Koalisi Indonesia Memantau Mendesak Penghentian Deforestasi di Papua

oleh -368 kali dilihat
Yayasan Madani: Nol Deforestasi Kunci Strategi Nol Emisi Indonesia
Ilustrasi Illegal Logging/foto-istimewa

Klikhijau.com – Koalisi Indonesia Memantau yang terdiri dari sejumlah organisasi civil society mendesak pemerintah menghentikan deforestasi di Papua dan menyegerakan perwujudan hutan adat di Papua.

Hal ini disampaikan melalui konferensi pers peluncuran laporan berjudul “Menatap ke Timur – deforestasi dan pelepasan kawasan hutan di Tanah Papua” pada Selasa, 10 Februari 2021.

Data menunjukkan bahwa deforestasi Indonesia mengarah ke Indonesia Timur. Dan meski deforestasi nasional menurun sejak 2016, namun deforestasi di provinsi-provinsi kaya hutan masih tetap tinggi, sebagaimana terlihat di 10 provinsi pemilik 80% tutupan hutan alam Indonesia: (secara berurut) Provinsi Papua, Papua Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan  Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Aceh, Maluku, dan Maluku Utara.

Di Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat), tempat dimana 34 juta hektare hutan alam atau 40% alam Indonesia yang luasnya 88 juta hektare, deforestasi masif terjadi.

KLIK INI:  Selama Pandemi, Industri Kayu di Sulsel Anjlok, Pembalakan Meningkat!
Alarm deforestasi di Papua

Sepanjang  dua dekade terakhir, hutan alam Tanah Papua menyusut 663.443 hektare, 29% terjadi pada 2001-2010 dan 71% pada 2011-2019, dengan puncak deforestasi pada 2015 yang menghilangkan hutan alam 89.881 hektare.

Kabupaten Merauke dan Boven Digoel di bagian selatan menjadi kabupaten paling dominan mengalami deforestasi pada 2001-2019. Diikuti Kabupaten Nabire di bagian tengah, serta Teluk Bintuni, Sorong, dan Fakfak di bagian barat.

Hasil analisis juga menunjukkan adanya pergeseran episentrum deforestasi di Tanah Papua dalam dua dekade terakhir: deforestasi 2001-2010 didominasi Kabupaten Boven Digoel, Teluk Bintuni, Kaimana, Mimika, dan Sorong, sementara pada 2011-2019, selain Boven Digoel, Merauke, Keerom, Nabire, dan Fakfak muncul sebagai daftar baru wilayah dominan deforestasi. Menimbang dinamika politik, terutama pemekaran, dan perizinan dan program pembangunan, tidak tertutup kemungkinan perpindahan episentrum deforestasi pada masa mendatang ke kabupaten kaya hutan lainnya, seperti Kabupaten Maybrat, Tambraw, Mamberamo Raya.

Salah satu penyumbang signifikan deforestasi di Tanah Papua adalah pelepasan kawasan hutan untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit.

KLIK INI:  Negara-Negara Harus Menghentikan Deforestasi Secara Penuh pada Tahun 2020

Sebanyak 72 surat keputusan pelepasan kawasan hutan (PKH) di Tanah Papua diterbitkan menteri kehutanan pada rentang 1992 – 2019, seluruhnya seluas 1.569.702 hektare. Sektor pertanian menjadi tujuan utama pelepasan, yakni seluas 1.461.557 hektare.

Pembangunan perkebunan kelapa sawit adalah tujuan utama pelepasan kawasan hutan untuk sektor pertanian, yakni seluas 1.308.607 hektare, atau 84% dari total pelepasan kawasan hutan di Tanah Papua.

Pengecekan melalui citra satelit menemukan seluas 1.292.497 hektare (82%) area pelepasan untuk sawit tersebut bertutupan hutan alam saat dilepaskan.

Hingga 2019 area pelepasan untuk sawit tersebut telah mengalami deforestasi seluas 145.595 hektare, atau hampir sepertiga dari total deforestasi di Tanah Papua.

Masih terdapat tutupan hutan alam seluas 1.145.902 hektare pada seluruh area pelepasan kawasan hutan untuk pembangunan kebun sawit. Ini menunjukan potensi lonjakan deforestasi di Tanah Papua dalam beberapa tahun ke depan sangat besar atau hampir dua kali luas deforestasi sepanjang dua dekade terakhir.

Tuntutan koalisi

Patut dicatat bahwa seluruh pelepasan kawasan hutan ini diberikan kepada korporasi. Tidak ada satu pun yang diberikan ke masyarakat adat/lokal. Sementara, di Tanah Papua yang eksistensi adat sedemikian menonjol justru pemerintah tak kunjung mengejawantahkan hutan adat di pulau ini.

Oleh karena itu, Koalisi Indonesia Memantau mendesak Pemerintah Indonesia agar segera:

  1. Melindungi hutan alam tersisa di Tanah Papua, termasuk di dalam konsesi.
  2. Mewujudnyatakan hutan adat di Tanah Papua.
  3. Evaluasi izin-izin eksisting dan memperkuat instrumen perizinan ke depan agar tidak merampas wilayah kelola masyarakat adat/lokal di Tanah Papua.
  4. Memperkuat instrumen pemekaran wilayah agar tidak menjadi pemicu deforestasi.
KLIK INI:  Lagi, Gakkum KLHK Amankan Pelaku Illegal Logging di Sorong dan Sumbawa