Seberapa Siap Industri Pariwisata Memasuki Era New Normal?

oleh -665 kali dilihat
Seberapa Siap Industri Pariwisata Memasuki Era New Normal?
Ilustrasi - Foto/Kompasiana
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Industri pariwisata menjadi sektor yang paling terpukul selama penyebaran covid-19. Pariwisata tidak hanya lumpuh total, tetapi juga mengalami banyak kerugian.

Tak cukup sampai di situ, sektor ini juga harus beradaptasi kembali seperti bayi yang belajar berjalan untuk bisa bertumbuh lagi di era new normal.

Padahal sebelum ada pandemi, secara global industri pariwisata sedang membaik setidaknya dalam 3 dekade terakhir.

Pariwisata bahkan menjadi salah satu sektor yang paling berpengaruh di banyak Negara, termasuk Indonesia. Sektor ini berkontribusi sebesar 35 persen terhadap trade. Sektor ini juga berkontribusi pada 10 persen dari pendapatan per kapita global.

Namun, tren positif ini berubah dalam sekejap mata akibat pandemi. Industri pariwisata tumbang dan agar bisa bangkit, tentu harus bisa melakukan banyak penyesuaian.

KLIK INI:  Promosikan Pariwisata, Jelajah Sulawesi Lewati Empat Provinsi Ini

Oleh sebab itu, diperlukan strategi baru yang  sangat serius demi kebangkitan kembali sektor pariwisata di fase new normal. Itulah espektasi bersama yang mewarnai diskusi Webinar “The Indonesian Forum” yang digelar The Indonesian Institute (TII), Kamis 18 Juni 2020. Dengan tema “Siapkah industri pariwisata memasuki era new normal?

Sebuah tema yang menarik dan relevan dengan konteks saat ini, dimana setelah terjungkal habis, industri pariwisata sedang berjuang bangkit lagi. Era new normal atau fase kenormalan baru akan memungkinkan bangunnya kembali sektor strategis ini dengan berbagai catatan.

Pariwisata yang terjung bebas

Rifki Fadillah, Peneliti Bidang Ekonomi TII sebagai narasumber pada Webinar ini menunjukkan data anjloknya industri pariwisata. Industri penerbangan sebagai sektor turunan dari pariwisata yang pertama kali mengalami penurunan pendapatan. Tidak main-main, penurunan industri penerbangan di tahun 2020, kata Rifki mencapai angka 252 Miliar USD.

“Hingga Maret 2020, penurunan jumlah penerbangan domestik mencapai 24,09 persen. Sedangkan, pada sektor perhotelan, kerugian rata-rata secara global mencapai lebih dari 50 persen. Sementara di Indonesia, tingkat penghunian kamar hotel juga menurun sebesar 16,98 persen. Dengan penurunan terparah ada di Provinsi Papua Barat,” jelas Rifki.

KLIK INI:  6 Hotel Paling Ramah Lingkungan di Asia, Satunya Bisa Anda Jumpai di Indonesia

Hal yang sama dikatakan Rianto Sofyan, Ketua Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia.

Sofyan menjabarkan adanya penurunan kunjungan wisatawan mancanegara pada Maret 2020 sebesar -64,11 persen.

Terdapat juga catatan lain, kata Sofyan, bahwa jumlah hotel dan restoran yang berhenti menjalankan usahanya, secara berurutan, mencapai lebih dari 2000 dan lebih dari 8000.

“COVID-19 juga menggeser cara konsumsi orang ke arah daring, perilaku ini diprediksi akan menjadi kebiasaan baru orang-orang pasca pandemi,” kata Sofyan.

Meski demikian, sebagai negara dengan sumber ekonomi yang kuat, Sofyan optimis Indonesia memiliki peluang yang besar untuk bisa kembali mengembangkan sektor pariwisata. Sayangnya, stimulus ekonomi dari pemerintah tidak menyentuh sektor pariwisata.

