3 Penyebab Utama Kerusakan Hutan yang Penting Diketahui

oleh -10,588 kali dilihat
3 Penyebab Utama Kerusakan Hutan yang Penting Diketahui
Ilustrasi kebakaran hutan/Foto-pixabay

Klikhijau.com – Kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu. Forest Watch Indonesia (FWI) melaporkan, pada tahun 2000 angka laju deforestasi mencapai 2 juta hektare per tahun, pada periode 2000-2009 sebesar 1,5 juta hektare per tahun dan 1,1 juta hektare per tahun di 2009-2013.

Forest Watch Indonesia kembali melaporkan Potret Keadaan Hutan Indonesia untuk periode 2013-2017, termasuk temuan bahwa angka laju deforestasi pada periode ini adalah 1,47 juta per tahun.

Secara umum FWI menjabarkan, tutupan lahan di Indonesia mengalami penurunan yang dinamis dari setiap rezim pemerintahan. Setelah Reformasi, pada tahun 2000 tutupan hutan alam 106,4 juta hektare, kemudian sisa hutan menurun di era periode dua Pemerintahan SBY pada tahun 2009 dengan luasan 93 juta hektare.

Sampai dengan tahun 2017, di era Pemerintahan Jokowi luas tutupan hutan alam tersisa 82,8 juta hektare atau sekitar 43 persen dari luas daratan Indonesia.

KLIK INI:  Pentingnya Transapansi Data demi Menekan Laju Kerusakan Hutan

Rasio luas tutupan hutan alam dibanding luas daratan pun semakin terlihat miris. Region Jawa, Bali Nusa dan Sumatera, rasio hutan alamnya sudah berada dibawah 30 persen.

Region Kalimantan dan Sulawesi dibawah 50 persen. Tinggal region Papua dan Maluku yang rasio hutan alamnya masih cukup besar yaitu 81 persen dan 57 persen.

Lalu, apa saja yang berpotensi memicu kerusakan hutan di Indonesia? Dalam sebuah Webinar pada Juni 2020 lalu, Dosen dari Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, Andang Suryana Soma, P.hD., menjabarkan 3 penyebab yang berpotensi memperparah kerusakan hutan, antara lain:

  1. Ulah Manusia

 Manusia, kata Andang Suryana Soma menjadi aktor kunci dalam kerusakan hutan. Beberapa aktivitas yang berpotensi memicu kerusakan hutan sebagai berikut:

KLIK INI:  Tragis, Kepulauan Spermonde Semakin Terpuruk
  • Kebakaran hutan, terjadi karena disengaja untuk kegiatan perladanggan maupun pembukaan lahan untuk tujuan lain.
  • Penebangan liar (illegal Logging), dilakukan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
  • Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh lemahnya penegakan hukum dan buruknya sistem perekonomian masyarakat sekitar hutan.
  • Pembukaan lahan hutan skala besar untuk perkebunan kelapa sawit, khususnya daerah pulau Sumatera dan pulau Kalimantan.
  • Transmigrasi yang menambah luas lahan dengan membuka hutan dan menjadi penebang liar untuk mencari tambahan pendapatan.
  • Meningkatnya Jumlah Penduduk, mengakibatkan pembukaan lahan hutan untuk pemukiman.
  1. Kebijakan yang keliru

Aspek kebijakan yang keliru ternyata dapat berpotensi memperparah laju deforestasi. Hal itu bisa dilihat pada beberapa kebijakan sebagai berikut:

  • Kebijakan otonomi daerah

Kebijakan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, baik dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 maupun Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, kata Andang, telah memberikan wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan Sumber daya alam yang ada di wilayahnya.

Sayangnya, jelas Andang, orientasi pemanfaatan hutan yang dimiliki oleh pemerintah daerah tidak mengutamakan unsur konservasi dan kelestarian ekosistem.

KLIK INI:  Duka dari Hutan Hujan Amazon, Deforestasi Capai Rekor Baru
  • Deforestasi yang direncanakan

Beberapa kejadian pengrusakan hutan, kata Andang, terjadi karena karena direncanakan, antara lain melalui:

  • Konversi hutan produksi untuk kawasan budidaya non kehutanan dan untuk pertambangan terbuka.
  • Kurangnya kebijakan inovatif. Program rehabilitasi lahan berasal dan dikelola oleh pemerintah. Anggaran program dari Pemerintah dan donor internasional, penggunaan hanya terfokus pada aspek-aspek teknis, Sedang aspek non teknis belum efektif dikembangkan. Program rehabilitasi kurang mendapat Dukungan dari masyarakat setempat baik yang tinggal di dalam maupun di sekitar wilayah Sasaran, program rehabilitasi hanya dijadikan proyek.
  • Konflik kepemilikan lahan. Konflik disebabkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Peraturan dan tata Cara pelaksanaan di berbagai tingkat pemerintahan yang berbeda, belum sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Selain itu, jelas Andang, Penggunaan lahan Kehutanan yang terjadi antara masyarakat adat, para transmigrasi, kegiatan perkebunan, kegiatan pertambangan maupun kegiatan kehutanan itu sendiri.

  1. Lemahnya penegakan hukum

Di bidang kehutanan, penegakan hukum belum diprioritaskan bagi tokoh intelektual, pengusaha dan pemuda. Penegakan hukum baru dilakukan pada pelaku di lapangan saja.

Itulah 3 hal yang berpotensi menambah laju deforestasi di Indonesia. Semoga dapat dipahami untuk selanjutnya dapat mengambil peran yang tepat untuk mencegah potensi kerusakan hutan.

Salam lestari!

KLIK INI:  Sukses Tekan Laju Deforestasi, Indonesia dapat Suntikan Dana Segar dari Norwegia