- Perihal Buncis dan Pengalaman Pertama Memanennya - 28/03/2024
- Bongo’, Meski Dibenci Tetap Memberi Banyak Manfaat - 26/03/2024
- Mikroplastik di Dada Ibu - 10/03/2024
Klikhijau.com – Ekowisata, istilah itu makin sering terdengar di telinga kita. Namun, banyak di antara kita masih berselimut kabut, apa itu ekowisata.
Konsep wisata ini memiliki dua nama yang sering digunakan, yakni ekowisata atau ekoturisme, yang merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan.
Konsepnya lebih berpihak pada lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di lokasi wisata. Karena ekowisata lebih mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya, ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan.
Ekowisata, sebenarnya berawal dari kata wisata. Wisata sendiri dalam Undang-Undang RI nomor 10 tahun 2009 adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi, dalam jangka waktu sementara. (Ismayanti, 2010).
Selain kata wisata, sering pula kita dengat kata pariwisata. Istilah ini bisa diartikan berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, dan pemerintah.
Lalu bagaimana membedakan wisata, pariwisata dan ekowisata. Dowling (1996) berpendapat bahwa ekowisata bisa dilihat berdasarkan keterkaitannya dengan 5 elemen inti, yaitu:
- Bersifat alami,
- Berkelanjutan secara ekologis,
- Lingkungannya bersifat edukatif,
- Menguntungkan masyarakat lokal, dan
- Menciptakan kepuasan wisatawan.
Sedangkan menurut Fennell (2003), ekowisata adalah sebuah bentuk berkelanjutan dari wisata berbasis sumberdaya alam. Titik fokusnya adalah pada pengalaman dan pembelajaran mengenai alam.
Ekowisata dikelola dengan meminimalisir dampak, non-konsumtif, dan berorientasi lokal (kontrol, keuntungan dan skala). Sementara Goeldner (1999) berpendapat, ekowisata merupakan bentuk perjalanan menuju kawasan yang masih alami.
Tujuannya untuk memahami budaya dan sejarah alami dari lingkungannya. Tidak hanya itu, tapi juga demi menjaga integritas ekosistem.
Tujuan lainnya adalah untuk membuka pintu kesempatan ekonomi yang berpotensi membuat sumber daya konservasi dan alam bisa memberikan dampak yang menguntungkan bagi masyarakat.
Tujuan utama ekowisata adalah sebagai alat yang potensial untuk memperbaiki perilaku sosial masyarakat untuk tujuan konservasi lingkungan.
Sejarah Ekowisata
Banyak yang menduga, jika awalnya ekowisata merupakan kegiatan safari (berburu hewan di alam bebas), khususnya oleh para petualang dan pemburu pemburu di Afrika.
Kegiatan ini sudah lama, pernah sangat marak pada awal 1900. Ini dimulai saat Kenya baru merdeka. Pemerintah negara ini melihat peluang tersebut dan mengambilnya dengah cara membuka pintu bisnis dari kegiatan safari ini.
Potensi Kenya yang dilimpahi sumber daya flora dan fauna kemudian menjual aktivitas safari kepada para pemburu yang ingin merasakan sensasi padang safana dan mamalia Afrika yang liar dan eksotis.
Namun, lambat laun Pemerintah Kenya menyadari bahwa aktivitas tersebut bisa mengganggu keseimbangan ekosistem karena ada ancaman kepunahan spesies flora atau fauna.
Karena itulah, konsep safari berubah dengan menerapkan konsep berkelanjutan atau ekowisata dalam kegiatan safari itu.
Gagasan ekowisata baru gencar dibincangkan pada tahun 1970an. Gagasan ini dianggap menawarkan konsep menarik sebagai alternatif wisata tradisional.
Perkembangan ekowisata dari tahun ke tahun semakin menarik perhatian. Maka beberapa peneliti, pencinta lingkungan, ahli-ahli dibidang pariwisata selama masa 1980-an. Bukan hanya itu beberapa badan dunia negara mulai mencoba merumuskan dan mulai menjalankan kegiatan ini dengan caranya masing-masing sesuai kebutuhannya.
Pada saat tahun 1987, muncullah satu tokoh yang merumuskan seperti apa ekowisata sebenarnya. Dia adalah Hector Ceballos-Lascurain
Menurutnya ekowisata adalah perjalanan ketempat-tempat yang masih alami dan relatif belum terganggu atau tercemari dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan, flora dan fauna, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini.
Pada tahun 1990 awal, oleh The International Ecotourism Society (TIES) menyempurnakan rumusan ini menjadi Ekowisata adalah kegiatan wisata alam yang bertanggung jawab dengan menjaga keaslian dan kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat”
Bagaimana dengan Indonesia
Embusan angin ekowisata mulai pertengahan 1980-an. Ide itu masuk ke tanah air dibawa oleh orang atau biro wisata asing.
Mountain Travel Sobek “menjual” beberapa objek wisata terkenal di antaranya pendakian pendakian danau vulkanik tertinggi kedua di dunia – Danau Gunung Tujuh dan kunjungan ke danau vulkanik terbesar didunia – Danau Toba, dan pendakian gunung api aktif tertinggi di garis khatulistiwa – Gunung Kerinci (3884 m).
Tidak hanya pendakian, namun biro-biro wisata asing ini juga menwarkan kunjungan dan hidup bersama suku-suku terasing di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Papua.
Melihat potensi ekowisata yang menggiurkan pemerintah Indonesia pun membuatkan aturan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2009.
Lalu apa yang membedakan antara wisata biasa dengan ekowisata. Jika dilihat sepintas, khususnya dari segi objek kegiatan ekowisata sebenarnya hampir sama dengan kegiatan wisata alam biasa. Yang membedakan adalah kandungan nilai yang tawarkan, ekowisata memiliki nilai-nilai moral dan tanggung jawab yang tinggi terhadap objek wisata yang dikunjungi.