Membangun Karakter Cinta Lingkungan Tak Cukup dengan Buku Paket

oleh -683 kali dilihat
Membangun Karakter Cinta Lingkungan Tak Cukup dengan Buku Paket
Ilustrasi pendidikan lingkungan/foto-Ist
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com –  Membangun karakter cinta lingkungan adalah keharusan, khususnya di dunia pendidikan. Mengingat persoalan lingkungan adalah persoalan yang rumit dan krusial.

Karenanya diperlukan adanya dorongan gotong royong untuk menciptakan satu kesadaran, yakni sadar lingkungan, khususnya bagi peserta didik.

Untuk membangun karakter untuk cinta lingkungan, diakui Kepala Pusat Penguatan Karakter Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hendarman, tidak akan bisa terwujud hanya dengan pengajaran dari sekolah, tapi juga perlu kerja sama dengan orang tua.

Pernyataan Hendarman itu terungkap saat diskusi via online tentang cinta lingkungan. Diskusi tersebut  diadakan Badan Restorasi Gambut (BRG) yang disimak di Jakarta belum lama ini.

KLIK INI:  Pemantau Independen Ungkap Isu Krusial dalam Peredaran Kayu di Indonesia

“Keberhasilan dari karakter cinta lingkungan betul-betul tergantung dari kreativitas dan sinergi ekosistem pendidikan,” kata Hendarman

Bagi Hendarman, sekolah dan segala aparaturnya tidak mungkin bisa menjadi satu-satunya yang dibebankan untuk penguatan karakter tersebut, tapi diperlukan keterlibatan orang tua, sebab orang tua juga memiliki peran yang cukup besar untuk membangun karakter buah hatinya.

Kurikulum muatan lokal

Sedangkan praktisi pendidikan lingkungan, Aulia Wijiasih beranggapan, untuk membangun karakter cinta lingkungan. Hal yang perlu dilakukakan adalah memasukkannya dalam kurikulum muatan lokal yang berfokus kepada pengenalan lingkungan sekitar.

Menurutnya, untuk pembangunan karakter cinta lingkungan perlu pengalaman langsung dan pengetahuan akan lingkungan sekitar.

“Pembelajaran untuk menguatkan kecintaan akan lingkungan harus dilakukan secara nyata. Tidak hanya lewat pembelajaran kurikulum semata atau lewat kampanye virtual,” sarannya.

Aulia yang merupakan Tim Pembina Adiwiyata Nasional juga mengungkapkan jika dalam undang-undang telah dijelaskan, setiap satuan pendidikan harus mengembangkan pendidikan berbasis daerah dan lingkungannya, berbasis kondisi sekitar dan pembangunan daerah.

“Jelas kurikulum itu bukan berbasis buku,” ungkapnya  saat diskusi yang diadakan BRG.

Aulia juga menegaskan bahwa seharusnya pendidikan lingkungan berbasis kepada lingkungan sekitar dan tidak hanya berbasis buku paket.

KLIK INI:  Cara Unik Seorang Pedagang di Makassar Berdonasi untuk Korban Banjir Masamba

Hanya menurutnya, semua kembali pada komitmen dari daerah. Komitmen dari pimpinan daerah, kepala dinas atau tokoh masyarakat menjadi penting dalam hal ini.

“Kalau mereka menganggap ini penting untuk diajarkan dan sangat mempengaruhi daerah tentu saja akan lebih mudah,” katanya.

Muatan lokal di sekolah adalah kesepakatan di pemerintah daerah dan yang paling paham tentang lokal adalah pemerintah setempat.

Pengenalan akan lingkungan sekitar siswa yang beragam di Indonesia bisa membantu penguatan karakter kecintaan lingkungan.

Keunikan berbagai daerah itu harusnya membuat pemerintah daerah membuat pelajaran muatan lokal tidak seragam, tetapi seharusnya lebih terintegrasi.

“Harapan saya daerah tidak buat muatan lokal sebagai monolitik, lebih baik terintegrasi hanya paradigma tentang integrasi yang harus kita kuatkan,” ujar Aulia.

Iya, penguatan pendidikan karakter cinta lingkungan semestinya menjadi keharusan bagi setiap lembaga pendidikan dengan melibatkan orang tua peserta didik yang  tidak cukup hanya dengan buku paket.

KLIK INI:  Gelorakan Literasi Hijau, Balai PSKL Sulawesi Gelar ‘In House Training’