaman, tetapi sebagai makhluk hidup.

“Kopi adalah makhluk hidup, seperti halnya manusia, ia juga harus diperlakukan dengan baik,” katanya.

Salah satu cara memperlakukan kopi dimulai dari budidaya hingga perawatan. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Jika keduanya berjalan baik, maka hasil panen akan mengikuti.

“Kadang kan kopi tahun ini banyak buahnya, tahun depan turun, persoalan mendasarnya ada pada masalah budidaya dan perawatan,” jelas Dilla.

KLIK INI:  Hanjuang Mini, Tanaman Eksotis yang Minim Perawatan
Antara harga dan kesibukan

Kendala lain yang dihadapi petani kopi Desa Kindang adalah persoalan harga, hal ini terungkap dari apa yang diutarakan Fikar, salah seorang petani yang saat ini mencoba mulai mengubah cara perawatan pohon kopinya.

Menurutnya, kenapa petani tidak terlalu fokus merawat pohon kopinya dan memilih muppulu sappung (petik rampas) karena harganya yang kadang rendah, sehingga harus mencari kesibukan lain untuk menutupi keperluaan ekonominya.

KLIK INI:  Tire, Idola Baru Masyarakat Kindang

“Kendala dari petik merah atau ceri karena banyaknya kesibukan yang lain,” ungkapnya.

Padahal menurut Ato, sapaan akrab Rahmat Saleh, petik merah adalah cara paling bagus untuk menaikkan harga kopi. Sebab kualitasnya akan jauh lebih tinggi darpada yang petik hijau.

“Petik merah selalu dihargai lebih, juga lebih menguntungkan petani,” katanya.

Potensi Kindang sebagai penghasil kopi, khususnya kopi mere atau arabusta cukup menjanjikan, sebab berada di ketinggian yang ideal.

KLIK INI:  Jutaan Hektare Hutan Hilang Sejak 1990, Bagaimana dengan Hutan Primer Indonesia?

Dulu, sebelum pohon cengkeh jadi komoditi unggulan. Kindang adalah salah satu desa di Bulukumba yang menjadikan kopi sebagai komoditi utama.

Hanya sekarang, banyak kebun kopi yang beralih fungsi menjadi pohon cengkeh, karena harga cengkeh jauh lebih menjanjikan.

Padahal menurut Ato, harga kopi tidak pernah turun, justru yang ada adalah terus menanjak.

“Pernah ke warkop minum kopi, apakah pernah mendapatkan harga segelas kopi turun, kan tidak, yang ada justru harganya yang naik, itu artinya harusnya harga kopi tidak pernah turun,” urainya.

Kegiatan perdana NGOPI yang berlangsung dalam gigil malam TB memang hanya dihadiri oleh kurang lebih 10 orang petani, tetapi memberi pengetahuan dan spirit baru yang akan menular tentang bagaimana memperlakukan kopi dengan baik agar hasilnya juga memperlakukan petani dengan baik pula.

KLIK INI:  Rumput Dallis, Gulma yang Jadi Berkah bagi Peternak