Klikhijau.com – Dengan bola mata besar dan badan yang kecil. Membuat tarsius tampak sangat menakjubkan dan sangat berbeda dengan satwa lainnya. Satwa ini sangat imut.
Sayangnya satwa mungil ini berada di tepi kepunahan. Organisasi konservasi internasional, semisal International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkannya ke dalam kategori rentan.
Di Indonesia, seluruh spesies primate ini terdaftar sebagai fauna langka dan dilindungi seperti tercantum di dalam UU 5/1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem serta Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Banyak fakta menarik yang mengejutkan tentang primate mungil ini, berikut beberapa di antaranya;
-
Primata terkecil dunia
Tarsius merupakan primata terkecil di dunia. Bayangkan saja, untuk tarsius Jantan hanya memiliki lingkar kepala sekitar 85 mm dengan panjang tubuh tak lebih dari 160 mm. Panjangnya hanya sekitar 9–16 cm (3,5–6 inci) sementara ekornya memiliki panjang 135-275 mmm, itu dua kali lipat panjang badannya.
-
Memiliki mata yang besar
Mata tarsius sungguh besar jika. Jika terbuka terlihat membelalak. Berbanding terbalik dengan tubuhnya yang kecil. Ukuran satu biji bola matanya berdiameter sekitar 16 milimeter.
Menariknya, matanya itu sama besar dengan otaknya. Saking besarnya, bola matanya tidak dapat diputar. Meski matanya tak bisa diputar, tarsius dapat memutar lehernya 180 derajat ke kedua arah menyerupai burung hantu.
-
Termasuk hewan karnivora
Tarsius bisa jadi satu-satunya primata karnivora. Meskipun pola makannya berbeda-beda tergantung spesiesnya, semuanya memiliki satu kesamaan: mereka tidak memakan tumbuhan apa pun. Tarsius memangsa serangga, reptil seperti kadal dan ular, katak, burung, dan bahkan kelelawar.
-
Satwa malam
Tarsius akan beraktivitas pada malam hari (nocturnal). Satwa ini mulai beraktivitas dan keluar dari sarangnya di sore hari untuk memulai penjelajahan di daerah jelajah mereka (home range). Aktivitas itu dilakukan sepanjang malam. saat jelang pagi, mereka kembali ke sarangnya.
-
Apendiks memanjang
Nama tarsius terinspirasi dari tulang tarsus yang sangat memanjang di kakinya. Sementara kepala dan tubuh tarsius panjangnya empat hingga enam inci, kaki belakang dan telapak kaki mereka dua kali lebih panjang dari itu.
Tarsius juga memiliki ekor yang panjang, biasanya tidak berbulu, yang bertambah delapan atau sembilan inci. Jari-jari mereka ekstra panjang untuk membantu mencengkeram cabang-cabang pohon, dan jari ketiga mereka sepanjang seluruh lengan atas mereka. Ujung-ujung jari mereka dapat mengembang menjadi bantalan perekat seperti cakram yang membantu mereka mencengkeram.
-
Tinggal di pohon yang tidak tinggi
Meski tinggal di atas pohon, namun tarsius tidak suka pada ketinggian. Mereka tinggal tidak jauh dari permukaan tanah.
Satwa imut ini lebih suka tinggal di daerah dengan vegetasi yang lebat dan gelap. Mereka membutuhkan banyak pohon pelindung, terutama untuk tidur.
Vegetasi hutan hujan yang lebat dan hidup dekat dengan lantai hutan memberikan akses yang lebih besar bagi serangga dan mangsa lainnya. Vegetasi ini juga melindungi mata sensitif mereka dari sinar matahari.
-
Sulawesi surga bagi tarsius
Sulawesi adalah rumah bagi tarsius. Setidaknya ada 11 jenis tarsius yang menghuni jazirah Sulawesi, yakni T. dentatus, T. tarsier, T. fuscus, T. sangirensis, T. pumilus, T. pelengensis, T. lariang, T. tumpara, dan T. wallacei.
Tidak hanya itu, pada Mei 2017 lalu, ada dua spesies tarsius lainnya yang ditemukan, yaitu Tarsius supriatnai dan Tarsius spectrumgurskyae.
-
Primata tertua yang masih bertahan hidup
Tarsius merupakan salah satu primata tertua, berusia setidaknya 55 juta tahun, dengan catatan fosil menunjukkan mereka pernah menyebar ke seluruh dunia, termasuk Amerika Utara dan Eropa.
Sisa-sisa fosil tarsius menunjukkan bahwa mereka adalah makhluk kecil yang beratnya hanya sekitar satu ons. Rongga mata pada fosil-fosil ini menunjukkan bahwa beberapa dari mereka kemungkinan besar aktif di siang hari.
-
Menyukai alam bebas
Habitat tarsius yang spesifik dan kebutuhan mangsanya membuat program penangkaran hampir mustahil dilakukan, dan hanya sekitar 50% tarsius yang ditawan yang bertahan hidup.
Tarsius yang stres atau berada di kandang yang terlalu kecil memiliki kecenderungan bunuh diri . Stresor tertentu meliputi cahaya, kebisingan, manusia di habitat, dan sentuhan.
Harapan hidup di penangkaran turun menjadi dua hingga 12 tahun, dibandingkan dengan 24 tahun di alam liar.
-
Melakukan duet
Sepasang tarsius terlibat dalam panggilan duet yang rumit, kemungkinan besar terjadi saat matahari terbit saat tarsius bersiap tidur.
Para ilmuwan percaya bahwa pasangan tarsius tersebut memberikan informasi kepada tarsius lain di area tersebut tentang ikatan mereka. Duet tersebut juga dapat berfungsi sebagai penengah masalah teritorial.
Tarsius dapat mengeluarkan panggilan dalam jangkauan ultrasonik, mungkin untuk memperingatkan yang lain tentang mendekatnya manusia atau predator seperti ular atau burung hantu.
-
Setia
Menurut peneliti hewan langka dan perubahan iklim dari Universitas Indonesia, Mochamad Indrawan, tarsius merupakan satwa yang romantic. Mereka hanya hidup dengan satu pasangan. Jika pasangannya itu mati, maka ia akan kembali menjomblo seumur hidupnya.
Sifat hanya memiliki satu pasangan itu (monogami) ikut menyumbang kelangkaan satwa ini di habitatnya.
-
Berisiko punah
Habitat yang menyusut menyeret semua spesies tarsius rentan terhadap kepunahan. Penyusuta habitat itu disebabkan oleh manusia dengan pembukaan lahan perkebunan, mulai dari kelapa sawit, kelapa, kopi, dan tanaman lainnya yang menggantikan vegetasi lebat yang dibutuhkan tarsius untuk mempertahankan jumlah mereka dengan baik.
Selain itu, ancaman dari pemangsaan seperti kucing, anjing liar, ular, biawak, burung hantu, dan perburuan liar oleh manusia menambah deret ancaman yang dihadapi tarsius untuk bertahan hidup.