Kisah Maria, Mualaf di Usia Senja dan Pohon Zaitun untuk Palestina

oleh -764 kali dilihat
Kisah Maria, Mualaf di Usia Senja dan Pohon Zaitun untuk Palestina
Maria/foto- @maria_revert
Irhyl R Makkatutu

Klikhijau.com – Sejak kecil Maria tak pernah mengenal siapa orang tua kandungnya. Ia sebatang kara, menghabiskan waktunya di panti asuhan hingga usia 15 tahun di Liverpool, Inggris.

Setelah beranjak remaja, ia berpindah ke kota lain melanjutkan hidupnya. Kemudian Maria memutuskan menetap di Essex, Inggris hingga memasuki usia senja.

Maria memantapkan hatinya untuk hidup menjomlo alias tidak menikah. Ia tetap hidup sendiri, tanpa keluarga, tanpa anak.

Maria merasa telah cukup dengan memiliki kolega dan teman yang selalu menemaninya. Terlebih ketika hidayah Islam merasuki hatinya di tahun 2019 lalu. Ia merasa mendapat keluarga baru.

KLIK INI:  Dari Lomba Baca Puisi, Dewi Ingin Berjuang Menjaga Lingkungan

Ketika  mengucapkan dua kalimat syahadat tahun 2019 di usia 84 tahun nama Maria berubah menjadi Maryam atau Mariam. Nama ibu dari Nabi Isa As, salah satu perempuan yang dijamin masuk surga.

Karena usianya telah senja saat masuk Islam, ia mendapat dukungan dan perhatian serta bimbingan lebih  dari Pusat Islam Redbridge (RIC) di kota setempat.

Sebelum memeluk Islam, Mariam tidaklah asing dengan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW itu. Mariam telah mengenal jika tempat ibadah umat Islam adalah masjid dan orang Islam tidak makan babi dan minum alkohol.

Suatu hari di musim dingin, ia lewat di depan masjid. Rasa penasaran Mariam mengajaknya mampir di masjid itu. Ia tidak masuk, hanya berdiri saja di teras, menyaksikan orang melaksanakan salat. Pada saat itu umat Islam yang ia saksikan sedang melaksanakan salat Jumat.

Jamaah terunyah dengan jawaban Maria

Ia tetap berdiri menyaksikannya dengan saksama hingga seorang perempuan muda memakai jilbab menghampirinya.

“Apakah boleh wanita tua seperti diriku masuk ke dalam masjid?” tanyanya sambil menunjuk pada kepalanya yang tidak ditutup suatu kain.

Awalnya ia mengira akan diusir, tapi ternyata perempuan muda itu menyambutnya dengan ramah dan mengajaknya masuk.

“Awalnya kukira, aku akan diusir dan disuruh segera pulang. Namun, perempuan muda itu menyapaku dengan ramah, dan mempersilakanku untuk masuk ke dalam masjid,” kata Maria, seperti dilansir dari akun Instagram @mariam_revert seperti yang dilansir dari Republika, Rabu, 13 Mei 2020.

Ketika tiba di dalam masjid, Mariam dipersilakan duduk di kursi—menyaksikan orang melakukan salat. Pada hari itu Mariam mendapat penjelasan singkat mengenai Islam dari perempuan muda yang mengajaknya masuk masjid, termasuk yang dilaksanakan hari itu, yakni salat Jumat dan dan juga mengapa harus salat menghadap ka’bah.

KLIK INI:  Suntory Garuda Beverage Ramaikan Momen Hari Air Sedunia 2021

Setelah mendapat penjelasan, rasa tertarik Mariam terhadap Islam kian tumbuh. Ia kemudian bertanya bagaimana menjadi seorang Muslim. Ia merasa tersentuh dengan cara beribadah umat Islam. Ia ingin menghabiskan masa tuanya dengan rasa tenteram.

Setelah itu, Maria mendapatkan penjelasan tentang arti menjadi seorang Muslim. Pertama-tama, ia harus mengucapkan dua kalimat syahadat. Asyhaduan Laa Ilaaha Illa Allah, wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah

Beberapa hari kemudian, Maria kembali mendatangi masjid tersebut untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Mengikrarkan diri sebagai seorang muslim di usianya yang telah senja.

Sebelum masuk masjid,  ia telah paham bahwa orang harus melepas alas kakinya dan perempuan mesti mengenakan penutup kepala. Oleh karena itu, saat bersyahadat, ia memakai kerudung dan menanggalkan sepatunya di luar.

Sesaat sebelum bersyahadat, Mariam ditanyai tentang keluarganya. Ia menuturkan bahwa ia hidup sendiri, tidak memiliki keluarga. Penjelasan Mariam membuat yang hadir terharu dan terunyah. Ia datang sendiri memeluk Islam di usianya  yang telah senja.

Pohon zaitun untuk palestina

Setelah resmi menjadi mualaf, dukungan terus mengalir kepada Maria.  Para aktivis RIC menggalang donasi atas nama Maria. Maria merasa sangat bahagia atas inisiatif tersebut. Ia merasa benar-benar menemukan rasanya memiliki keluarga.

Mualaf seperti Mariam yang telah berusia senja butuh pendampingan dan persahabatan. Hal ini disadari belut oleh  pihak RIC.

Karena itulah, pihak RIC menggalang donasi Mariam, diniatnya sebagai bantuan rutin keuangan yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari sang mualaf.

Dan hal yang tak terduga dari donasi yang terkumpul atas namanya itu, Maria tak ingin menggunakannya untuk dirinya sendiri.

Sebagian dari donasi itu disalurkan dalam bentuk pembelian pohon zaitun seharga 10 poundsterling (sekitar Rp 188 ribu).

KLIK INI:  Margini, Ratu Daur Ulang Sampah dari Riau yang Karya-Karyanya Memukau

Hal mengesankan dari Mariam, pohon-pohon yang dibeli itu bukan untuknya, melainkan warga Palestina.

Maria mengusulkan hal ini agar sedekahnya pun sampai kepada orang-orang yang lebih membutuhkan, yakni rakyat Palestina.

Ramadhan tahun ini, RIC berharap dapat mengumpulkan donasi atas nama Mariam hingga belasan juta rupiah sekitar 600 poundsterling yang akan dibelikan pohon zaitun.

Yang menjadi pertanyaan, kenapa Mariam memilih pohon zaitun, bukan pohon lainnya?

“Sebab itu adalah pohon yang menjadi sumber makanan, pendapatan, dan obat bagi rakyat Palestina. Selain itu, zaitun pun disebutkan tujuh kali dalam Alquran,” jelas Mariam

Melalui tanama zaitun, Maria ingin menanam kebaikan dan sedekat jariyah dirinya di hari tua. Dengan membeli pohon zaitun yang dapat dipanen dan terus tumbuh hingga lebih dari seribu tahun, diharapkan pahala untuk Maria juga akan terus mengalir hingga di hari akhir.

Semoga apa yang dilakukan Mariam bisa menjadi inspirasi bagi sahabat hijau, termasuk inspirasi memelihara lingkungan dengan cara menanam pohon seperti yang dicontohkan oleh Maria atau Mariam.

KLIK INI:  Misi Kemanusiaan untuk Palestina pada Semangkuk Sup Konro