P3E SUMA KLHK Gelar Rakernis Pengendalian Pencemaran Lingkungan

oleh -296 kali dilihat
P3E SUMA KLHK Gelar Rakernis Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan
P3E SUMA KLHK Gelar Rakernis Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan - Foto: Ist

Klikhijau.com – Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sulawesi dan Maluku (P3E Suma) KLHK menggelar Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 di Makassar (22-23/5).

Dalam sambutannya, Kepala Bidang Fasilitasi P3E Suma, Suwardi, S.TP.,M.Si., mengatakan pertemuan ini bertujuan untuk mendapatkan masukan terkait solusi tindak lanjut dalam upaya pencapaian target Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH), pengelolaan sampah dan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 serta status akreditasi laboratorium daerah tahun 2022 di ekoregion Sulawesi dan Maluku.

“Jadi tujuan utamanya selain pencapaian target IKLH juga mengenai pengelolaan sampah dan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan,” katanya dalam sambutan di awal acara.

Rakernis ini dihadiri  sekitar 115  peserta antara lain Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi dan Kab/Kota di Wilayah Sulawesi dan Maluku. Pertemuan ini dihadiri narasumber dari Direktorat Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan serta Direktorat Pengelolaan Sampah dan Limbah B3.

Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sulawesi dan Maluku, Dr. Darhamayah mengatakan kegiatan ini  sangat penting bagi tata kelola pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan di daerah.

KLIK INI:  Kebakaran Hutan dan Lahan, Cerita yang Terus Berulang

“Kita berharap kegiatan ini aka nada masukan terkait solusi tindak lanjut dalam upaya pencapaian target IKLH. Juga dalam upaya mewujudkan lingkungan hidup dan hutan yang berkualitas serta tanggap terhadap perubahan iklim,” tuturnya.

Darhamsyah menambahkan Rakernis ini juga diharapkan dapat memperkuat keberadaan hutan, fungsi dan distribusi manfaat hutan yang berkeadilan dan berkelanjutan serta terselenggaranya Tata Kelola dan inovasi di daerah.

Sementara itu, Narasumber kegiatan yakni Kasubdit Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut Dit. PPKPL, Novi Farhani membahas mengenai Kebijakan Nasional Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan.

Novi Farhani menekankan perihal terminologi pencemaran yang merujuk pada PP Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 angka 28. Pada pasal tersebut dikatakan bahwa pencemaran sebagai masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

“Meningkatnya aktivitas pembangunan, ekonomi dan pertumbuhan penduduk mengakibatkan tingginya tekanan terhadap lingkungan hidup. Hal ini pada akhirnya merusak lingkungan itu sendiri. Pencemaran air, udara, dan tanah meningkat,” katanya.

KLIK INI:  Kerja Bersama Seluruh Pihak, Cara Jitu Capai Target NDC dan FOLU 2030

Data dari Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, KLHK 2020 mengungkapkan 59 % sungai di Indonesia dalam kondisi tercemar berat, akibat limbah kegiatan industri, tambang, limbah rumah tangga, dan peternakan.

“Limbah-limbah ini kemudian terbawa hingga ke laut sehingga menyebabkan pencemaran laut. Segala macam sampah dan limbah dibuang ke badan air tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu sehingga air tercemari,” lanjutnya.

Selain itu tambah Novi, Pencemaran udara juga menyumbang terhadap turunnya kualitas lingkungan. Sumber pencemaran udara disebabkan oleh kegiatan transportasi yang menggunakan bahan bakar minyak, pembakaran hutan dan lahan, serta penggunaan bahan bakar untuk proses industri.

Sumber pencemaran udara lainnya berasal dari sektor domestik, seperti pembakaran sampah rumah tangga dan asap rokok.

“Berbagai aktivitas ini telah menambahkan sedikitnya 35 miliar ton emisi karbon dioksida ke atmosfer,” tuturnya.

Sementara itu, narasumber lainnya yakni Vir Katrin, M.Si  (Penyuluh lingkungan hidup ahli madya, Direktorat penanganan sampah KLHK) mengatakan pengelolaan sampah saat ini belum menjadi urusan prioritas bagi pemerintah daerah.

“Rata-rata 41-42 persen sampah di Indonesia masih diangkut dan ditimbun di ‘Landfill’. Kapasitas pengolahan sampah nasional juga masih sangat rendah dengan masih menitikberatkan pada pemrosesan akhir,” katanya.

KLIK INI:  Mencemaskan, Begini Dampak Omnibus Law terhadap Masa Depan Masyarakat Adat!

Selain itu, anggaran pengelolaan sampah di daerah juga tidak memadai. Penyebabnya adalah pengelolaan sampah tidak menjadi prioritas anggaran yang dialokasikan pemerintah daerah.

“Nominalnya sangat rendah yaitu rata-rata 0,05- 0,07 dari total APBD di daerah. Data saat ini ada sekitar 66.81% TPA di Indonesia dioperasikan secara pembuangan terbuka (open dumping),” tuturnya.

Perihal IKL

Indeks Kualitas Lahan (IKL) merupakan salah satu indikator dari IKLH yang memberikan informasi kondisi tutupan lahan untuk mendukung penyediaan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Perubahan nilai IKL dipengaruhi oleh perubahan luasan kawasan hutan yang disebabkan oleh kegiatan pembukaan lahan, kejadian kebakaran hutan/lahan, penebangan liar, kegiatan rehabilitasi hutan/lahan, rehabilitasi Kawasan pesisir, kegiatan pemulihan lahan bekas tambang dan pemulihan lahan terkontaminasi B3.

Pemulihan kerusakan lingkungan dilaksanakan pada lahan bekas tambang yang merupakan pertambangan rakyat sehingga tidak ada upaya pemulihan setelah penambangan selesai.

Berdasarkan UU 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah pada Lampiran K terdapat 11 sub bidang urusan lingkungan hidup yang menjadi kewenangan daerah antara lain pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, pengelolaan limbah B3 dan pengelolaan persampahan.

Melalui Permendagri 17 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2022, Pengawasan penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren bidang Lingkungan Hidup menjadi suatu hal yang penting dengan mengukur kinerja meningkatnya Indeks Kualitas Lingkungan Hidup melalui indikator IKLH dan meningkatnya pengelolaan sampah di wilayah kab/kota dengan indikator terlaksananya pengelolaan sampah di wilayah kab/kota yang meliputi jumlah pengurangan dan penanganan timbulan sampah.

KLIK INI:  Tim Advokasi Kasus Rempang: Jangan Tutup Akses Bertemu Keluarga dan Bantuan Hukum bagi Tahanan