KLIK INI:  Apakah Indonesia Sudah Bersiap Menerapkan Era New Normal?
Stimulus dan dukungan pemerintah

Mengenai stimulus, H. Syaiful Huda (Ketua Komisi X DPR RI) juga menyayangkan sikap pemerintah yang dinilai tidak memberikan respon penting berkaitan dengan penyelamatan dunia pariwisata.

“Tanda pertama ketidakpedulian itu berkaca dari pemotongan dana Kemenparekraf yang mencapai lebih dari Rp 2 triliun. Hal ini tidak responsif, mengingat adanya 18 juta orang di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif yang terdampak,manakala pemerintah tidak memperlihatkan keberpihakannya,” tegas Syaiful Huda.

Syaiful Huda berharap dalam menghadapi masa pemulihan, pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang konkrit. Semisal memberikan ruang fiskal yang lebih.

“Stimulus juga penting untuk bisa menolong pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif menengah ke bawah. Selain itu, opsi menggenjot wisatawan lokal adalah yang paling rasional untuk memulai fase recovery sektor pariwisata,” lengkapnya.

KLIK INI:  Di Tebing Cafe Majene, Ada Pesona Matahari Terbit yang Memikat Hati

R. Kurleni Ukar, Deputi Bidang Kebijakan Strategis, Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (BAPAREKRAF) juga mengakui pentingnya stimulus untuk memulihkan wisata domestik.

Sejauh ini, pihaknya telah melakukan banyak program strategis untuk normalisasi. Diantaranya dengan meningkatkan safety dan security, serta melakukan promosi seperti memberikan diskon, insentif, dan paket promosi wisata.

“Salah satu bentuk promosi yang dilakukan Kemenparekraf adalah dengan mengeluarkan jargon InDOnesia CARE (I DO CARE) yang mengutamakan kebersihan, kesehatan, dan keamanan. Kampanye lain yang dilakukan Kemenparekraf adalah memunculkan tagar #DiIndonesiaAj,” kata Kurleni.

Adaptasi di era new normal

Bagaimana membangkitkan kembali pariwisata di era normal? Menurut Rianto Sofyan, ada tiga faktor penting untuk kembali menjalankan sektor pariwisata, yaitu new business model, health protocol, dan external risk.

KLIK INI:  Sudah Tak Sabar Berwisata di Era New Normal? Perhatikan Ini Agar Tetap Aman!

“Hal itu disambung dengan langkah strategis yang bisa diterapkan. Misalnya, membuat save travel protocol Indonesia atau traumatic recovery program. Yakni dengan membuat produk atau jasa yang dapat segera dibutuhkan pasar, melakukan digitalisasi, hingga membuat program mitigasi ‘Siap Siaga Pariwisata’.” Pungkas Sofyan.

Sejauh ini, Kemenparekraf juga mengaku telah memiliki beberapa skenario dalam menghadapi krisis kepariwisataan.

Diantaranya dengan fokus mengedukasi masyarakat agar tidak terjadi penolakan terhadap wisatawan yang masuk ke wilayah Indonesia.

”Kemenparekraf juga membuat protokol kesehatan tentang Standar Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Protokol ini juga akan dibuat turunan penerapannya,” jelas R. Kurleni Ukar, Deputi Bidang Kebijakan Strategis, BAPAREKRAF.

Kemenparekraf akan merujuk pada rekomendasi pemulihan dari UNWTO, salah satunya adalah membuka perbatasan secara bertanggung jawab.

Selain itu, Kemenparekraf juga menerapkan strategi adaptif untuk tahap recovery dari pandemi. Yakni dengan mengedepankan manusia sebagai prioritas, mengaktifkan kanal komunikasi recovery yang efektif, memberikan stimulus permintaan, fokus pada destinasi utama dan mengutamakan wisatawan domestik serta fokus pada bidang usaha parekraf yang sesuai dengan potensi daerah.

Semoga sektor ini segera berbenah, semakin banyak orang merindukan nikmatnya melancong di destinasi wisata khususnya wisata alam.

KLIK INI:  Hari Tanpa Tembakau Sedunia, New Normal dan Polusi Udara