Sejarah Singkat Pengendalian Hama dari Masa ke Masa yang Menarik Diketahui

oleh -2,380 kali dilihat
Sejarah Singkat Pengendalian Hama dari Masa ke Masa yang Menarik Diketahui
Ilustrasi - Foto/Pixabay

Klikhijau.com – Pengendalian hama menjadi satu aksi tanpa akhir yang dilakukan manusia dalam aktivitas pertanian dan bercocok tanam.

Sepanjang sejarah bercocok tanam oleh petani di seluruh penjuru dunia, senantiasa ada hama mengintai. Serangan hama secara massif menyebabkan produktivitas menurun bahkan kerugian vatal yakni kerusakan tanaman.

Sejak itu pula, manusia terus berjuang keras bagaimana melumpuhkan hama sebagai pengganggu tanaman. Sejarah mengenai hal ini sangat panjang bahkan seolah tak berkesudahan hingga kini. Setiap saat selalu ada cara mengendalikan hama, namun setiap saat populasi dan jenis hama baru juga bermunculan.

Penasaran bagaimana kisah-kisah manusia sejak dahulu menghalau hama demi tanaman mereka, ikuti sejarah singkatnya berikut ini!

KLIK INI:  Lagi, Ditemukan Tumpukan Sampah Plastik di Perut Sapi Laut
Pengendalian hama di Cina

Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa pengendalian hama hutan sudah dimulai sejak tahun 2.500 SM. Atau sejak orang-orang Sumeria menggunakan senyawa sulfur untuk mengendalikan serangga tungau.

Pada tahun 1.200 SM, ribuan mil di sebelah timur Cina, insektisida yang berasal dari tanaman sudah dikembangkan untuk perlakuan benih sebelum ditanam dan fumigasi.

Orang-orang Cina juga menggunakan kapur dan abu kayu untuk mencegah dan mengatasi hama yang menyerang hasil-hasil pertanian yang di dalam maupun di luar rumah.

Di Cina, evolusi teknologi pengendalian hama terus berlanjut selama 1000 tahun pertama setelah masehi. Hal ini didukung oleh tradisi yang berkaitan dengan kepentingan dan pengetahuan tentang serangga. Dan juga oleh pandangan filosofis dunia yang mulai mengenal jaring-jaring makanan, mekanisme umpan balik dan pengendalian populasi secara alami lainnya.

Sejak lama, teknik tinggi yang cukup canggih telah dilakukan untuk pengendalian hama di Cina. Pada Abad ke-4 misalnya, Cina telah menganjurkan perlakuan arsenik putih pada akar tanaman padi sebelum ditanam untuk melindungi dari serangan hama serangga.

KLIK INI:  Baik Plastik Maupun Kertas, Dampaknya 11-12 terhadap Perubahan Iklim
Fenomena hama di masa revolusi pertanian

Masa renaissance menjadi era baru bagi usaha pengendalian hama melalui pendekatan ilmu pengetahuan. Penemuan mikroskop pada abad ke-17 menimbulkan ledakan informasi-informasi baru mengenai bermacam-macam makhluk ukuran kecil.

Lalu, pada pertengahan abad ke-18, Linnaeus meletakkan dasar sistematik sejati dengan pengembangan sistim nomenklatur binomialnya.

Selama periode ini, pendekatan terhadap pengendalian hama mulai mencerminkan pengetahuan biologis lebih besar, meskipun pada beberapa kasus efektivitasnya masih sangat terbatas.

Reamur (1683-1756) membicarakan arti penting hubungan inang dengan parasit dalam ledakan populasi hama dan menyarankan penggunaan serangga entomofaga (serangga pemakan serangga), terutama lacewings (serangga musuh alami) untuk membebaskan rumah kaca (green house) dari kutu daun.

KLIK INI:  Ini Jawabannya Kenapa Lingkungan Harus Tetap Sehat dan Lestari

Untuk selanjutnya, Linnaeus menyarankan pemanfaatan kumbang tanah, kepik, lacewings dan parasit untuk mengendalikan hama secara biologis. Penyediaan kotak-kotak sarang burung pemakan serangga (insektivora) di perkebunan dan hutan umum dilakukan di Jerman di awal tahun 1800.

Pada awal abad ke-18 juga dapat dilihat penemuan dan pengenalan insektisida botani di Eropa misalnya: pyrethrum, derris, quassia yang semuanya dikenal sebagai insektisida yang efektif.

Sementara, bahaya penggunaan bahan-bahan beracun mulai dikenal sekitar tahun 1700. Sebagai catatan, pada tahun 1786, Perancis melarang penggunaan arsenik dan air raksa lebih lanjut dalam perlakuan benih.

