Klikhijau.com – Faisal mengunggah video pendek pada status WhatsAppnya. Ia menulis begini “Anre toje nalappasa tawwa mange ri puskesmas.” Jam menunjukkan jam 07.04 WITA pada statusnya itu, Sabtu, 5 Juni 2025.
Pada video itu terlihat jalan ke arah Kelurahan Borongrappoa yang terhalang tanah longsor di Dusun Sapayya, Desa Kindang.
Faisal merupakan tenaga medis yang bertugas di Puskesmas Borongroppoa, tetapi karena longsor yang terjadi di Desa Kindang. Ia tak bisa melanjutkan perjalanannya menuju tempat tugasnya untuk menunaikan kewajibannya.
Beberapa hari terakhir curah hujan memang cukup tinggi di Bulukumba, khususnya di bagian barat—Kecamatan Kindang. Namun, hujan pada Jumat malam 4 Juni 2025 lebih deras dari biasanya.
Hujan tiba sekitar jam 10 malam, lalu berlanjut hingga siang di hari Sabtu, 5 Juni 2025. Namun, puncaknya terjadi di dini hari hingga subuh.
Hujan tak datang sendiri, tapi datang bersama angin. Pada pagi hari, media sosial, khususnya facebook dan WA ramai informasi tentang longsor. Salah satunya status dari Faisal tersebut—yang terjemahan bebasnya tidak bisa lepas atau lolos ke puskesmas
Jalan ke arah Borongrappoa dari desa Kindang terdapat tiga titik longsor yang menutupi jalan—yang menyebabkan arus kendaraan tersendat.
Ketersendatan arus kendaraan memang tak berlangsung lama. Sebab banyak warga yang turun bergotong royong menyingkirkan material longsor.
Tak hanya di Desa Kindang yang terjadi longsor, tetapi juga di Desa Kahayya. Desa bertetangga ini seolah berbagi duka.
Jika di Desa Kindang terdapat sekitar tujuh hingga delapan titik longsor. Meski yang cukup menyita perhatian hanya tiga sampai empat titik saja. Itu baru longsor yang terjadi pada jalan poros saja, belum termasuk yang terjadi di kebun warga.
Sedangkan Desa Kahayya, setidaknya ada sekitar 10 titik longsor yang terjadi di jalan poros—belum yang terjadi di kebun warga. Dan yang terbilang cukup parah hanya dua titik. Namun, badan jalan dipenuhi bebatuan
Pada titik pertama, yakni Dusun Gamaccayya, longsor yang membawa material berupa tanah berlumpur dan batu gunung memberi dampak serius pada tiga unit rumah.
Tiga rumah tersebut mendapat “tamu” berupa banjir dan lumpur. Pun pipa yang mengalirkan air bersih ke rumah warga terputus.
Tak hanya itu, longsor di dua desa bertetangga tersebut juga menyebabkan kerugian yang tak sedikit, sebab banyak pohon cengkeh dan kopi warga yang tertimbun dan terseret longsor.
Mengingatkan kenangan
Intensitas hujan yang tinggi itu, mengingatkan masyarakat Kindang dan Kahayya akan peristiwa tahun 2006 lalu. Di mana terjadi juga longsor di mana-mana.
“Masih lebih pada tahun 2006,” kata Jupri, ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kindang.
Sementara Jusu (40) derasnya hujan juga mengingatkannya pada peristiwa kelam itu. Peristiwa yang terus basah di ingatannya.
“Ini seperti hujan tahun 2006 lalu, saat piala dunia berlangsung,” kenangnya.
Tahun 2006 lalu, curah hujan yang tinggi juga menyebabkan longsor di mana-mana di dua desa tersebut. Peristiwa itu adalah salah satu bencana alam terparah yang pernah dialami oleh Desa Kindang dan Kahayya.
Peristiwa yang kini terulang pada tahun 2025 ini.
Alih fungsi lahan
Desa Kindang, dulunya memiliki kebun kopi robusta yang cukup luas. Namun, begitu harga cengkeh melangit, banyak warga yang menebang pohon kopinya lalu menggantinya dengan cengkeh.
Kopi merupakan tanaman yang memerlukan pohon naungan. Jadinya, pohon-pohon besar banyak tumbuh. Akar pohon ini dapat mengikat tanah sehingga bisa meminimalkan tanah bergeser alias longsor.
Alih fungsi lahan itulah, yang dari kopi ke cengkeh, menurut Jupri bisa menjadi penyebab terjadinya longsor. Apalagi akar cengkeh tak cukup kuat dalam mengikat tanah.
Kabupaten Bulukumba, secara umum mengalami darurat bencana alam. Bukan hanya tanah longsor yang melanda Kindang dan Kahayya, tetapi beberapa wilayah banyak yang terdampak banjir.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mencatat terdapat 603 rumah yang terendam banjir dan belasan hewan hanyut akibat banjir.
Bencana memang tak kenal hari libur