- Atasi Triple Planetary Krisis, KLHK Gelar Penanam Mangrove Serentak di 24 Titik - 24/04/2024
- Babak Baru Kasus Makelar Kayu Ilegal Asal Lutim, Berkas Dilimpahkan ke Kejari Tana Toraja - 24/04/2024
- Hari Bumi 2024: Ford Foundation Dukung BRWA Kelola Registrasi Wilayah Adat di Tapanuli Utara dan Lutra - 23/04/2024
Klikhijau.com – Desa merupakan lumbung sumber daya alam. Dari desalah, sumber daya alam itu mengalair ke kota. Namun meski begitu, pembangunannya tetap saja finis pada urutan buncit dari pembangunan kota.
Namun, ada pula desa yang mampu bangkit, memandirikan diri dari ketergantungan akan kota. Desa-desa ini menjadikan sumber daya alam yang ada di sekitarnya lebih bermanfaat, sehingga tak lagi menggantukan diri pada produksi barang-barang kota.
Desa, nyaris menyediakan semua yang dibutuhkan untuk menyambung napas warganya, dalam hal energi misalnya, khususnya energi biogas.
Iya, salah satu yang bisa ditempuh adalah mengembangkan untuk merdeka dari penggunaan gas adalah dengan biogas atau gas yang dihasilkan dari fermentasi bahan organik.
Bahan-bahan itu bisa berupa kotoran manusia, hewan, dan limbah organik yang memiliki kandungan metana dan karbon dioksida.
Apalagi saat ini telah ada program Biogas Rumah (BIRU). Program ini merupakan hasil kerjasama Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan pemerintah Belanda dan Norwegia.
Tujuannya untuk membantu masyarakat desa menyediakan reaktor biogas di sembilan provinsi di Indonesia.
Kerjasama itu telah melahirkan desa yang mandiri dalam pengguanaan gas. Desa-desa ini tak perlu lagi puyeng untuk membeli gas saat hendak memasak atau ke hutan mencari kayu bakar.
Program tersebut secara otomatis pula, telah berkontribusi dalam pelestarian alam, karena masyarakat tak lagi menebang pohon untuk keperluan memasak. Dan juga kotoran dan limbah tak lagi mencemari lingkungan pula.
Ini 5 desa yang melawan kerusakan alam dan memerdekakan diri dalam penggunaan gas tanpa perlu mengeluarkan biaya
Ini 5 desa yang membuktikan jika kemandirian dalam penggunaan gas bisa diterapkan melalui biogas.
-
Desa Penyabangan, Bali
Di desa ini sedikitnya telah ada 44 rumah yang menggunakan biogas. Jauh sebelum warga beralih menggunakan biogas, mereka menggunakan kayu bakar untuk memasak. Penggunaan kayu bakar itu didukung pula oleh aktvitas warganya yang mayoritas petani.
Namun, sejak tahun 2011 lalu warga mulai mengolah kotoran hewan ternaknya menjadi biogas. Mereka meninggalkan kebiasaannya menggunakan kayu bakar kemudian beralih memasak menggunakan biogas. Jadi, meski harga gas elpiji dari hari ke hari semakin meninggi, namun warga di desa ini tak merasa khawatir, sebab mereka bisa memasak dengan nyaman tanpa mengeluarkan biaya dan tenaga mengambil kayu bakar.
-
Pasuruan, Jawa Timur
Di Pasuruan, bukan hanya satu desa yang beralih menggunakan biogas, tapi ada empat desa yang telah menggunakannya.
Hasilnya luar biasa, sebab warga di empat desa itu (Cemoro, Gunung Sari, Ngempiring, dan Kumbo) bisa menghemat hingga ratusan ribu rupiah perbulan.
Saat ini, keempat desa tersebut telah merdeka dari menggunakan gas elpiji dan kayu bakar untuk mengepulkan asap dapurnya.
-
Cabbeng Bone, Sulawesi Selatan
Penggunaan biogas di desa ini telah dimulai pada tahun 2013 lalu. Warga mengolah kotoran ternaknya menjadii biogas untuk keperluan rumah tangga.
Desa Cabbeng yang memiliki luas 6,8 kilometer ini, terdapat 30 alat pengolah limbah kotoran ternak.
Kehadiran biogas tersebut cukup membantu warga setempat. Bayangkan, dengan kotoran dua ekor sapi saja, warga sudah bisa memasak hingga 8 jam lamanya.
Tak berhenti di situ saja, ampas dari hasil pengolahan biogas ini tak dibuang begitu saja sehingga bisa mencemari lingkungan, tapi dimanfaatkan menjadi pupuk organik yang digunakan untuk menyuburkan tanaman.
-
Desa Argosari, Malang
Sebelum menggunakan biogas, warga mengepulkan dapurnya dengan kayu bakar. Mereka bahkan sering menebangi pohon untuk memenuhi kebutuhan memasaknya.
Maka beralihnya penggunaan kayu bakar ke biogas membawa keuntungan tersendiri, bukan hanya menghemat biaya dan tenaga, tetapi juga memberi sumbangsi besar dalam pelestarian alam.
Jika dulu warga Desa Argosari menebangi pohon di hutan untuk kayu bakar, sekarang mereka justru menanaminya kembali dan merawatnya dengan sepenuh cinta.
Dampak dari penanaman kembali pohon itu adalah debit air di desa ini terus terjaga.
-
Desa Medowo, Kediri
Desa ini dihuni oleh mayoritas peternak sapi perah. Karena itulah warganya tak kesulitan dalam memenuhi bahan baku biogas karena sumber dayanya cukup melimpah.
Dengan mengolah kotoran ternak mereka menjadi biogas, warga di desa ini pun berhasil mengurangi pencemaran air sungai, bahkan mampu mencegah pencemaran sungai hingga 90 persen, sehingga sungai kembali mengalirkan airnya yang jernih.
Lima desa tersebut, bisa jadi contoh bagi desa lain untuk beralih menggunakan biogas untuk mengepulkan asap dapurnya.
Apalagi desa merupakan lumbung dari semua sumber daya yang dibutuhkan untuk bertahan hidup. Kamu bisa membayangkan penggunaan biogas bisa menyeluruh ke semua desa yang ada di Indonesia, maka subsidi dan kerusakan alam yang disebabkan oleh produksi gas dan pengambilan kayu bakar bisa menipis.