Klikhijua.com – Siapa yang harus bertanggung jawab atas sampah plastik yang mulai mengepung kini? Apakah pemerintah, produsen atau konsumen?
Keberadaan sampah plastik memang sulit dipisahkan dari ketiganya—saling terkait. Namun, untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sebaiknya kita menengok hasil penelitian yang dilakukan oleh sebuah tim peneliti internasional.
Tim tersebut berupaya menjawab dan menentukan siapa yang harus bertanggung jawab atas sampah kemasan plastik yang “menguasai” dunia saat ini.
Sampah plastik memang telah jadi isu global yang sangat meresahkan. Karena menurut makalah yang diterbitkan dalam Journal of Industrial Ecology, hanya 14 persen sampah plastik yang masuk “dapur” daur ulang.
“Kami ingin mengikuti sampah kemasan plastik yang tertanam dalam rantai pasokan global. Karya ini memungkinkan kita untuk menyimpulkan, bahwa masalah adalah tanggung jawab bersama antara pelaku ekonomi, dari produsen dan perantara mereka ke toko ritel dan konsumen,” ungkap Sandy Dall’erba, rekan penulis studi dan juga merupakan profesor di Departemen Pertanian dan Ekonomi Konsumen (ACE).
Para peneliti menemukan bahwa produsen utama sampah kemasan plastik dan beberapa negara terkaya di dunia dan konsumen terbesar, termasuk Amerika Serikat (19%), Brasil (13%), dan China (12%).
Para ahli juga menemukan bahwa peternakan, penyumbang paling signifikan terhadap perubahan iklim global, menghasilkan banyak sampah plastik.
“Makanan berprotein tinggi seperti daging, ikan, dan susu merupakan merek dagang di Amerika dan menghasilkan banyak sampah kemasan plastik,” jelas Dall’erba yang juga merupakan direktur Pusat Iklim, Regional, Ekonomi Lingkungan dan Perdagangan (CREATE) di University of Illinois.
Dall’erba juga mengungkapkan bahwa, misalnya misalnya, setiap 1 kg (2,2 lbs.) ikan yang dikonsumsi akan menghasilkan rata-rata sekitar 1,6 kg (2,5 lbs.) limbah. Ini termasuk kantong plastik, nampan, dan plastik yang digunakan untuk membungkus dan menutupi ikan selama transportasi, penyimpanan, dan penjualan.
Peternak jadi penyumbang besar
Penyumbang sampah plastik yang signifikan lainnya dipegang oleh perdagangan global juga. Para penulis penelitian menyatakan bahwa 25 persen sampah kemasan plastik dihasilkan dari ekspor internasional.
Para peneliti juga mengakui bahwa plastik tidak akan ke mana-mana dalam waktu dekat. Tapi, kita bisa melakukan perubahan untuk menghasilkan lebih sedikit limbah.
“Kami perlu mengembangkan lebih lanjut teknologi yang membuat plastik lebih mudah terurai, seperti produk berbasis alga,” kata Dall’ebra.
Ia juga menekankan bahwa mereka membutuhkan peraturan yang lebih ketat untuk mencegah produksi dan penggunaan kemasan plastik.
“Semua agen di sepanjang rantai pasokan dan konsumen akhir membutuhkan insentif untuk mengurangi penggunaan plastik. Beberapa contohnya adalah pajak atas pengelolaan limbah atau pengembalian uang untuk mengembalikan botol plastik,” jelas penulis utama studi Xiang Gao, seorang peneliti di Chinese Academy of Sciences.
“Langkah lain termasuk pelarangan sedotan plastik sekali pakai, atau pengenaan biaya untuk kantong plastik toko kelontong. Mengkonsumsi makanan musiman yang ditanam secara lokal akan membantu, dan juga transparansi yang lebih baik tentang daur ulang yang sebenarnya terkait dengan kode identifikasi resin yang dicap pada kemasan plastik,” tambahnya seperti yang dimuat di Earth.
Lalu siapa yang harus bertanggung jawab atas tumpukan sampah plastik? Para peneliti menyimpulkan bahwa produsen dan konsumen harus berbagi tanggung jawab dan biaya untuk mengatasi meningkatnya beban sampah kemasan plastik.
Mesti dihentikan
Sementara itu, ada sebuah penelitian lain yang diterbitkan dalam jurnal Science, bahwa demi lingkungan yang bebas dari polusi plastik, maka salah satu cara yang harus ditempuh adalah menghentikan produksi plastik.
Meski begitu, untuk untuk mengakhiri polusi udara, sungai,tanah, dan lautan dari serangan plastik dan mikroplastik. Jalan terbaik yang harus ditempuh adalah produksi plastik yang baru perlu segera diatur, dibatasi, dan dalam jangka panjang harus dihapus.