Selain Serial Drama-nya, Cara Korsel Mengurangi Sampah Makanan juga Mengesankan

oleh -678 kali dilihat
Warga Korsel menerapkan program Pay as You Trash
Warga Korsel menerapkan program Pay as You Trash/foto-Strait Times
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com – Selain sampah plastik, sampah sisa makanan juga menjadi masalah. Meski mudah terurai dalam tanah, tapi membuangnya di sembarang tempat bisa mencemari lingkungan dan menjadi sumber penyakit. Menyimpannya di dalam rumah akan melahirkan bau yang tak sedap.

Pengelolaan sampah sisa makanan di negara kita Indonesia belum menjadi isu yang “hangat”, berbeda dengan sampah plastik. Padahal tingkat bahaya yang ditimbulkan bisa sama, kesehatan masyarakat akan terganggu akibat sampah-sampah makanan yang tak diolah dengan baik dan benar.

KLIK INI: Benarkah Gowa Darurat Tempat Sampah?

Pengelolaan sampah dan kesadaran masyarakat, bahkan pemerintah tentang sampah di Indonesia tertinggal jauh dari Singapura, Jepang atau Korea Selatan. Khusus pengelolaan sampah sisa makanan, negara yang disebutkan terakhir memiliki pengelolaan sampah sisa makanan yang patut ditiru. Seperti yang dimuat di Kumparan.com pada tanggal 11 Desember 2017 silam, bahwa dengan jumlah penduduk kurang lebih 51 juta jiwa, Korea Selatan berhasil menorehkan prestasi di bidang pengelolaan sampah makanan.

Berita Kumparan.com tersebut yang dikutip dari Straits Times, tercatat dari tahun 2008 hingga 2014 jumlah sampah makanan di Korea Selatan berkurang dari 5,1 ton menjadi 4,8 ton per hari. Sampah makanan yang dimaksud ini adalah sampah dari sisa makanan yang dikonsumsi seperti sayur sisa memasak, makanan yang tidak habis dimakan hingga buah-buahan busuk.

Pada tahun 2013 Pemerintah Korea Selatan menerapkan program bernama “Pay as You Trash” untuk pengolahan sampah makanan. Kejelian pemerintah Korea Selatan dalam membuat kebijakan pengelolaan sampah makanan tersebut sangat berhasil mengurangi sampah makanan di negara penghasil K-pon dan serial drama yang banyak diganrungi kaum milenial Indonesia.

Program Pay As You Trash tersebut mengharuskan masyarakat Korea Selatan untuk memisahkan sampah makanan dari bungkusnya dan memasukkannya dalam sebuah alat pengolahan sampah khusus. Untuk dapat mengakses alat pengolahan, masyarakat di Negeri Ginseng ini harus merogoh koceknya disesuaikan dengan kiloan beban sampah mereka.

Dalam hal sampah makanan, pemerintah Korea Selata membagi 3 metode pembayaran untuk sistem Pay as You Trash.

Pertama, melalui kartu Radio Frequency Identification (RFID) . Untuk penggunaannya, masyarakat hanya perlu menempelkan kartu tersebut pada alat dan pintu alat pengolah sampah makanan akan terbuka secara otomatis. Pada saat itulah masyarakat dapat memasukkan sampah mereka ke alat pengolah.

KLIK INI: Gajah Saja Buang Sampah Pada Tempatnya, Kok Kamu Tidak?

Sampah yang dimasukkan tersebut secara otomatis akan terhitung beratnya dan akan tercatat pada akun pemiliknya. Pemilik sampah kemudian harus membayar tagihan pengolahan sampahnya ini setiap bulannya.

“Karena saya khawatir akan biaya pembuangan, saya lebih berhati-hati lagi dalam membuang sampah makanan sekarang,” ungkap Kwan seorang ibu rumah tangga dikutip dari odditycentral.com.

Sistem pembayaran kedua adalah melalui kantong sampah prabayar. Pembayaran dengan sistem ini didasarkan pada volume sampah. Sebagai contoh, di Seoul, sebuah kantong sampah 10 liter dihargai 190 won (Rp 2.356).

Sistem pembayaran ketiga, yakni sistem manajemen barcode. Masyarakat Korea Selatan cukup menyimpan makanan limbah langsung ke tempat sampah pengomposan dan membayarnya dengan membeli stiker kode batang yang terpasang di tempat sampah.

Keberadaan sistem Pay as Your Trash membuat masyarakat Korea Selatan menjadi lebih sadar untuk menghabiskan makanan. Mereka lebih berhati-hati terhadap sampah makanannya. Apalagi, sistem ini diawasi secara ketat oleh petugas keamanan khusus.

Apakah Indonesia akan meniru program tersebut? Mari berharap sambil berdoa semoga pemerintah Indonesia bisa “juga” menerapkannya untuk menghindari pencemaran lingkungan yang bisa menimbulkan penyakit bagi masyarakat. (kh)