Program Adipura dan 5 Permasalahan Mendasar Soal Persampahan

oleh -349 kali dilihat
Program Adipura dan 5 Permasalahan Mendasar Soal Persampahan
Program adipura dan permasalahan mendasar soal persampahan/Foto-ppid.menlhk.go.id

Klikhijau.com – Pemerintah terus meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan secara berkelanjutan dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance. Diantaranya dengan gerakan kota bersih, hijau dan sehat, serta pengendalian pencemaran air dan udara.

Untuk menggugah kesadaran pemerintah daerah dan masyarakatnya untuk menjaga kebersihan dan keteduhan wilayahnya, KLHK menggelar Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Adipura 2019 di Jakarta (23 Juli 2019).

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati menyampaikan, program Adipura di tahun 2019 ini direvitalisasi dan ditingkatkan menjadi Program Adipura 2025.

Dengan mendorong praktik-praktik pengurangan sampah dari sumber hingga circular economy dengan pelibatan seluruh lapisan masyarakat. Hal ini sejalan dengan komitmen Pemerintah terhadap isu lingkungan global.

Vivien menjelaskan bahwa pada saat ini kota-kota di Indonesia mengalami peningkatan tekanan terhadap kualitas lingkungan perkotaan. Hal ini seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi perkotaan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat.

Berbagai kondisi ini menyebabkan terjadinya berbagai persoalan lingkungan, khususnya persoalan persampahan yang semakin lama magnitude dan dimensinya mengalami peningkatan.

KLIK INI:  KLHK Kukuhkan Tiga Profesor Riset, Ini Kiprah dan Gagasannya!
5 permasalahan mendasar soal persampahan di Indonesia

Menurut Vivien, terdapat 5 permasalahan mendasar soal persampahan di Indonesia. Pertama adalah tingkat kapasitas pengelolaan persampahan dari pemerintah daerah yang relatif masih rendah.

Walaupun angka tingkat pelayanan semakin meningkat dari tahun 2015 sebesar 63,70% menjadi 71,59% di tahun 2018, namun pengelolaan sampah yang baik dan benar baru menyentuh angka 32%.

“Hal ini disebabkan karena operasional TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang masih dominan dioperasikan secara open dumping (pembuangan terbuka). Pada tahun 2018, TPA open dumping tercatat masih menduduki 55,56% secara nasional,” tutur Vivien.

Permasalahan kedua yaitu tingkat kepedulian publik yang masih sangat rendah berkaitan dengan pengelolaan sampah. Hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 menunjukkan Indeks Ketidakpedulian Masyarakat Indonesia terhadap sampah mencapai angka 72%.

Permasalahan ketiga adalah tren peningkatan sampah plastik. Pada tahun 1995, komposisi sampah plastik 9%, meningkat menjadi 11% di tahun 2005, dan pada tahun 2016 sebesar 16%.

Apabila tren ini berjalan secara normal business as usual, maka persoalan sampah plastik ini menjadi ancaman yang sangat serius bagi kehidupan dan lingkungan hidup.

Selanjutnya permasalahan keempat adalah peran dan tanggung jawab produsen yang belum menjadi sebuah kewajiban. Terakhir adalah penegakan hukum.

Kelima persoalan mendasar pengelolaan sampah di Indonesia tersebut semakin berat saat ditambah beban baru terkait sampah ikutan dari import scrap (bahan baku) industri kertas, plastik, logam, karet, kaca, dan kain.

KLIK INI:  Taman Nasional Harus Dikelola Lebih Baik Lagi dan Berkelanjutan
Upaya menjaga kualitas lingkungan

Upaya menjaga kualitas lingkungan perkotaan menjadi sangat penting. Selain untuk menjaga sustainabilitas pembangunan, kualitas lingkungan perkotaan yang baik dapat meningkatkan daya saing kota dan bangsa Indonesia.

Hal ini dapat tercapai jika kota semakin bersih dan bebas pencemaran, sehingga kota semakin sehat dan nyaman serta masyarakat terbebas dari penyakit.

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah memberikan arahan legal dalam hal pengelolaan sampah secara nasional.

Kemudian Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga menjadi terobosan baru dalam pengelolaan sampah nasional.

Terobosan ini melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk melakukan pengelolaan sampah terintegrasi mulai dari sumber sampai ke pemrosesan akhir.

Dalam konteks itulah Program Adipura mengalami titik belok baru atau revitalisasi sebagai salah satu instrumen dalam merubah wajah perkotaan di Indonesia.

Program Adipura menggugah kesadaran pemerintah daerah dan masyarakat untuk menjaga kebersihan dan keteduhan wilayahnya.

KLIK INI:  P3E Suma Gelar Rakor Pembangunan Ekoregion, Ini 6 Poin Pentingnya!

Vivien pun berpesan kepada Pemerintah Daerah bahwa pengelolaan dengan model kumpul-angkut-buang harus ditinggalkan.

Sampah harus dikelola sejak dari sumbernya mengingat semakin sulitnya memperoleh lahan TPA dan beratnya dampak pencemaran sampah yang tidak dikelola dengan baik.

Dalam konteks ini, pemerintah, terutama kabupaten/kota, bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah sebagai manifestasi dari fungsi pelayanan publik.

Untuk itu sumber daya masyarakat perlu dioptimalkan melalui upaya-upaya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah yang difasilitasi pemerintah.

Rakernis Adipura 2019 diikuti oleh 800 peserta yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan, yaitu Kepala Dinas Lingkungan Hidup serta Kepala Dinas Kebersihan dari 514 Kabupaten/Kota dan 34 Provinsi di seluruh Indonesia serta Kementerian/Lembaga terkait lainnya.

Vivien pun berpesan bahwa Program Adipura harus menghadirkan dampak positif melalui pengelolaan sampah dan kualitas lingkungan hidup perkotaan di Indonesia.

“Tugas kita semua untuk memastikan bahwa udara yang dihirup, air yang diminum, dan lingkungan tempat tinggal masyarakat kita adalah lingkungan yang bersih dan sehat,” tutup Vivien.

KLIK INI:  Raih Record MURI, KLHK dan Kwarnas Pramuka Hadirkan 2.000 Peserta Karnaval