Studi: Tak Perlu Jadi Vegan untuk Menyelamatkan Planet Bumi

oleh -121 kali dilihat
Studi Tak Perlu Jadi Vegan untuk Menyelamatkan Planet Bumi
Ilustrasi menu vegan - Foto/ Jannis Brandt di Unsplash

Klikhijau.com – Dunia mungkin tidak dapat menjaga pemanasan global ke tingkat minimum yang relatif aman kecuali kita mengubah cara kita menanam, makan, dan membuang makanan kita, tetapi kita tidak perlu semua menjadi vegan. Simpulan tersebut dipublikasikan oleh sejumlah peneliti asal Amerika Serikat dan Inggris di Jurnal Science (5/11/2020).

Peneliti tersebut menyatakan bahwa, target reduksi efek rumah kacadapat dicapai dengan tanpa mengorbankan protein hewani, sejauh kita dapat mengubah moda produksi, konsumsi dan mengurangi laku boros terhadap bahan pangan.

Penelitian mereka mempelajari lima faktor utama sistem makanan dan mengukur jumlah emisi yang dapat dikurangi. Hasilnya, faktor-taktor tersebut sebetulnya dapat membantu manusia memenuhi target tanpa perlu melakukan perubahan yang ekstrem pada pola makanan.

Jika sistem pangan dunia terus pada lintasan saat ini, itu akan menghasilkan hampir 1,4 triliun ton gas rumah kaca selama 80 tahun ke depan, studi tersebut menemukan.

Itu berasal dari sapi yang bersendawa, tanah yang tidak dikelola dengan baik, pupuk, dan sisa makanan. Emisi sebanyak itu—bahkan jika dunia berhenti membakar bahan bakar fosil yang menghasilkan polusi karbon dua kali lebih banyak daripada makanan — mungkin cukup untuk mengantarkan Bumi lebih dari tujuan yang ditetapkan dalam kesepakatan iklim Paris 2015.

KLIK INI:  Ironi di Bulan Kemerdekaan: Hutan dan Lahan Masih Terjajah Kebakaran

Kata profesor teknik biosistem di University of Minnesota, seluruh dunia tak harus mengorbankan daging untuk tujuan iklim kita. Kita bisa memperbaiki cara menanam makanan, mengi=urangi pemborosan dan mengonsumsi makanan yang lebih baik dan sehat.

Para peneliti dari Amerika Serikat dan Inggris menemukan:

  • Peralihan yang hampir lengkap ke pola makan kaya nabati di seluruh dunia dapat memangkas hampir 720 miliar ton gas rumah kaca.
  • Jika hampir setiap orang mengonsumsi jumlah kalori yang tepat berdasarkan usia mereka, sekitar 2.100 kalori per hari untuk banyak orang dewasa, itu akan mengurangi sekitar 450 miliar ton gas rumah kaca.
  • Jika pertanian menjadi lebih efisien karbon — dengan menggunakan lebih sedikit pupuk, mengelola tanah dengan lebih baik, dan melakukan rotasi tanaman yang lebih baik — itu akan memotong hampir 600 miliar ton gas rumah kaca.
  • Jika pertanian dapat meningkatkan hasil melalui genetika dan metode lain, itu akan memangkas hampir 210 miliar ton gas rumah kaca.
  • Jika orang membuang lebih sedikit makanan baik di piring mereka, di restoran atau dengan memberikannya kepada orang-orang di negara-negara miskin, itu akan menghilangkan hampir 400 miliar ton gas rumah kaca.

Atau jika dunia melakukan masing-masing dari lima hal itu tetapi hanya setengah jalan, emisi akan turun hampir 940 miliar ton. Dan itu, dengan pengurangan emisi bahan bakar fosil, akan memberi dunia kesempatan berjuang untuk mencegah pemanasan 0,5 hingga 1,3 derajat (0,3 hingga 0,7 derajat Celcius), yang ingin dilakukan oleh kesepakatan Paris.

Hans-Otto Poertner, yang memimpin panel sains Perserikatan Bangsa-Bangsa yang melihat dampak perubahan iklim dunia, mengatakan bahwa penelitian ini masuk akal dalam menjabarkan banyak jalan untuk mencapai pengurangan emisi yang dibutuhkan.

Kata Hill, mengonsumsi makanan dengan sedikit daging dan lemak hewani dan memotong porsi dapat membantu orang supaya lebih sehat.

Tak ada yang salah dengan adopsi pola hidup vegan, namun itu tak membantu secara signifikan untuk mengerem laju perubahan iklim.

Semua manusia bisa saja mempraktikkan pola hidup tersebut, tetapi agaknya insignifikan sementara sebagian gas yang menyebabkan kenaikan suhu dunia berasal dari pembakaran batu bara, minyak dan gas alam, pun seperempat hingga gas rumah kaca berasal dari pertanian, ditambah lagi kesadaran masyarakat yang kurang dan public policy di suatu negara yang tak responsif terhadap kasus krisis iklim yang kian hari kian mengkhawatirkan ini.

KLIK INI:  Kebakaran Lahan Gambut, Nobatkan Indonesia dan Brasil sebagai Penyumbang Besar GRK