- Pantai yang Bersalin Nama - 13/04/2024
- Gadis Iklim - 07/04/2024
- Anak Kecil dalam Hujan - 30/03/2024
Klikhijau.com – Hujan masih merintik jelang senja kemarin, ketika peserta Hari Peringatan Keanekaragaman Hayati (Kehati) bergerak untuk melepasliarkan satwa ke alam bebas.
Pelepasan satwa tersebut dilakukan di salah satu halaman MaxOneHotel. Dipimpin oleh Kasubid Sumber Daya Genetika Dr Moh Haryono mewakili Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Jujur saja, saya berpikir pelepasliaran satwa adalah hal yang mudah. Misalnya burung, cukup membuka sangkarnya maka ia akan terbang—menemui kebebasannya.
Anggapan saya ternyata keliru, adalah Dr Moh Haryono yang membeberkan jika melepasliarkan satwa adalah syaratnya. Saya kaget, sebab baru saya tahu hari itu, Rabu, 22 Mei 2019 jelang senja.
“Tunggu dulu,” ujar Haryono ketika akan melepasliarkan salah satu jenis burung kemarin. “Melepasliarkan satwa ke alam bebas ada syaratnya,” lanjutnya.
Saya mencoba menyimak lanjutan kalimatnya. Rasa penasaran menjalar ke kepala saya. Ia lalu mengungkapkan ada tiga syarat yang harus dipenuhi sebelum melepasliarkan satwa.
Syarat pelepasliaran yang dimaksud Dr. Moh Haryono itu telah menjadi peraturan nasional dan internasional yaitu pada Guidelines for Reintroduction and Other Conservation Translocations dari organisasi internasional International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Pasal 21 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, yakni:
- Habitat pelepasan merupakan bagian dari sebaran asli jenis yang dilepaskan
- Tumbuhan dan satwa yang dilepaskan harus secara fisik sehat dan memiliki keragaman genetik yang tinggi.
- Memperhatikan keberadaan penghuni habitat.
Nah, itulah syarat pelepasliaran satwa yang dimaksud oleh Dr. Moh Haryono, yang merasa beruntung bisa mewakili Direktur KKH, Indra Explotasia ke Makassar karena bisa terhindar dari aksi di Jakarta.