Saatnya Meredam Suara dengan Popok Bekas

oleh -342 kali dilihat
Ubah Kebiasaan Impor, Prabang Ciptakan Peredam Suara dari Popok Bekas
Popok sekali pakai/foto-yapeka
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com – Penggunaan popok sekali pakai (pospak) jadi persoalan tersendiri. Kehadirannya sangat membantu, seorang ibu tak harus sering mencuci celana buah hatinya.

Namun di sisi lain juga mengancam lingkungan yang bisa berakibat fatal kepada manusia dan hewan. Perlu diingat limbah popok bercampur dengan kotoran manusia.

Pospak juga mengandung senyawa kimia Super Absorbent Polymer (SAP) sebanyak 42 persen yang akan berubah bentuk menjadi gel saat terkena air.

Apabila terurai dalam air, zat kimia ini dapat berbahaya bagi lingkungan. Bahkan, meskipun dihilangkan dengan cara dibakar, gel di dalam pospak tak dapat terbakar dengan baik. Karena itu pospak jadi masalah lingkungan yang harus dicarikan solusinya.

KLIK INI:  Keprihatinan Akan Cemaran Merkuri “Berakhir” di Tangan Agus

Beruntunglah, ada sosok seperti Prabang Setyono yang menyulap limbah pospak jadi bernilai ekonomi dan bisa menyelamatkan lingkungan.

Prabang yang merupaka Dosen Ilmu Lingkungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo mengubah pospak jadi prototipe panel akustik atau peredam suara dalam ruang.

Upaya Prabang menciptakan peredam suara dari popok bekas tidak berjalan instan. Ia melakukan sebuah penelitian selama delapan bulan sejak 2018.

Ubah kebiasaan impor

Penelitian yang dilakukan dosen, yang juga menjabat Kepala Program Studi (Kaprodi) Ilmu Lingkungan UNS tersebut berawal dari keresahan.

Ada dua poin yang membuatnya resah, pertama ia melihat keberadaan limbah pospak yang sulit terurai dan jumlahnya sangat besar di Indonesia.

Dan poin kedua, sebagai bentuk ‘kritik’ pola kebiasaan impor peredam suara atau panel akustik berbahan glasswool di Indonesia yang memiliki harga cukup mahal.

Ia menganggap pola impor harus diubah, karenanya ia ingin menyediakan barang yang murah dan terjangkau bagi daya beli masyarakat.

Ia akui bidang industri membutuhkan peredam suara dengan harga terjangkau, efektif, dan sebisa mungkin berbahan dasar lokal atau tak perlu impor.

Ia khawatir lambat laun impor akan menimbulkan ketergantungan. Dan sepertinya kekhawatiran itu benar adanya. Persoalan impor telah mendarah daging di Indonesia. Telah jadi budaya yang mengasyikkan. Apa pun rasanya serba impor. Padahal banyak barang lokal yang tak kalah kualitasnya dari barang luar negeri.

“Kemudian saya berpikir sumber daya apa yang melimpah di Indonesia, tetapi belum dimanfaatkan dengan maksimal. Sebagai orang lingkungan, saya juga berpikir dari aspek lingkungan dan bagaimana mengurangi waste atau limbah. Ketemulah pospak ini,” jelasnya seperti tertulis dalam siaran pers, Selasa , 12 Mei 2020 lalu.

Pemakaian pospak tinggi

Pemakaian pospak di Indonesia cukup tinggi. Orang tua lebih memilih memakaikan popok buah hatinya daripada harus repot mencuci dan mengepel lantai.

KLIK INI:  Penemuan Terbaru: Bahan Pakian dari Tentakel Cumi-Cumi Bisa Mengurangi Pencemaran Plastik

Bahkan bayi sejak lahir sudah dipakaikan popok hingga ia pintar ke kamar mandi buang air kecil dan air besar baru lepas dari popok.
Itu pun tak serta merta lepas. Masih akan mengenakan popok jika bebepergian. Bayangkan seorang bayi sudah menghabiskan sekitar 4.000 pospak. Berdasarkan data dari katadata.co.id, pada 2018 jumlah bayi usia 0—3 bulan di Indonesia mencapai angka 23.729.600 bayi. Jika 50 persen dari jumlah tersebut menggunakan popok sekali pakai, maka jumlah limbah pospak di Indonesia sangatlah besar.

