Ketika Sabut Kelapa Menjelma Jadi Tanggul Laut Ramah Lingkungan

oleh -550 kali dilihat
Ketika Sabut Kelapa Dimodifikasi Jadi Tanggul Laut Ramah Lingkungan
Tanggul laut dari sabut kelapa yang diciptakan peneliti ITB/foto- Susanna Nurdjaman
Irhyl R Makkatutu

Klikhijau.com – Perlindungan daerah pesisir seharusnya menjadi salah satu prioritas mitigasi perubahan iklim. Karena perubahan iklim dapat mempengaruhi daerah pesisir hingga menghadapi berbagai masalah.

Tidak hanya satu masalah, tapi banyak mulai dari naiknya permukaan air laut, suhu laut, hingga menimbulkan gas emisi rumah kaca. Ditambah lagi, erosi di daerah pesisir, banjir, hingga polusi air.

Apalagi wilayah pesisir di kepulauan Indonesia berada di kondisi yang buruk akibat kegiatan manusia, seperti penambangan pasir dan terumbu karang, pembabatan mangrove, hingga pemukiman warga yang melewati garis pantai.

Untuk mengatasi hal itu, perlindungan daerah pesisir dari erosi umumnya menggunakan struktur material yang keras (hard structure), seperti tanggul laut yang terbuat dari beton, pemecah gelombang, groin (bangunan yang dibangun menjorok ke arah laut), jetty (jalanan yang dibuat mengarah ke laut), dan lainnya.

KLIK INI:  1.000 Mangrove di Desa Pao, Upaya Warga Cegah Abrasi Sejak Dini

Selain itu, ada material alami yang bisa mengatasi hal tersebut, seperti terumbu karang, hutan bakau, atau rumput laut juga dapat melindungi daerah pantai dari gelombang tinggi, atau disebut sebagai soft structure yaitu struktur material yang lunak/dari bahan alam.

Untuk tanggul laut yang terbuat dari material yang keras. Kendalanya adalah masih terlalu mahal bagi penduduk setempat di daerah pesisir dan pemerintah daerah masih belum memprioritaskan dana untuk pembangunan ini.

Terinspirasi dari pesisir AS

Namun, kini berkat usaha Susanna Nurdjaman dan lima rekan kerjanya yang memodifikasi sabut kelapa untuk menjadi bahan alternatif untuk tembok laut. Bisa menjadi solusi yang murah meriah.

Susanna Nurdjaman dan lima rekannya berasal di Program Study Oseanografi,Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung.

KLIK INI:  Abrasi Sungai Jeneberang Mulai Cemaskan Warga Parangtambung

Modifikasi ini terinspirasi oleh cara penyelamatan pesisir pantai yang dilakukan di daerah pesisir di Amerika Serikat.

Proyek pertamana bermula di desa Karangjaladri, Kabupaten Pangandaran, sekitar 6 jam perjalanan dari kota Bandung, Ibukota Provinsi Jawa Barat.

Desa Karangjaladri berada di dekat pantai, namun tidak memiliki perlindungan di pesisir ketika mereka datang pada tahun 2017. Padahal, area tersebut rentan terhadap abrasi karena gelombang laut yang tinggi dari Samudera Hindia.

Pada tahun 2018, mereka kembali dan mengajak warga sekitar untuk membangun tanggul laut yang terbuat dari sabut kelapa, material yang murah dan dapat terurai, yang banyak ditemukan di daerah tersebut.

Melestarikan ekosistem laut

Karena sifatnya yang organik, tembok laut dari sabut kelapa dapat berubah menjadi “sabuk hijau” pantai untuk membantu melestarikan ekosistem laut.

KLIK INI:  Agus Cemas, Bibir Pantai Pasangkayu Bergeser 2,5 Kilometer

Pada November 2018, dengan bantuan dari penduduk desa Karangjaladri di pantai Pangandaran, Susanna dkk dapat membangun tembok laut berbahan sabut kelapa dengan panjang 20 meter.

Sebelumnya, mereka menggulung sabut kelapa, yang disatukan dengan material ramah lingkungan lainnya, seperti karung goni, diikat dengan tali dari jaring nelayan sepanjang 5 hingga 10 meter, hingga menjadi seperti gulungan karpet dengan ukuran diameter 25-50 cm.

Untuk mendapatkan hasil tanggul yang baik, mereka menghindari musim hujan barat dan musim hujan timur ketika memasang tembok laut tersebut, karena kedua musim ini memiliki angin kencang yang akan membuat sulit untuk memasang jaring.

Susanna dkk juga mempertimbangkan pola angin, ketinggian gelombang laut, arah dan arus laut untuk dapat memasang dinding laut sabut kelapa di garis pantai tanpa gangguan.

KLIK INI:  6 Hotel Paling Ramah Lingkungan di Asia, Satunya Bisa Anda Jumpai di Indonesia
Media tumbuh untuk tanaman

Meski ramah lingkungan, dinding laut dari sabut kelapa ini tentu saja masih memiliki kelemahan. Kemampuannya terbatas untuk menghadang gelombang laut yang jauh lebih kuat.

Hal ini bukan masalah bagi dinding laut terbuat dari beton. Karenanya perlu memasang pasak kayu dengan benar agar tidak terseret gelombang.

Bahan baku untuk membangun dinding laut yang dapat terurai, seperti yang terbuat dari sabut kelapa, adalah cara yang murah dan mudah ditemukan di daerah pesisir apalagi di Indonesia.

Selain itu, mereka juga menggunakan kembali jaring bekas nelayan sekitar untuk mengurangi biaya. Ketimbang menumpuk sabut kelapa menjadi sampah, lebih baik dikumpulkan dan dijadikan sebagai bahan dasar untuk dinding laut.

Sabut kelapa, karung goni dengan bahan murah lainnya digulung seperti bantal kemudian ditumpuk untuk dijadikan media tumbuh bagi tanaman. Tanaman ini akan berubah menjadi taman tanaman laut.

KLIK INI:  Mengenang Asmara, Lelaki yang Gugur dalam Tugas Pemadaman Karhutla

Sayangnya hingga kini, belum ada penilaian terhadap daya tahan tembok laut yang terbuat dari sabut kelapa ini. Namun, tembok laut ini tidak murni terbuat dari serat kelapa.

Serat kelapa yang mereka gunakan dipakai juga sebagai media tumbuh untuk tanaman. Jadi setelah sabut kelapa terurai, dia memiliki akar kuat dan menjadi sabuk hijau yang melindungi pantai.

Gagasan dari proyek percontohan ini adalah untuk mendorong masyarakat setempat untuk menggunakan bahan sehari-hari untuk melindungi daerah mereka.

***

Saya baru bangun dari tidur siang ketika menemukan kisah di atas. Kisah tersebut yang ditulis oleh Susanna Nurdjaman. Dan dipublikasikan di nationalgeographic.grid.id pada hari Senin, 9 September 2019.

Susanna Nurdjaman menulis kisah di atas dalam bahasa Inggris, dan Fahri Nur Muharom menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Dan saya mengubah beberapa hal artikel tersebut, tidak banyak.

KLIK INI:  Mencari Solusi Mencegah Banjir karena Perubahan Iklim