Jumlah Hotspot Naik, Masyarakat Diimbau Tingkatkan Kewaspadaan

oleh -86 kali dilihat
Yayasan Madani: Mitigasi dan Antisipasi Kebakaran Hutan Harus Diperkuat!
Ilustrasi karhutla/foto-detiknews
Irhyl R Makkatutu

Klikhijau.com – Pantauan data Sipongi sejak bulan Juli sampai September 2019. Berdasarkan data akhir per 12 September 2019 Pukul 06.00 WIB dari satelit Terra/Aqua. Terpantau penurunan hotspot hanya terjadi di Sumatera Utara.

Sementara hotspot di sembilan provinsi, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Papua terpantau cenderung terus meningkat.

Akibat meningkatnya hotspot tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengimbau masyarakat yang tinggal di Pulau Sumatera dan Kalimantan untuk waspada kabut asap.

Kabut asap tersebut dapat menggangu kesehatan dan keselamatan dalam aktivitas harian. KLHK melalui Manggala Agni yang bekerjasama dengan Satgas Karhutla terus melakukan upaya terbaik untuk memadamkan karhutla di seluruh wilayah Indonesia.

KLIK INI:  Di September, Hampir Seluruh Wilayah Diintai Karhutla

Berdasarkan data monitoring kualitas udara dan cuaca penerbangan yang diolah berdasarkan data Ditjen Pengendalian Pengelolaan Kerusakan Lingkungan KLHK dan BMKG.

Kualitas Udara (PM10(?g/m³)) per tanggal 11 September 2019 jam 15.00 WIB, terpantau kualitas udara di Medan, Jambi, Palembang, Pontianak, dan Banjarmasin dalam kondisi sedang. Sedangkan untuk Pekanbaru dan Palangkaraya terpantau kualitas udaranya tidak sehat.

Lalu untuk jarak pandang di Palangkaraya dan Banjarmasin. Berdasarkan data cuaca penerbangan per tanggal 12 September 2019 jam 05.00 WIB berada di bawah 1 km, yaitu masing-masing 0,9 km dan 0,1 km. Untuk jarak pandang wilayah lainya seperti Medan, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Pontianak dan Tanjung Selor masih di atas 2 km.

Untuk mencegah semakin meluasnya karhutla, KLHK menghimbau agar semua pihak. Termasuk seluruh lapisan masyarakat meningkatkan kepedulian untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan.

KLIK INI:  Divonis Bersalah Kasus Karhutla, Siti: Justru Pak Jokowi yang Membenahi
Disebabkan manusia

Hal ini mengingat prediksi dari BMKG bahwa potensi terjadinya titik panas dan asap masih dapat berlangsung hingga pertengahan Oktober. Seiring dengan masih berlangsungnya periode musim kemarau di sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan.

KLHK mengingatkan jika karhutla terjadi 99 persen disebabkan akibat perbuatan manusia. Berdasarkan data KLHK sampai 31 Agustus 2019 menunjukkan luas areal lahan dan hutan yang terbakar seluas 328 ribu ha yang berarti masih 35 persen lebih rendah dari luas areal terbakar pada tahun 2018 yang mencapai 510 ha.

Luas areal terbakar tahun 2019 itu terbagi di lahan gambut seluas 89 ribu. Dan di lahan tanah mineral seluas 239 ribu ha. Data ini mengkonfirmasi jika perlindungan areal gambut di Indonesia lebih baik karena luas areal terbakar tidak didominasi pada areal gambut yang sulit dipadamkan melainkan di tanah-tanah mineral yang relatif lebih mudah dipadamkan.

KLIK INI:  Asap Karhutla Dipastikan Tidak Menyusup ke Malaysia

Kemudian ditambahkan oleh BMKG untuk dua bulan ke depan jika pada bulan Oktober hingga pertengahan bulan November kondisi terjadinya hotspot masih cukup tinggi, BMKG bersama BNPB telah bersiap melakukan hujan buatan. Bibit-bibit awan sudah mulai ada, sehingga sudah bisa dilakukan pembuatan hujan buatan.

Di Riau dan Palembang sudah dilakukan pembuatan hujan buatan, untuk Kalimantan Barat masih menunggu terbentuknya bibit awan guna penyemaian garam untuk hujan buatan.

Kegiatan modifikasi cuaca (TMC) dengan pembuatan hujan buatan hingga tanggal 6 September 2019 telah dilakukan 207 kali sorti dengan jumlah garam yang ditaburkan mencapai 160.816 kg.

Lalu untuk Penegakan hukum, KLHK bekerja sama dengan Kepolisian RI. Telah melakukan upaya penegakan hukum kepada perusahaan yang diduga lalai dalam menjaga arealnya dari kebakaran.

Ada total 18 perusahaan yang telah disegel arealnya, rinciannya di Kalimantan Barat sebanyak 10 perusahaan. Di Jambi 1 perusahaan, di Riau ada 3 perusahaan dan di Kalimantan Tengah ada 4 perusahaan.(*)

KLIK INI:  KNTI: Perlindungan Nelayan Mutlak dalam Negosiasi Iklim COP26