Tumbuh Liar Jadi Gulma, Lamanti Tetap Diminati sebagai Sayuran

oleh -2,568 kali dilihat
Tumbuh Liar Jadi Gulma, Lamanti Tetap Diminati sebagai Sayuran
Lamanti atau leunca-foto/Ist
Irhyl R Makkatutu

Klikhijau.com –  Pada aplikasi LeafSnap, lamanti dideteksi sebagai Solanum americanum. Namun, sepertinya itu keliru. Karena Solanum americanum merupakan tanaman beracun. Sementara lamanti bisa dikonsumsi sebagai sayuran.

Meski begitu, nama Solanum americanum mengantar saya mengetahui tentang lamanti. Jujur saja, mengetahui nama  suatu tumbuhan kadang membuat kewalahan.

Banyak orang, termasuk saya hanya mengetahui nama lokal atau daerahnya saja, sementara nama dalam bahasa Indonesia dan nama latinnya sama sekali buta, salah satunya adalah lamanti.

Wikipedia mencatat jika tanaman yang menjadi andalan orang dulu sebagai sayuran ini bernama ranti atau leunca yang berasal dari spesies Solanum nigrum, bukan Solanum americanum .

Tumbuhan dari genus Solanum ini merupakan anggota suku terung-terungan (Solanaceae). Buah dan daunnya dikenal sebagai sayuran dan juga menjadi bahan pengobatan. Rasanya jika dijadikan sayuran agak pahit.

KLIK INI:  Kue Leluhur yang Paling Tinggi itu Bernama Kopi Langi’

Asal tumbuhan ini dari Asia Barat kemudian menyebar ke seluruh dunia. Lamanti dikenal mampu  bertahan hidup dalam kondisi tertekan.

Cenderung diabaikan

Namun, menurut Marchella Putriantari dan Edi Santosa (2014) tumbuhan ini berasal dari Amerika Selatan. Sementara di Indonesia menyebar di Pulau Jawa dan Sumatera. Tapi, barangkali pendapat itu perlu dikoreksi karena tumbuhan ini juga tumbuh subur dan menjadi gulma di Sulawesi Selatan, khususnya di Bulukumba.

Iya, tumbuhan ini tumbuh bersama dengan gulma yang lain. Kehadirannya cenderung tidak terlalu diperhatikan. Apalagi bagi generasai zaman sekarang.

Hanya orang-orang tua di kampung saya yang kerap memperhatikan dan mengambilnya sebagai sayuran. Lamanti merupakan sayur andalan para orang tua.

Cara pengelohannya sebagai menu sayuran cukup sederhana, bisa dimasak tunggal, maksudnya  tanpa campuran sayuran lain dan bisa juga dicampur, semisal dengan  kentang. Cara memasaknya bisa direbus dan ditumis.

Masih menurut Marchella  dan Edi  dalam Pratiwi (2014) bahwa bagian yang  dikonsumsi  adalah  buah dan daun. Untuk daunnya adalah yang masih  muda. Berdasarkan penelitian Pratiwi (2011), 56.4%  dari  90  responden  menyatakan  menyukai leunca.

Menariknya dalam 100 gram buah leunca segar mengandung  90  g  air,  0.1  g lemak, 1.9  g  protein,  7.4 g karbohidrat, 274 mg Ca, 4.0 g Fe, 0.5 g karoten, 17 mg vitamin C, 0.1 mg vitamin B1, dan 17 mg vitamin C.

Namun meski memiliki banyak kandungan, lamanti atau leunca sebagian besar hanya dipanen dari areal yang kurang pemeliharaan, biasanya di kebun atau di semak-semak—tempatnya tumbuh liar.

KLIK INI:  Melirik 9 Pengganti Nasi Putih yang Lebih Sehat dan Potensial
Bisa jadi obat herbal

Rupanya selain sebagai sayuran yang nikmat, tumbuhan ini dapat pula dimanfatkan sebagai obat tradisional. Misalnya di Jawa Barat dijadikan sebagai  aprodisiak, yakni zat yang merangsang daya seksual.

Sedangkan menurut  literatur obat India kuno, buahnya dapat memberikan efek menguntungkan  pada  peradangan, diuretik, dan TBC (Chopra  dalam Marchella, 2014).

Selain itu, menurur Ghani  (2003) buah tumbuhan dari ordo Solanales ini dapat digunakan untuk mengobati, diare, penyakit jantung, demam,  penyakit mata, edema anasarka  atau bengkak seluruh tubuh), penyakit anjing gila, ambeyen, pembesaran hati  kronis, blood-spitting (batuk berdarah),    dan  disentri.

Sementara menurut penelitian Gogoi dan Islam (2012) menunjukkan buah tumbuhan ini mengandung metabolit sekunder,  yaitu flavonoid,  alkaloid, tannin, dan saponin. Tidak hanya itu, juga terdapat, glikosida, gula pereduksi, gum,  dan  steroid pada  buahnya.

Metabolit-metabolit sekunder tersebutlah yang diduga berkhasiat sebagai obat. Jenis alkaloid yang dikandungnya adalah  solanin, solamargin, dan solasonin.

Sementara alkaloid pada daunnya mengandung solasonin  dan solamargin,  sedangkan  pada  buah  terdapat solanin,  solamargin,  solasonin,  α  dan  β-solanigrin,  dan  solasodin,  serta  solanin  pada biji tanamannya (Karmakar, 2010).

Tumbuhan ini termasuk terna atau perdu semusim atau tahunan yang tergantung tempat hidupnya. Tingginya bisa 120 cm, batangnya cenderung tidak berkayu, ditutupi rambut halus. Tumbuhan ini  menyukai kawasan ladang atau kebun yang terang.

Untuk daunnya bisa mencapai panjang 7 cm dengan lebar 5 cm, bercangap di tepinya, yang permukaannya dapat ditutupi rambut.

Bunganya tersusun dalam rangkaian, memiliki mahkota berwarna putih kehijauan, dengan kepala sari kuning tegak, menutupi putiknya.

Lamanti memilki buah yang kecil kurang dari 1 cm diameternya. Ketika masih muda akan berwarna hijau yang berangsur jadi ungu pekat yang terlihat seperti hitam jika telah masak.

Untuk mengonsumsi buahnya yang masih mengkal dan matang sebaiknya hati-hati karena bisa saja dapat mengandung racun. Namun, itu tergantung pada galurnya. Beracun atau tidaknya tergantung pula pada berasal dari kultivar mana. Jadi, sebaiknya  jangan mengonsumsi buahnya di sembarang tempat.

Taksonomi lamanti:
  • Divisi       : Tracheophyta
  • Upadivisi: Spermatophytina
  • Klad         : Angiosperms, Mesangiosperms, Eudicots, Core eudicots, Asterids, dan Lamiids
  • Ordo          : Solanales
  • Famili       : Solanaceae
  • Upafamili : Solanoideae
  • Tribus        : Solaneae
  • Genus       : Solanum
  • Spesies     : Solanum  nigrum
KLIK INI:  Sensasi Bahagia Berkebun di Rumah, Mulailah dengan Menanam 4 Jenis Sayuran Ini!