- Babak Baru Kasus Makelar Kayu Ilegal Asal Lutim, Berkas Dilimpahkan ke Kejari Tana Toraja - 24/04/2024
- Hari Bumi 2024: Ford Foundation Dukung BRWA Kelola Registrasi Wilayah Adat di Tapanuli Utara dan Lutra - 23/04/2024
- Begini Cara SDNBorong dan SDN Parinring Makassar Rayakan Hari Bumi 2024 - 22/04/2024
Klikhijau.com – Setiap pagi, ketika hujan tak turun. Masyarakat akan bergegas ke kebun mereka. Lengkap dengan “alat tempur” masing-masing.
Ritus seperti itu, bagi dunia pertanian memang telah turun-temurun. Sayangnya profesi petani merupakan sebuah profesi yang kurang banyak dilirik. Bahkan ada yang malu-malu mengakui jika dia adalah petani.
Pertanian bersama peternakan juga diyakini sebagai salah satu penyebab perubahan iklim. Namun, ada sebuah laporan yang menyangkal klaim tersebut.
Laporan itu berasal dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau Panel Antarpemerintah PBB tentang Perubahan Iklim , yang dirilis awal pekan ini.
Pada laporan tersebut terungkap jika sektor pertanian dan kehutanan menunjukkan akan memainkan peran kunci dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
Profesor Ekonomi Lingkungan dan Sumber Daya di The Ohio State University, Brent Sohngen. Sohngen merupakan penulis utama laporan tentang pertanian menegaskan, penggunaan lahan pertanian dapat berkontribusi pada perubahan iklim dan mitigasi iklim, atau pengurangan emisi gas rumah kaca ke atmosfer.
“Pesan utamanya adalah bahwa ada banyak tindakan di sektor penggunaan lahan pertanian yang dapat dilakukan orang di seluruh dunia untuk mengurangi perubahan iklim,” kata Sohngen. Sohngen “senior” di IPCC, ia telah bekerja di IPCC sejak akhir 1990-an.
Meskipun sebagian besar emisi GRC berasal dari produksi energi, pertanian dan perubahan penggunaan lahan–yang menyumbang sekitar 22% dari semua emisi karbon dioksida.
Menurut Sohngen, jika angka-angka itu dapat dikurangi, baik dengan membatasi deforestasi atau beralih ke biofuel alternatif. Itu berarti karbon dioksida per tahun dapat dikurangi antara 9 dan 11 miliar ton.
Harus ditanggapi serius
Laporan dari IPCC tersebut, juga memperingatkan bahwa jika pemerintah dan individu tidak mulai menanggapi peringatan iklim secara serius, maka pemanasan global akan segera menjadi dua kali lebih dahsyat dari sekarang.
Saat ini, banyak negara sebelumnya telah berjanji untuk membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celcius. Tentu saja janji itu membutuhkan perubahan nyata, bukan janji politik, untuk memastikan umat manusia tidak menyia-nyiakan kesempatan terakhirnya, kata laporan itu.
Untuk menghasilkan laporan, para peneliti dari lebih dari 165 negara meninjau lebih dari 18.000 makalah ilmiah tentang topik mulai dari restrukturisasi penggunaan bahan bakar fosil hingga rekomendasi kebijakan untuk mempromosikan kerja sama internasional.
Laporan IPCC, tidak hanya membawa kabar buruk, tetapi juga menyampaikan beberapa kabar baik.
Kabar baik itu di antaranya, emisi gas rumah kaca berada pada level tertinggi antara 2010 hingga 2019. Namun, sejak itu, tingkat itu telah melambat secara signifikan.
Salah satu penyebab berkurangnya GRK karena adanya pandemi Covid-19. Pada saat itu emisi CO2 juga turun sementara di tahun 2020 lalu. Namun, sayangnya mulai kembali merangkak naik di paruh kedua tahun ini.
Perlu teknologi dan kebijakan
Laporan itu bahkan mengimbau bahwa teknologi dan kebijakan utama yang diperlukan untuk menjaga pemanasan global agar tidak mencapai ketinggian baru sudah ada. Misalnya, tenaga surya dan angin adalah beberapa cara terbaik yang kita miliki untuk memerangi perubahan iklim.
“Sekarang ada lebih banyak pilihan dan lebih banyak cara bagi orang untuk terlibat dalam mitigasi perubahan iklim yang berada dalam ranah hemat biaya,” kata Sohngen.
“Sebagian alasan mengapa orang lebih optimis tentang laporan ini adalah karena kami benar-benar telah membuat kemajuan dalam pengurangan emisi melalui tindakan mitigasi,” tambahnya.
Satu-satunya masalah adalah mencari cara untuk mengimplementasikannya dengan lebih baik. Salah satu rintangan terbesar yang harus diatasi umat manusia bermuara pada pendanaan.
“Literatur ilmiah menunjukkan bahwa jika kita ingin tetap berada di bawah target 1,5 derajat, kita harus benar-benar meningkatkan pembiayaan,” ujar Sohngen.
“Kami memperkirakan bahwa sekitar $50 hingga $250 miliar per tahun selama dekade berikutnya diperlukan untuk mencapai beberapa tujuan di sektor penggunaan lahan untuk mitigasi,” tegasnya.
Di persimpangan inilah, antara penggunaan lahan dan manusia. Menurut laporan tersebut menunjukkan “hubungan kuat antara pembangunan berkelanjutan, kerentanan, dan risiko iklim.”
Itu berarti meningkatkan upaya untuk menciptakan pembangunan berkelanjutan. Menghapus kemiskinan ekstrem, dapat menjadi faktor besar dalam mengendalikan dan memantau kesehatan Bumi secara keseluruhan.
Sohngen mengatakan bahwa dia optimis tentang bagaimana publik akan menanggapi laporan tersebut.
“Tidak diragukan lagi ada beberapa pendekatan terhadap perubahan iklim. Dan itu tidak kita pikirkan sekarang, yang diharapkan, generasi ilmuwan berikutnya akan memikirkannya di masa depan,” kata Sohngen.
“Saya pikir laporan ini adalah kesempatan bagi orang untuk belajar dan mengembangkan metode baru. Juga solusi yang lebih baik untuk krisis iklim,” tambahnya.
Dengan adanya laporan itu, semoga memberi semangat kepada para petani untuk tetap setia menggarap lahannya. Karena bukan hanya untuk diri mereka, tetapi juga untuk bumi ini.
Sumber: newswise