Tanah Liat adalah Pahlawan Baru dalam Memerangi Emisi Metana

oleh -969 kali dilihat
Tanah Liat adalah Pahlawan Baru dalam Memerangi Emisi Metana
Ilustrasi tanah liat-foto/ilmugeografi.com

Klikhijau.com – Tanah liat adalah bahan utama kerajinan tangan. Khususnya untuk pembuatan guci, tembikar, kendi hingga piring.

Tidak hanya itu, tanah liat adalah bahan baku utama pula pembuatan batu merah. Batu yang banyak digunakan untuk konstruksi bangunan.

Ia memiliki partikel mineral yang berkerangka dasar silikat. Diameternya  kurang dari 5 mikrometer. Tanah liat biasa juga disebut dengan  lempung.

Tanah liat  memiliki  aluminium halus dan atau leburan silika. Tidak hanya dijadikan sebagai bahan baku untuk kerajinan tangan dan pembuatan batu merah.

KLIK INI:  5 Buku Penting untuk Memahami Krisis Iklim dan Solusinya

Rupanya tanah liat juga memiliki manfaat lain yang tak kalah hebatnya, yakni bisa mengurangi gas atau emisi metana.

Metana atau CH4 adalah salah satu gas rumah kaca (GRC) dengan indeks potensi pemanasan global 21 kali molekul C02 atau karbon dioksida.

Pertanian dan peternakan merupakan penyumbang gas metana yang besar. Di Indonesia, lahan persawahan menurut A. Wihardjaka, (2015) diduga memberikan kontribusi sekitar 1 persen dari total global metana.

Itu dihitung dari luas sawah d Indonesia yang berkisar  8,08 juta hektare. Penyebab emisi metana  lahan sawah ditentukan oleh beberapa faktor,antara lain pengelolaan air irigasi, tipe tanah, suhu tanah, pemupukan, dan musim tanam hingga varietas tanaman,

Emisi metana ini telah diidentifikasi sebagai prioritas tinggi selama pembicaraan iklim baru-baru ini di Glasgow.

Metana adalah GRK yang lebih kuat daripada karbon dioksida. Faktanya, itu 80 kali lebih kuat daripada karbon dioksida selama 20 tahun pertama di atmosfer dan kira-kira 25 kali lebih kuat selama 100 tahun pertama.

KLIK INI:  Mewaspadai Dampak Peningkatan Kepunahan Tumbuhan Terhadap Kesehatan Manusia

Namun demikian, sebagaimana disinggung di atas. Ada cara alami untuk mengurangi emisi metana, yakni dengan tanah liat.

Ada sebuah studi baru-baru ini yang diterbitkan oleh jurnal ACS Environmental Au. Studi tersebut berasal dari Massachusetts Institute of Technology.

Menggunakan tanah liat

Para peneliti menemukan cara baru untuk menghilangkan metana dari atmosfer dengan menggunakan tanah liat.

Penelitian itu menulis bahwa skenario aksi iklim yang membatasi perubahan suhu global hingga kurang dari 1,5 °C memerlukan kontrol metana. Namun, tidak ada teknologi pengurangan yang efektif untuk penanganan metana tingkat rendah.

KLIK INI:  Peduli Kebersihan, Bank NTT Sumbang Tempat Sampah di Labuan Bajo

“Di sini, kami menggambarkan penggunaan zeolit ​​tembaga biomimetik yang mampu mengubah metana atmosfer dan tingkat rendah pada suhu yang relatif rendah,” tulisnya.

Beberapa sumber terbesar metana adalah fracking dan pengeboran, tetapi sumber terbesar emisi metana antropogenik adalah pertanian, termasuk peternakan sapi perah.

“Banyak metana yang masuk ke atmosfer berasal dari sumber yang tersebar dan tersebar, jadi kami mulai berpikir tentang bagaimana Anda bisa mengeluarkannya dari atmosfer,” jelas Profesor Desiree Plata.

Metode baru penangkapan metana melibatkan penggabungan tembaga dengan zeolit, sejenis tanah liat yang digunakan dalam kotoran kucing. Untuk penelitian, partikel bahan zeolit ​​yang ditingkatkan tembaga ditempatkan dalam tabung reaksi dan dipanaskan dari luar sebagai aliran gas yang bervariasi dalam konsentrasi dari 2 bagian per juta sampai 2 persen mengalir melalui tabung.

Metode ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan metode penangkapan metana yang lebih tua. Misalnya, teknik tanah liat lebih murah, karena metode lain membutuhkan katalis platinum atau paladium.

KLIK INI:  Menyambut COP26: Anak-anak Muda di Makassar Membuat Video Tentang Sistem Pangan

Strategi lain yang diketahui juga memerlukan suhu tinggi setidaknya 600 derajat Celcius dan siklus antara aliran kaya oksigen dan aliran kaya metana, menciptakan risiko ledakan tinggi.

“Suhu 600 derajat di mana mereka menjalankan reaktor ini membuatnya hampir berbahaya berada di sekitar metana,” kata mahasiswa doktoral Rebecca Breneis.

“Mereka memecahkan masalah hanya dengan menciptakan situasi di mana akan ada ledakan,” lanjutnya.

Tidak mengherankan, metode penangkapan metana yang lebih tua ini memiliki jangkauan penggunaan yang sangat terbatas.

Metode baru ini tampaknya mencapai kinerja puncaknya pada suhu sekitar 300 derajat Celcius, menggunakan lebih sedikit energi dan tidak terlalu berbahaya.

Begitulah, tanah liat adalah pahlawan baru dalam memerangi emisi metana.

KLIK INI:  Apakah Kucing Mengerti Panggilan yang Ditujukan Padanya?