Sedangkan menurut riset Bank Dunia tahun 2017, popok sekali pakai menjadi penyumbang sampah terbanyak kedua di laut yakni sebesar 21 persen. Data ini terkonfirmasi pula oleh temuan sebuah lembaga nirlaba bernama Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton).

Ecoton menemukan, pada Juli 2019 lalu, terdapat 60 persen sampah yang tertahan di kali Surabaya adalah sampah popok. Ecoton mengangkut sekitar 380 lembar Pospak berbagai merek hasil buangan warga yang meringset ke kali Surabaya.

Pada tahun 2018, data survey di Jawa Timur pada empat kota (Surabaya, Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto) menunjukkan pemakaian Pospak melambung tinggi. Pada 700 ibu-ibu yang disurvey di empat kota itu, ditemukan adanya pemakaian Pospak sekitar 3-4 buah perharinya (49 persen). Lainnya menghabiskan 1-2 Pospak per harinya (46 persen). Bahkan 5 persen diantaranya menghabiskan 5-6 pospak setiap harinya. Dari jumlah ini, sebagian besar sampah Pospak yakni 62,5 persen dibuang ke sungai dan laut.

Pospak memiliki sifat yang bandel, semakin terendam di air semakin sulit diurai terutama gel di dalamnya. Bisa sepuluh tahun terawetkan. Itu juga dapat mengganggu kesehatan air sungai dan laut.

KLIK INI:  Cara Keren Anak-Anak Muda Gorontalo Ajak Warga Tanam Sejuta Pohon
Berdayakan pemulung

Ada dua hal yang menyebabkan Prabang memilih penelitian berbahan pospak untuk memenuhi kriteria bahan baku peredam suara atau panel akustik, yakni pospak berbentuk serabut-serabut dan memiliki celah pada bubuk-bubuk di dalamnya yang bertumpuk-tumpuk.

“Gelombang suara akan lebih mudah diredam atau diresapkan apabila celahnya bertumpuk-tumpuk. Ini lebih efektif daripada yang datar (flat),” terangnya.

Seperti disinggung di atas, pembuatannya tak instan, selain memakan waktu penelitian berbulan-bulan. Proses pembuatan peredam suara dari pospak juga butuh proses lama.

Pospak harus terlebih dahulu dilakukan disinfektan dengan cairan klorin kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari supaya mikroba infeksinya hilang.

Selain pospak, Prabang juga memanfaatkan kertas daur ulang yang biasa digunakan untuk tempat menaruh telur sebagai luaran atau casing-nya agar memiliki kesan estetika.

“Bentuknya itu kan berlekuk-lekuk, ini sangat bagus untuk meredam suara. Secara estetikanya juga bagus. Tapi karena ini masih prototipe, maka belum terlalu rapi pengemasannya,” kata Prabang.

Apa yang dilakukan oleh Prabang dianggapnya sebagai sebuah circular economy atau lingkaran ekonomi. Ia mendaur ulang limbah tanpa nilai menjadi teknologi tepat guna dan ramah lingkungan yang dapat bernilai jual tinggi.

Melalui temuannya, Prabang berharap peredam suara dari pospak bisa menggantikan peredam suara sintetis dari gipsum dan peredam suara glasswool.

Selain itu, penggunaan bahan limbah pospak bisa menghidupi pula pemulung, sebab pemulung bisa berperan dalam pengumpulan bahan sehingga dapat meningkat penghasilannya mereka.

KLIK INI:  Pandu Laut Nusantara, Wadah Prajurit Penjaga Lautan Bentukan Menteri Susi