Sisi Kelam Tahun 2024, Hampir Pasti Jadi Tahun Terpanas yang Pernah Tercatat

oleh -20 kali dilihat
Jangan Remehkan Cuaca Panas, Ini Cara Lindungi Tubuh dari Sakit
Ilustrasi cuaca panas/Foto-pixabay

Klikhijau.com – Berakhirnya tahun 2024 tidak serta mengakhiri kisah kelamnya. Di mana hampir dipastikan sebagai tahun terpanas yang pernah tercatat.

Belum lama ini, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), yang merupakan bagian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa tahun 2024 akan ditetapkan sebagai tahun terhangat yang pernah tercatat.

Publikasi akan suhu global resmi untuk tahun 2024 akan segera diketahui, sebab akan dipublikasikan pada bulan Januari ini.

Dengan adanya laporan tersebut, para ilmuwan mendesak tindakan segera untuk melindungi planet ini terhadap dampak perubahan iklim yang paling dahsyat, terutama karena dunia sudah mengalami peristiwa cuaca ekstrem yang lebih intens dan lebih sering.

KLIK INI:  Varian Ukuran Polybag dan Pemanfaatan Jenis Tanaman yang Tepat

Sekretaris Jenderal  PBB, António Guterres bahkan memperingatkan bahwa tahun 2024, berpotensi  jadi tahun terpanas.

“Sepanjang tahun 2024, harapan sulit ditemukan. Perang menyebabkan penderitaan, kesengsaraan, dan pengungsian yang luar biasa. Ketimpangan dan perpecahan merajalela — memicu ketegangan dan ketidakpercayaan. Dan hari ini saya dapat secara resmi melaporkan bahwa kita baru saja mengalami satu dekade panas yang mematikan,” kata Guterres.

Guterres juga mengungkapkan bahwa dalam sepuluh tahun terpanas yang pernah tercatat terjadi dalam 10 tahun terakhir, termasuk 2024.

“Ini adalah kehancuran iklim, secara langsung. Kita harus keluar dari jalan menuju kehancuran ini dan kita tidak boleh membuang waktu,” tegasnya.

KLIK INI:  Bencana Alam Kembali Jenguk Daerah Selatan Sulsel
Fokus pada pelestarian kriosfer

Sementara itu, Sekretaris Jenderal WMO, Celeste Saulo mengatakan bahwa tahun ini kita menyaksikan hujan lebat dan banjir yang memecahkan rekor serta hilangnya nyawa yang mengerikan di banyak negara, yang menyebabkan kesedihan bagi masyarakat di setiap benua.

“Siklon tropis menyebabkan korban jiwa dan ekonomi yang mengerikan, yang terbaru di wilayah seberang laut Prancis, Mayotte, di Samudra Hindia. Cuaca panas yang hebat membakar puluhan negara, dengan suhu mencapai lebih dari 50°C pada sejumlah kesempatan. Kebakaran hutan menimbulkan kehancuran,” urainya.

Tahun 2025 ini,  WMO akan berfokus pada pelestarian kriosfer, atau pelestarian es laut, lapisan es, dan bagian Bumi yang beku lainnya. Seperti yang dilaporkan NASA pada bulan September 2024, baik es di Arktik maupun Antartika mencapai titik terendah yang pernah tercatat pada tahun 2024, dengan Antartika mengalami tingkat es yang rendah bahkan pada bulan-bulan terdingin dalam setahun di Belahan Bumi Selatan.

KLIK INI:  Kecemasan di Negeri tanpa Narasi Sadar Lingkungan

Awal Januari ini Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) melaporkan bahwa untuk pertama kalinya dalam ribuan tahun, Arktik mengeluarkan lebih banyak karbon daripada yang disimpannya sebagai respons terhadap suhu yang memecahkan rekor, hilangnya es, dan kebakaran hutan.

Lebih jauh, laporan terkini oleh World Weather Attribution and Climate Central merinci dampak parah dari peristiwa cuaca ekstrem terkait perubahan iklim, yang mengakibatkan kematian dini sedikitnya 3.700 orang dan jutaan orang mengungsi pada tahun 2024.

Menurut laporan tersebut, perubahan iklim memperburuk 26 dari 29 peristiwa cuaca ekstrem yang dianalisis tahun ini. Khususnya, panas ekstrem diperparah secara signifikan oleh perubahan iklim, dengan tambahan 41 hari panas berbahaya pada tahun 2024, demikian temuan laporan tersebut.

Guterres telah memperingatkan bahwa negara-negara perlu bersatu untuk melindungi masyarakat dan planet ini ke depannya.

“Pada tahun 2025, negara-negara harus menempatkan dunia pada jalur yang lebih aman dengan memangkas emisi secara drastis, dan mendukung transisi menuju masa depan yang terbarukan,. Hal ini penting dan ini mungkin,” pungkas Guterres.

KLIK INI:  Populasi Amfibi Sekarat di Tangan Perubahan Iklim

Dari Ecowatch