Pada 1750-1880 di Eropa adalah periode revolusi pertanian. Era ini ditandai pula dengan adanya ledakan masalah hama. Seiring dengan hal itu, muncullah kebutuhan yang mendesak untuk menyempurnakan teknik-teknik pengendalian hama.

KLIK INI:  Panggung Terbuka di Pasar Gelap Satwa Liar Dilindungi di Sulawesi Selatan

Cara-cara yang dianjurkan berkisar pada antara lain penangkapan dengan tangan, pemanfaatan musuh alami serta penggunaan racun dan senyawa berbahaya lainnya.

Lalu, pada akhir pertengahan abad ke-19 dua jenis hama menghancurkan industri anggur Eropa yakni epidemi penyakit embun bubuk dan masuknya serangga phylloxera dari Amerika.

Pemecahan masalah ini menandai adanya titik populasi hama pertama yang melibatkan usaha manusia sebagai pemegang utama pengendalinya.

Perkembangan di awal abad ke-20

Di awal tahun 1900-an, semakin banyak ilmuan dan praktisi yang secara aktif bekerja sebagai ahli serangga, ahli patologi tumbuhan dan spesialis pengendali hama lainnya.

KLIK INI:  Jangan Salah, Ini Cara Memangkas Tanaman Hias untuk Pertumbuhan dan Penampilan Lebih Eksotis

Pendekatan pendalian hama pada periode ini menekankan pentingnya identifikasi serangga yang benar dan kebutuhan akan pengertian menyeluruh mengenai biologi hama, terutama dalam hal waktu pengendalian hama yang tepat.

Selama abad ke-20 penggunaan pestisida meningkat tajam di seluruh dunia diikuti dengan perkembangan usaha pemuliaan tanaman untuk resistensi.

Setelah perang dunia II

Pengetahuan tentang pengendalian hama berkembang cukup baik selama 40 tahun pertama abad ke-20, tetapi mengalami hambatan akibat terjadinya perang dunia II. Situasi ini pula mengakibatkan munculnya revolusi terbesar dalam pengendalian hama abad ke-20 yakni perkembangan pestisida sintetis.

Di fase ini, terjadi ledakan industri pestisida akibat semakin massifnya penggunaan pestisida. Pada awalnya, petani di seluruh dunia mengira bahwa hama akan diselesaikan seratus persen dengan pestisida kimiawi.

KLIK INI:  Sandra, Orangutan yang Dapat Hak Istimewa Layaknya Manusia

Faktanya tidak demikian. Selain populasi hama yang semakin bertambah, muncul pula jenis hama baru yang resisten dengan pestisida.

Saat petani menyemprotkan pestisida untuk melenyapkan hama, secara tiba-tiba hama justru meningkat lebih tinggi dari jumlah sebelumnya.

Selain itu, musuh alami yang bertahan terhadap penyemprotan insektisida seringkali mati kelaparan karena populasi hama untuk sementara waktu terlalu sedikit, sehingga tidak tersedia makanan dalam jumlah yang cukup.

Ini menyebabkan mereka terpaksa meremigrasi ke areal lain untuk mencari makanan atau terjadi selang waktu reproduksi karena kurang makan.

Masalah lainnya yang muncul  di balik insektisida adalah induksi ledakan populasi hama sekunder. Ini terjadi kerana spesies herbivor yang pada mulanya bukan hama, tiba-tiba meledak sampai tingkat yang merusak. Ledakan ini seringkali disebabkan oleh terbunuhnya musuh alami yang sebelumnya menekan hama baru.

KLIK INI:  Langkai, Pulau Mungil di Makassar dan Dinamika Kehidupan Nelayannya

Reaksi umum terhadap penggunaan pestisida modern adalah terjadinya resurgensi hama, ledakan hama sekunder dan resistensi hama. Ketika serangga dan hama meningkatkan sesistensinya terhadap dosis rendah insektisida, dosis tinggi akan digunakan hingga akhirnya hama terbunuh.

Penggunaan insektisida menyebabkan terjadinya resurgensi hama, maka petani akan memakai insektisida dalam jumlah banyak dan lebih sering. Keadaan ini menimbulkan resistensi hama yang kerap disebut “lingkaran setan pestisida”.

Pengendalian hama sejatinya dilakukan untuk menekan populasinya sehingga tidak menimbulkan kerugian ekonomi secara signifikan.

Dalam melakukan pengendalian hama haruslah selalu didasarkan pada pertimbangan bahwa biaya untuk pengedalian atau pencegahan haruslah lebih kecil daripada nilai kerusakan yang ditimbulkan.

Itulah sejarah singkat pengendalian hama dari masa ke masa, semoga bermanfaat!

KLIK INI:  Embun Es di Dieng Banjarnegara Diserang Wisatawan, Ada Apa di Balik Fenomena Alam ini?