Klikhijau.com – Sirih hutan, yang menyandang nama ilmiah Piper aduncum merupakan tumbuhan yang di beberapa negara dicap sebagai gulma. Ia bisa menyebar dengan cepat.
Tumbuhan ini juga juga dikenal dengan nama matico. Asalnya dari dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan.
Karena memiliki pertumbuhan yang cepat, maka sirih hutan mudah berkembang ke berbagai negara dengan cepat.
Sirih hutan biasanya ditemukan di hutan-hutan terbuka dan berdrainase baik. Tumbuhan yang bisa tumbuh hingga di ketinggian 200 mdpl ini, pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1869. Tempat pertama yang “dikunjungi” adalah di Kebun Raya Bogor.
Pada tahun1955 tumbuhan ini juga ditemukan di Papua. Meski di beberapa negara dianggap gulma yang meresahkan, khususnya bagi petani. Namun, tumbuhan ini memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi obat.
Pemanfaatan sirih hutan sebagai obat telah diterapkan di Amerika. Di Amerika tumbuhan ini digunakan sebagai bahan obat untuk antijamur dan antibakteri.
Tidak hanya masyarakat Amerika yang memanfaatkan sebagai obat, tetapi juga masyarakat Indonesia.
Di Indonesia tumbuhan ini sering dimanfaatkan untuk menghentikan muntah, mengurangi mual, melancarkan pencernaan, antiseptik, serta membunuh bakteri, jamur, dan virus.
Hanya saja di Indonesia, pemanfaatan tumbuhan yang herbal yang juga bias mengatasi luka dan bisul ini, masih dikakukan secara tradisional.
Manfaat sirih hutan
Dalam pemanfaatannya untuk obat untuk mengatasi luka dan bisul, caranya tergolong sederhana. Cukup mengoleskan getah tumbuhan ini pada bagian tubuh yang terdapat luka atau bisul.
Menurut Nova, (2016) sirih hutan merupakan salah satu tumbuhan penghasil fungisida nabati. Daunnya dilaporkan mengandung alkaloid, polifenol, saponin, steroid, tanin, flavanoid, dan terpenoid.
Sedangkan buahnya menurut Arneti, (2012) mengandung alkaloid, flavonoid, triterpenoid, fenolik, steroid, saponin, kumarin, dan dillapiole.
Sementara itu itu, air rebusan daun P. aduncum mampu menghambat pertumbuhan C. musae penyebab antraknosa (Mardiana, 2016).
Ekstrak tepung daun diyakini pula mampu menghambat pertumbuhan jamur Ganoderma boninense. Elfina et al. (2015) mengungkapkan bahwa pemberian ekstrak tepung daun tumbuhan ini dapat mengendalikan penyakit antraknosa yang disebabkan oleh jamur C. capsici.
Navickiene et al. (2006) juga melaporkan bahwa minyak atsiri yang dihasilkan buah sirih hutan mampu mengendalikan jamur Cladosporium sphaerospermum dan memiliki efektivitas palin tinggi dibandingkan buah P. tuberculatum dan P. arboretum.
Pohon kecil
Sirih hutan merupakan pohon kecil atau semak yang dapat bertumbuh hingga setinggi 8 meter. Ia memiliki daun berbentuk bulat telur. Pada bagian ujungnya meruncing, sedangkan pangkalnya membulat. Pada tepinya rata, tangkainya berbulu halus, dan bunganya adalah majemuk.
Sementara itu, dilansir dari Pertanianku, sirih hutan mengandung banyak senyawa yang memiliki beragam manfaat untuk kesehatan. Umumnya bagian yang dimanfaatkan sebagai obat herbal adalah getah yang jadi bagian dari batangnya.
Di bagian daunnya, tumbuhan ini mengandung minyak asiri, flavonoida, saponin, dan polifenol, dihydrocjacone, poperaduncin (A, B, dan C), serta 2’6’-dihidroksi-4’-metoksidihidroklakon (DMC), dan 2’,6’,4-trihidroksi-4’-meyoksidihidrokhalkon (asebogenin).
Di Indonesia, sirih hutan memiliki beberapa nama sebutan yang cukup beragam, mulai dari gedebong, seuseureuhan, atau sirihan.
Selain bermanfaat sebagai tanaman obat, sirih hutan juga bisa digunakan sebagai pestisida untuk mengendalikan hama ulat grayak dengan mortalitas sebesar 65 hingga 8,2 persen.
Penggunaan tanaman ini sebagai obat disinyalir tidak akan menimbulkan efek samping ataupun kontraindikasi.
Meski begitu, jangan gunakan tumbunan ini dalam dosis tinggi agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi diri sendiri yang tidak diinginkan.