Perihal Laporan 11 LSM Terkait Deforestasi Tanah Papua, Begini Jawaban KLHK!

oleh -169 kali dilihat
Perihal Laporan 11 LSM Terkait Deforestasi Tanah Papua, Begini Jawaban KLHK!
Kepala Biro Humas KLHK, Nunu Anugrah - Foto/TribunNews

Klikhijau.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan bahwa laporan yang diterbitkan oleh 11 LSM mengenai deforestasi di Provinsi Papua dan Papua Barat terbukti menutupi fakta soal lokasi deforestasi dan perizinannya.

Dalam siaran persnya hari ini Rabu (11/2/2021), KLHK menegaskan bahwa pada halaman 14  laporan tersebut menuding bahwa deforestasi tertinggi terjadi pada periode Menteri LHK Siti Nurbaya seluas 298.687 hektar, namun laporan tersebut menutupi fakta mengenai siapa yang memberikan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sawit sehingga telah terjadi  deforestasi pada areal seluas itu.

Laporan tersebut menyembunyikan fakta tersebut untuk mencapai pada kesimpulan bahwa seolah-olah deforestasi tertinggi di Tanah Papua berasal dari perizinan di periode kepemimpinan Menteri Siti Nurbaya.

KLHK juga melihat, laporan tersebut dikesankan sebagai laporan yang membahas soal asal usul deforestasi secara legalitas. Namun terbukti menutupi fakta mengenai kapan dan siapa yang memberikan perizinan pada areal yang terjadi deforestasi tersebut.

KLHK juga menegaskan bahwa pelepasan kawasan hutan, termasuk untuk pembangunan perkebunan sawit, dimulai dari adanya surat rekomendasi pelepasan kawasan hutan yang diterbitkan oleh para bupati/walikota dan kedua gubernur di Provinsi Papua dan Papua Barat.

KLHK dengan tegas menyatakan bahwa laporan 11 LSM tersebut sangat prematur karena masih menutupi fakta soal sebaran areal deforestasi selama 2015-2019 tanpa mengungkapkan pada periode siapa perizinan tersebut diterbitkan.

KLIK INI:  Hari Bumi, Slank Dukung Upaya Perlindungan Hutan di Maluku dan Papua

KLHK dalam waktu dekat ini akan menerbitkan laporan sebaran areal deforestasi berdasarkan kapan perizinan itu diterbitkan, terutama di Papua dan Papua Barat.

Perlu ditegaskan bahwa hampir semua deforestasi di Papua dan Papua Barat adalah bersumber dari perizinan sebelum pemerintahan Joko Widodo dan Menteri LHK Siti Nurbaya.

Laporan 11 LSM

Sebelumnya, Koalisi Indonesia Memantau yang terdiri dari 11 LSM antara lain: WALHI Papua, Forest Watch Indonesia, Aman, Auriga Nusantara, Gemapala Fakfak, Papua Forest Watch, Aman Sorong Raya, SKPKC, Mnukwar Papua, PBHKP Sorong dan – Perkumpulan Jaringan Kerja Rakyat (JERAT) mendesak pemerintah agar menghentikan deforestasi di Papua.

Dalam rilis yang dikirimkan pada Selasa, 10 Februari 2021, Koalisi ini menegaskan bahwa deforestasi Indonesia mengarah ke Indonesia Timur. Koalisi menyebut bahwa meski deforestasi nasional menurun sejak 2016, namun deforestasi di provinsi-provinsi kaya hutan masih tetap tinggi, sebagaimana terlihat di 10 provinsi pemilik 80% tutupan hutan alam Indonesia: (secara berurut) Provinsi Papua, Papua Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan  Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Aceh, Maluku, dan Maluku Utara.

KLIK INI:  LPKSM Menuntut Perlindungan Negara dari Bisnis Debu Asbes Perenggut Nyawa

Koalisi juga menyebut, sepanjang  dua dekade terakhir, hutan alam Tanah Papua menyusut 663.443 hektare, 29% terjadi pada 2001-2010 dan 71% pada 2011-2019, dengan puncak deforestasi pada 2015 yang menghilangkan hutan alam 89.881 hektare.

Kabupaten Merauke dan Boven Digoel di bagian selatan menjadi kabupaten paling dominan mengalami deforestasi pada 2001-2019. Diikuti Kabupaten Nabire di bagian tengah, serta Teluk Bintuni, Sorong, dan Fakfak di bagian barat.

Hasil analisis koalisi ini juga menunjukkan adanya pergeseran episentrum deforestasi di Tanah Papua dalam dua dekade terakhir: deforestasi 2001-2010 didominasi Kabupaten Boven Digoel, Teluk Bintuni, Kaimana, Mimika, dan Sorong, sementara pada 2011-2019, selain Boven Digoel, Merauke, Keerom, Nabire, dan Fakfak muncul sebagai daftar baru wilayah dominan deforestasi.

Menimbang dinamika politik, terutama pemekaran, dan perizinan dan program pembangunan, tidak tertutup kemungkinan perpindahan episentrum deforestasi pada masa mendatang ke kabupaten kaya hutan lainnya, seperti Kabupaten Maybrat, Tambraw, Mamberamo Raya.

Menurut Koalisi Indonesia Memantau, salah satu penyumbang signifikan deforestasi di Tanah Papua adalah pelepasan kawasan hutan untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit. Sebanyak 72 surat keputusan pelepasan kawasan hutan (PKH) di Tanah Papua diterbitkan menteri kehutanan pada rentang 1992 – 2019, seluruhnya seluas 1.569.702 hektare.

Sektor pertanian menjadi tujuan utama pelepasan, yakni seluas 1.461.557 hektare. Pembangunan perkebunan kelapa sawit adalah tujuan utama pelepasan kawasan hutan untuk sektor pertanian, yakni seluas 1.308.607 hektare, atau 84% dari total pelepasan kawasan hutan di Tanah Papua.

Data Koalisi juga menyebut, pengecekan melalui citra satelit menemukan seluas 1.292.497 hektare (82%) area pelepasan untuk sawit tersebut bertutupan hutan alam saat dilepaskan. Hingga 2019 area pelepasan untuk sawit tersebut telah mengalami deforestasi seluas 145.595 hektare, atau hampir sepertiga dari total deforestasi di Tanah Papua.

“Masih terdapat tutupan hutan alam seluas 1.145.902 hektare pada seluruh area pelepasan kawasan hutan untuk pembangunan kebun sawit. Ini menunjukan potensi lonjakan deforestasi di Tanah Papua dalam beberapa tahun ke depan sangat besar atau hampir dua kali luas deforestasi sepanjang dua dekade terakhir,” tulis Koalisi Indonesia Memantau dalam rilisnya.

KLIK INI:  Tiga Belas Satwa Barang Bukti Titip Rawat Polda Papua Dilepasliarkan ke Habitatnya