Menyimak Suara Komunitas Tobonga Melalui Teater Pematang Sawah

oleh -493 kali dilihat
Menyimak Suara Komunitas Tobonga Melalui Teater Pematang Sawah
Pementasan teater pematang sawah oleh Komunitas Tobonga/foto-Ian Konjo
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com – Tiba-tiba saja suara tepuk tangan dan teriakan penonton bergemuruh menyaksikan puluhan anak kecil memasuki panggung pementasan. Saya yang duduk paling depan di antara para penonton itu, gemas sesaat ketika adegan masing-masing mereka lakoni.

Saya membayangkan usaha dan kerja keras sutradara dan pelatih teater ini. Namun, itu terputus karena adegan mereka terus berlanjut. Saya tak ingin melewatkan lakon mereka hingga pementasan selesai.

Tapi bukan hanya tentang itu yang ingin saya tulis dalam artikel ini. Saya akan memulainya dengan menuliskan tema kegiatan ini – “Kanrei Resonu”.

Pendiri Komunitas Tobonga, Abidin Wakur mengungkapkan, tema kegiatan ini berarti makanlah hasil jerih payahmu secara harfiahnya.

KLIK INI:  Berbagi Tips Mengelola Masalah dari Komunitas Tobonga

“Namun ini adalah ungkapan umum bagi orang Bugis-Makassar yang bisa berarti ganda. Bisa sebagai ungkapan memberi selamat atas hasil usahanya yang maksimal. Bisa pula berarti umpatan atas akibat yang didapatkan oleh seseorang karena berperilaku buruk,” ungkap Abidin Wakur.

Teater Pematang Sawah tahun kedua yang dilaksanakan oleh Komunitas Tobonga ini dirangkaikan dengan Kemah Seni dan Litetasi yang berlangsung tanggal 27-29 September 2019 lalu.

Pementasan teater yang disutradarai langsung oleh pendiri Komunitas Tobonga ini, memiliki judul yang sama dengan tema kegiatannya, “(K)anrei Resonu”.

Kak Abi, begitu sapaan akrabnya menambahkan “(K)anrei Resonu” dijadikan sebagai media atau suara untuk mengingatkan berbagai kalangan tentang bahaya penggunaan gadget secara berlebihan. Selain itu, teror sampah plastik di mana-mana dan krisis lingkungan serta air bersih.

KLIK INI:  Disambangi Mahasiswa Jepang, Komunitas Tobonga Pamerkan Teater Pematang Sawah

“Jika semua ini diabaikan, maka tunggu saja, alam pasti akan memberi peringatan yang sangat keras,” tegasnya

Pesan teater pematang sawah

Dalam Teater Pematang Sawah, Komunitas Tobonga ingin menyampaikan bahwa sekarang ini adalah era penuh jebakan. Dengan akses internet, jendela dunia terbuka selebar-lebarnya. Apapun bisa diakses dengan mudah.

Bahkan, anak-anak yang masih belia sekalipun dengan mudah mengakses sesuatu yang harusnya jadi konsumsi orang dewasa.

“Judi online, game online, video vulgar adalah contoh sampah teknologi yang justru banyak yang membuat anak-anak ketagihan.”

KLIK INI:  Wow, Ternyata Ada Pesan Lingkungan di Balik Logo PBI

Bukan hanya sampah teknologi yang digambarkan dalam pentas teater yang memanfaatkan sawah kering sebagai panggung utamanya. Pentas ini juga mengangkat isu sampah plastik yang menjadi polusi tanah di mana-mana.

Krisis air yang juga sudah mulai dirasakan oleh masyarakat pedesaan akibat beralih fungsinya hutan menjadi kebun. Ditambah lagi banyaknya pohon-pohon besar yang ditebang.

Yah, begitulah kisah yang digambarkan anak-anak dalam perannya, yang saya sebutkan tadi.

Sederhana tapi meriah. Begitu kegiatan ini saya gambarkan. Sederhananya karena tidak mengunakan gedung sebagai tempat pementasan. Mereka memanfaatkan alam dekorasi mulai dari pintu masuk hingga ke dalam panggung.

Sementara meriah karena dihadiri seribuan penonton. Bahkan, Wakil Bupati Sinjai, Kadispora Sinjai, anggota DPRD Sinjai, Camat Sinjai Barat, dan Kepala Desa Bonto Salama juga turut hadir mendengar suara lingkungan melalui teater.

Komunitas literasi dari berbagai daerah juga turut hadir memeriahkan Teater Pematang Sawah dan Kemah Seni dan Literasi yang dilaksanakan di Desa Bonto Salama, Kecamatan Sinjai Barat, Kabupaten Sinjai.

KLIK INI:  Pesan Katon Bagaskara, Ayo Jaga Kandungan Organik Tanah dan #SelamatkanTanah!