Urgensi Perpanjangan Moratorium Sawit untuk Merdeka dari Korupsi SDA

oleh -109 kali dilihat
Menilik Pentingnya Perpanjangan Moratorium Sawit
Ilustrasi pekerja di perkebunan sawit - Foto/Kompas

Klikhijau.com – Momentum kemerdekaan Indonesia ke-76 harus menjadi titik balik bagi pemerintah untuk merdeka dari korupsi sumber daya alam. Komitmen tersebut perlu direalisasikan dengan memperpanjang dan memperkuat Inpres moratorium sawit yang akan habis satu bulan lagi.

Moratorium Sawit penting untuk diperpanjang dan diperkuat, untuk mewujudkan tata kelola sawit berkelanjutan. Juga untuk mengoptimalkan pendapatan daerah, serta mencegah korupsi sektor sumber daya alam.

Demikian disampaikan oleh Sulfiyanto Alias, Direktur Eksekutif Panah Papua.

Menurut Sulfianto, berpedoman kepada Inpres Moratorium, Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat telah menginisiasi pencabutan 14 izin perusahaan perkebunan sawit yang sama sekali belum melakukan aktivitas baik penanaman di lapangan maupun HGU.

“Selain itu terdapat tiga perusahaan yang berkomitmen untuk tidak melanjutkan perolehan HGU atau tidak akan meneruskan kegiatan,” tambahnya.

Keberhasilan atas pencabutan izin tersebut tidak terlepas dari peran KPK melalui Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNP-SDA). Terdapat rekomendasi KPK yang ditujukan kepada Bupati untuk mencabut izin-izin yang telah diperoleh namun pelaku usaha tidak melakukan aktivitas sama sekali.

KLIK INI:  Di Usia Setengah Abad, Abang Terancam Denda 5 Miliar karena Ini!
Pentingnya perpanjangan moratorium sawit

Namun pengawasan ketat diperlukan paska izin ini dicabut. Terdapat perusahaan yang mencoba untuk beraktivitas kembali seperti PT SAS dan PT IKS dengan cara mengusulkan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK).

Izin Pelepasan Kawasan hutan menjadi dasar perusahaan mengurus izin IPK. PT RSP ditemukan tetap melanggar komitmen dengan tetap meneruskan kegiatan pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit.

Pentingnya perpanjangan moratorium sawit ini juga diamini oleh Muh Eko Zanuardy, Direktur Eksekutif Lingkaran Advokasi & Riset (Link-AR) Borneo, Kalimantan Barat.

“Waktu 2,5 tahun ini merupakan waktu yang singkat untuk menjalankan Inpres Moratorium, mengingat tata kelola perkebunan sawit secara khusus di Kalimantan Barat perlu adanya perbaikan untuk kesejahteraan masyarakat dan berbasis perlindungan lingkungan,” ungkap Muh Eko Zanuardy.

“Implementasi Inpres Moratorium Sawit ini secara umum efektif terlaksana yaitu dalam konteks pemberhentian pemberian izin baru. Namun untuk evaluasi dan peningkatan produktivitas belum sepenuhnya terlaksana. Hal ini terlihat dari data pemerintah yang belum lengkap mengenai tata kelola perkebunan kelapa sawit,” tambahnya.

KLIK INI:  Meninjau Ulang Rencana Bupati Bulukumba Datangkan Perusahaan Sawit

Ada beberapa inovasi yang dilakukan oleh NGO yang bekerja di Kalbar dalam menjalankan program-program inisiatif untuk mendukung implementasi Inpres Moratorium.

Link-AR Borneo di tahun 2018-2019 melakukan pemantauan dan investigasi di Kabupaten Sekadau terhadap perusahaan-perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan, hasilnya dua izin perusahaan dicabut.

Inisiatif lainnya adalah Kabupaten Sintang saat ini telah memiliki rencana aksi kabupaten kelapa sawit berkelanjutan. Perapian database jumlah izin perkebunan telah dilakukan setiap kabupaten, walaupun data agak sulit diakses.

Kendalanya pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten tidak pernah memberikan informasi terbaru terkait pelaksanaan Inpres Moratorium kepada publik.

Sementara itu, Gifvents, Direktur Pelaksana Harian Yayasan KOMIU, Sulawesi Tengah mengatakan bahwa selama 2,5 tahun terakhir, di Sulawesi Tengah, belum semua OPD baik di tingkat provinsi  maupun kabupaten mengetahui dan mengimplementasikan Inpres Moratorium tersebut.

Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah tidak berjalannya koordinasi antara sektor terkait perkebunan kelapa sawit, belum lagi di beberapa Kabupaten sejak tahun 2020-2021 terjadi perubahan kepala daerahnya,” kata Gifvents.

“Perpanjangan Inpres moratorium sawit ini sangat penting, karena selama ini Pemerintah Daerah tidak memiliki data riil luasan perkebunan kelapa sawit di Sulawesi Tengah. Selain itu, ada ketidaksinkronan data SPOP pajak dengan realisasi penguasaan lahan di wilayah tapak, minimnya kontribusi perkebunan kelapa sawit terhadap perekonomian daerah, serta terancamnya wilayah-wilayah suaka alam dan kawasan hutan lainnya dari perluasan perkebunan kelapa sawit di Sulawesi Tengah”, tambah Gifvents.

KLIK INI:  Perlu Perpanjangan dan Penguatan Moratorium Sawit demi Pencapaian Komitmen Iklim