Steve Wawiyai: Pelibatan Perempuan dalam Konservasi Mangrove adalah Kunci

oleh -31 kali dilihat
Steve Wawiyai: Pelibatan Perempuan dalam Pengelolaan Mangrove adalah Kunci
Fatimah Anwar saat ikut menanam mangrove di Luppung-foto/Ist

KlikHijau.com – Pada Webinar Series II, Klikhijau mengundang seorang aktivis lingkungan dari Raja Ampat, Steve Wawiyai. Webinar bertajuk “Berbagi Praktik Baik dari Raja Ampat” ini menyoroti inisiatif masyarakat lokal dalam menjaga ekosistem mangrove dan membangun ketahanan pangan berbasis komunitas melalui keterlibatan aktif perempuan.

Stevanus Wawiyai, telah mendampingi masyarakat Kampung Friwen dan Kampung Yenbeser dalam upaya pelestarian mangrove. Ia menuturkan bahwa sebelumnya, mangrove di wilayah tersebut mengalami kerusakan parah, bahkan mencapai 57% pada tahun 2019 akibat pembangunan homestay dan resort. Namun, kondisi itu kini berbalik berkat pengorganisasian masyarakat dan peran sentral kelompok perempuan.

“Ketika kita bicara soal ketahanan pangan, kita tidak bisa lepaskan dari ekosistem yang menopangnya. Di kampung kami, hutan mangrove bukan hanya penyangga alam, tapi sumber pangan langsung yang diolah oleh mama-mama,” ujar Steve.

Dalam konteks pesisir, perempuan memainkan peran yang sangat penting. Mereka menggantungkan hidup pada hutan mangrove untuk berbagai aktivitas sehari-hari, mulai dari mencari ikan, mengumpulkan kerang, mengambil daun untuk anyaman, hingga mengolah buah mangrove menjadi makanan lokal. Namun, peran perempuan ini sering kali tidak diakui secara formal, apalagi dalam struktur adat Papua yang cenderung menempatkan laki-laki sebagai pengambil keputusan utama.

Sejak tahun 2018, dilakukan pemetaan partisipatif untuk menetapkan Hutan Desa seluas 1.025 hektare yang kini dikelola dengan skema perhutanan sosial. Kegiatan ini melibatkan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD), empat Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), serta kelompok perempuan yang membentuk Pokja Perempuan Perlindungan Mangrove.

KLIK INI:  Masyarakat Riau Terima SK Perhutanan Sosial dan Hutan Adat

“Perempuan di Friwen dan Yenbeser tidak hanya jaga dapur, mereka juga jaga hutan. Mereka yang buat inovasi pangan dari mangrove, mereka juga yang turun langsung ke lapangan tanam mangrove dan jaga batas kawasan,” kata Steve lagi dalam webinar tersebut.

Bahkan, 80% dari pengurus KUPS merupakan perempuan. Dukungan pemerintah desa juga terlihat melalui alokasi Dana Desa sebesar 15% untuk mendukung program perhutanan sosial ini.

Untuk memastikan keterlibatan perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam, pendekatan yang digunakan adalah menciptakan ruang aman dan tertutup bagi perempuan untuk berdiskusi dan berproses secara mandiri. Hal ini dijelaskan sebagai respons atas pertanyaan audiens tentang bagaimana perempuan bisa dilibatkan dalam konteks budaya yang masih patriarkis. Ruang tertutup ini membantu perempuan merasa nyaman dalam menyatukan visi dan membangun struktur kelompok yang sesuai dengan nilai-nilai mereka sendiri.

Let’s Join! Webinar Klikhijau Series II: Cerita Pengelolaan Mangrove dari Raja Ampat
Flayer diskusi Webinar – Foto: Ist

Webinar ini juga mengutip sosok inspiratif lainnya, Loesye Ermy Fainno, penerima penghargaan Women Champion dari BRGM, yang menyatakan: “Karena ada hutan, kitorang perempuan itu hidup. Di Papua kita mau jaga hutan, kita perkuat perempuannya. Ketika perempuan itu kuat, maka bangsa itu juga kuat.”

Pengalaman Raja Ampat menunjukkan bahwa solusi lingkungan tak bisa dilepaskan dari keadilan gender. Perempuan bukan hanya objek dari kebijakan, tetapi pelaku utama perubahan. Dengan cara kerja kolektif, partisipatif, dan berbasis nilai adat, komunitas di Raja Ampat telah membuktikan bahwa ketahanan pangan dapat tumbuh dari akar rumput—tanpa merusak alam, justru menjadikannya pusat kekuatan.

Dengan ini menunjukkan bahwa pelibatan perempuan dalam pengelolaan lingkungan tidak hanya memperkuat ketahanan pangan dan ekonomi lokal, tetapi juga menciptakan sistem perlindungan ekosistem yang berkelanjutan dan berbasis komunitas. Ketika perempuan diberi ruang untuk tumbuh, mereka tak hanya menjaga alam, tetapi juga menjadi pemimpin perubahan di lingkungannya.

KLIK INI:  Webinar Klikhijau: Bagaimana Anak Muda Berperan dalam Advokasi Lingkungan?