Ballo Tala Jeneponto akan Jadi Bahan Baku Bioetanol

oleh -2,306 kali dilihat
Ballo Tala Jeneponto akan Jadi Bahan Baku Bioetanol
Ilustrasi ballo tala
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com – Jika kamu pernah berkunjung ke Kabupaten Jeneponto, apa yang kau ingat tentangnya? Atau apa yang kamu perhatikan mengenainya? Saya sangat sering berkunjung ke daerah Selatan dari Makassar itu.

Ingatan dan perhatian saya tak pernah lepas dari pohon lontar dan juga ballonya. Jika kamu pernah menelusuri jalan poros Jeneponto menuju Bulukumba, kamu akan temukan minuman yang digantung di pinggir jalan dalam kemasan botol plastik.

Sekilas minuman tersebut mirip dengan susu putih, tapi jangan terkecoh, itu bukan susu, tapi ballo atau tuak yang disadap dari pohon lontara atau tala’.

Masyarakat Jeneponto menjadikannya sebagai bahan baku pembuatan gula merah, dan tentu saja sebagian diminum. Konon ballo tala yang manis baik untuk kesehatan.

KLIK INI:  Pohon Lontara Bukan Hanya Tentang Ballo', Ini Fakta Lainnya
Kelayakan pengembangan Bioetanol dari ballo tala

Ballo tala, kerap mendapat tanggapan negatif dari banyak orang, sebab bisa menimbulkan efek mabuk kepada yang meminumnya. Tapi, anggapan negatif itu bisa luntur ke depannya. Sebab, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM) RI sudah menyelesaikan studi kelayakan pengembangan Bioetanol dari ballo tala di  Jeneponto.

Ya, tim badan penelitian dan pengembangan pusat penelitian dan pengembangan teknologi ketenagalistrikan, energi baru terbarukan dan konservasi energi, menyimpulkan pohon tala Jeneponto memenuhi syarat untuk jadi bahan baku bioetanol.

“Saya baru mendengarkan hasil presentasi dari tim Kementerian ESDM, ternyata pohon lontar kita memenuhi syarat,” kata inisiator Bioetanol Jeneponto, Mukhtar Tompo, Jumat, 22 Februari 2019 lalu.

Kementrian ESDM pun sudah merancang industri pengolahan ballo menjadi bioetanol. Pabrik bioetanol terintegrasi dengan kebun lontar/tala yang didekasikan untuk sumber bahan baku pabrik.

Karena ballo akan dikelola menjadi bioetanol melalui pabrik, maka tentu  dibutuhkan penderes atau petani penyadap ballo. Tak tanggung-tanggung dibutuhkan sebanyak 1.176 orang, tenaga kerja pabrik 80 orang dengan gaji rata-rata petani sebesar Rp 3 juta.

“Ini gajinya sudah lumayan kalau untuk petani karena selama ini penghasilan mereka tidak tetap,” katanya.

KLIK INI:  Peneliti AS Temukan Cara Hasilkan Tanaman Lebih Besar dari Seharusnya

Agar pabrik bisa beroperasi dengan normal, maka dibutuhkan lahan pohon tala seluas 70 hektar. Saat ini, Kementerian ESDM membutuhkan investasi sebesar Rp 76 miliar.

Untuk saat ini, Kementerian ESDM bersama Pertamina membutuhkan investor untuk membangun pabrik ini.

“Kami mendorong Pertamina untuk segera mencari investor,” katanya.

Gagasan Kementerian ESDM itu mendapat respons  dari politisi Partai Amanat Nasional (PAN), Mukhtar Tompo. Ia  meminta Pemerintah Kabupaten Jeneponto mendukung pembangunan pabrik.

Permintaan Rusdin disambut positif Pemkab Jeneponto. Syafruddin Nurdin selaku  Sekretaris Daerah Pemkab Jeneponto mengatakan akan mendukung penuh pengembangan bioetanol tersebut.

“Kita akan dukung ini, dan Pemerintah akan mendukung penuh pembangunan dan pengembangan industri bioetanol,” tegasnya.

Kelak jika saya atau kamu berkunjung ke Jeneponto, barangkali tak akan lagi melihat ballo bergelantungan di pinggir jalan menunggu pembeli singgah.

KLIK INI:  Karangan Bunga Duka Cita untuk Adaro Energy yang Dinilai Memperburuk Krisis Iklim